Fraksi PKS: Data Kematian Covid-19 Harusnya Dikoreksi, Bukan Dihapus

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto.(Dok. Mulyanto)

IDTODAY NEWS – Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto mengkritik rencana pemerintah yang akan menghilangkan data kematian dalam laporan perkembangan penanggulangan Covid-19.

Menurut dia, langkah tersebut tidak tepat karena dapat mengaburkan gambaran jumlah dan persebaran efek fatalitas Covid-19.

“Data kematian akibat Covid-19 itu justru merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan proses treatment dari konsep 3T, testing, tracing, dan treatment,” kata Mulyanto dalam keterangannya, Rabu (11/8/2021).

Anggota Komisi VII DPR itu menilai, tidak ada indikator lain yang dapat mengukur fatality dari Covid-19 selain indikator angka kematian.

Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah sebaiknya mengevaluasi secara komprehensif dan teliti penyebab tidak akuratnya data angka kematian akibat Covid-19.

“Yang dibutuhkan adalah langkah koreksi dan perbaikan atas data angka kematian Covid-19 tersebut, bukan malah menghapus indikator kematian. Jangan seperti pepatah, buruk rupa, cermin dibelah,” tegasnya.

Baca Juga  Jika Tak Puas Covid-19 Masyarakat Salahkan Pemerintah, Megawati: Enak Saja!

Mulyanto menyayangkan sikap pemerintah yang sering blunder dan tidak scientific based dalam penanggulangan Covid-19.

Ia pun mengaitkan sejumlah pernyataan pejabat pemerintah salah satunya Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengaku, baru mengetauhi pentingnya tracing dalam penanggulangan Covid-19.

“Padahal, pandemi ini sudah berjalan hampir dua tahun. Kini Luhut kembali membuat kebijakan yang membingungkan yaitu ingin menghapus data kematian sebagai indikator penanggulangan Covid-19,” tutur dia.

Ia pun heran akan alasan Luhut yang menyebut, indikator kematian akan dihapus lantaran proses input data kematian Covid-19 terjadi kesalahan, sehingga data itu tidak akurat.

Padahal, menurut Mulyanto, jika masalahnya adalah kekeliruan input, maka yang perlu dilakukan adalah verifikasi ulang data yang ada.

“Jangan indikatornya yang dihilangkan,” tegasnya.

Ia mengingatkan pemerintah, jangan ingin terlihat memiliki kinerja yang baik, tetapi dengan jalan pintas memoles data atau window dressing yang berlebihan.

Baca Juga  Ambroncius Nababan Sambangi Bareskrim Terkait Rasisme ke Natalius Pigai

Bahkan, lanjut dia, dengan jalan atau cara menghapus seluruh data yang ada terkait penanggulangan Covid-19.

“Pemerintah jangan akal-akalan dengan data. Misalnya, ingin angka kasus positif harian rendah, maka diupayakan dengan mengurangi jumlah testing. Atau karena melihat angka kematian, yang jelek atau tidak akurat, maka dihapus saja indikator kematian Covid-19 dan lainnya,” jelas dia.

Ia menekankan kembali agar pemerintah memperbaiki data yang dianggap tidak akurat tersebut, bukan malah membuang indikatornya.

Pasalnya, Mulyanto berpendapat bahwa belum ada indikator pengganti atau indikator lain yang dapat mengukur fatalitas akibat Covid-19 selain indikator kematian.

“Sebaiknya pemerintah tidak menyembunyikan data kematian karena Covid-19 ini,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 karena adanya masalah dalam input data yang disebabkan akumulasi dari kasus kematian di beberapa minggu sebelumnya.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (9/8/2021).

Dengan dikeluarkannya angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 karena ada problem pendataan, terdapat 26 kota dan kabupaten yang level PPKM-nya turun dari level 4 menjadi level 3.

“Dalam penerapan PPKM level 4 dan 3 yang dilakukan pada tanggal 10 sampai 16 Agustus 2021 nanti, terdapat 26 kota atau kabupaten yang turun dari level 4 ke level 3. hal ini menunjukkan perbaikan kondisi di lapangan yang cukup signifikan,” kata Luhut.

“Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang. Sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian,” lanjut Luhut.

Sumer: kompas.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan