Fredrich Yunadi Melawan Lagi, KPK Tak Segan Hadapi

Terdakwa kasus merintangi penyidikan kasus KTP Elektronik, Fredrich Yunadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (15/3/2018). (Foto: ANTARA /Sigid Kurniawan) Baca selengkapnya di artikel “Sensasi Fredrich Yunadi setelah Divonis 7 Tahun Penjara “, https://tirto.id/cNeq

IDTODAY NEWS – Kini giliran seorang Fredrich Yunadi memantapkan diri melawan hukuman yang telah inkrah. Mantan kuasa hukum dari Setya Novanto itu mengajukan peninjauan kembali (PK) atas perkara yang membuatnya mendekam di terungku 7,5 tahun lamanya.

Untuk menyegarkan ingatan ada baiknya mengulang kembali perkara apa yang menjerat Fredrich. Bermula pada pertengahan November 2017 saat Novanto yang berstatus sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tiba-tiba dikabarkan mengalami kecelakaan.

Mobil yang ditumpangi Novanto saat itu menabrak tiang lampu. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu lantas dilarikan ke rumah sakit tepatnya di RS Medika Permata Hijau.

“Benjol besar kepalanya. Tangannya berdarah semua. Benjol seperti bakpao,” kata Fredrich pada Kamis, 16 November 2017.

Proses hukum tetap berlanjut untuk Novanto. Pada akhirnya Novanto ditahan setelah KPK mendapatkan pertimbangan medis mengenai kondisi kesehatan Novanto.

Ternyata setelahnya KPK tidak berhenti di situ. Peristiwa kecelakaan Novanto hingga akhirnya berada di rumah sakit itu ditelisik KPK lebih lanjut. KPK menduga ada perbuatan perintangan penyidikan terhadap Novanto.

Titik terang mulai muncul pada Selasa, 9 Januari 2018. Saat itu KPK mengajukan izin pencegahan ke luar negeri untuk 4 orang yaitu Fredrich Yunadi, Hilman Mattauch, Reza Pahlevi, dan Achmad Rudyansyah.

Fredrich Ditetapkan sebagai Tersangka

Sehari selepasnya KPK memberikan konfirmasi bila Fredrich telah berstatus tersangka tetapi Fredrich saat itu tidak langsung ditahan KPK. Namun setelahnya Fredrich tidak pernah memenuhi panggilan penyidik KPK hingga pada Sabtu, 13 Januari 2018 Fredrich ditangkap.

“Tadi berhasil dibawa dan akan diproses lebih lanjut secara intensif. Nanti kita akan sampaikan lagi terkait dengan apakah dilakukan penahanan,” ujar Febri Diansyah yang saat itu menjabat sebagai Kabiro Humas KPK.

Proses hukum pun berlangsung bagi Fredrich. Dalam perjalanannya KPK juga menjerat dokter Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka dalam skenario kesehatan Novanto.

Drama ‘Bakpao’ di Sidang

Lantas pada 9 Februari 2018 Fredrich resmi duduk di kursi pesakitan. Drama dimulai. Urusan ‘bakpao’ dari keterangan Fredrich saat kecelakaan Novanto sempat menjadi pembahasan dalam persidangan. Sampai-sampai Fredrich pernah merasa malu karena dicap sebagai pengacara ‘bakpao’. Padahal, menurut Fredrich, keterangan ‘bakpao’ itu diakuinya didapat dari pernyataan ajudan Novanto yang saat kejadian bersama Novanto.

“Terus, kepalanya itu bengkak, baret. Tangannya juga berdarah. Saya selalu itu menurut keterangan ajudan. Saya selalu ingat itu menurut keterangan ajudan kondisinya begitu. ‘Seberapa gede pak (benjolnya)?’ Ya seginilah, seperti bakpao,” ucap Fredrich.

“Makanya penuntut umum paling senang, tiap hari nanya bakpao. Nanti saya kirim ya, 10 lusin, saya kasih 10 lusin bakpao karena bapak antusias sekali sama bakpao. Itu karena kebiasaan saya sebagai orang daerah,” imbuh Fredrich.

Baca Juga  Mahfud MD Tanya, Sebutkan Satu saja Ulama yang Dikriminalisasi, Gak Ada yang Jawab

Meski mengelak, Fredrich tetap berargumen tentang urusan ‘bakpao’ itu. Fredrich menyebut ukuran bakpao bermacam-macam, mulai dari kecil, sedang, hingga besar. Fredrich juga sampai membawa bakpao di sidang untuk ditunjukkan ke hadapan majelis hakim. Namun berbagai bantahan Fredrich itu selalu dipatahkan jaksa.

Jaksa pada akhirnya menuntut Fredrich dengan tuntutan 12 tahun penjara. Fredrich selaku advokat yang merupakan penegak hukum dianggap jaksa justru melakukan tindakan tercela dan menghalalkan segala cara membela kliennya. Kemudian, Fredrich yang berpendidikan tinggi dinilai jaksa malah menunjukkan sikap tak pantas dan bahkan terkesan menghina pihak lain. Dalam beberapa kali persidangan, Fredrich memang kerap beradu pendapat dengan jaksa hingga sering ditegur hakim.

Kesalahan Fredrich Menurut KPK

Dalam surat tuntutannya pada 31 Mei 2018 KPK membeberkan mengenai kesalahan Fredrich. Apa saja?

  1. Fredrich membuat rencana Setya Novanto dirawat di rumah sakit agar tidak bisa diperiksa dalam kasus proyek e-KTP oleh penyidik KPK. Fredrich menghubungi dokter Bimanesh Sutarjo karena kliennya ingin dirawat di RS Medika Permata Hijau.
  2. Fredrich meminta Bimanesh mengubah diagnosis hipertensi menjadi kecelakaan. Padahal Setya Novanto sebelumnya berada di gedung DPR dan kawasan Bogor.

Drama masih berlanjut saat Fredrich membacakan nota pembelaan hingga ribuan halaman. Namun pada akhirnya majelis hakim menjatuhkan hukuman selama 7 tahun penjara untuk Fredrich karena terbukti menghalangi penyidikan KPK terhadap Novanto.

Baca Juga  Kiai Se-Banten Tolak Omnibus Law; Sudahlah, Presiden Terbitkan Perppu Saja

Fredrich mengajukan perlawanan saat itu melalui banding hingga kasasi. Saat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, vonis Fredrich tetap sama yaitu 7 tahun penjara. Sedangkan saat kasasi di Mahkamah Agung (MA), hukuman Fredrich malah bertambah.

MA menambah hukuman Fredrich selama 6 bulan penjara. Total, ia harus menghuni penjara selam 7,5 tahun.

Fredrich Melawan Lagi

Ternyata Fredrich belum menyerah. Diketahui Fredrich mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 Oktober 2020.

Dicek dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Jakarta Pusat, Fredrich melalui kuasa hukumnya mengajukan PK ke PN Jakpus. Sidang PK pun rencananya bakal digelar pada Jumat, 28 Oktober 2020.

Merespons hal itu KPK pun tidak ambil pusing. KPK tetap akan menghadapi perlawanan Fredrich lagi.

“Tanggapan adanya permohonan PK oleh terpidana Fredrich, PK merupakan hak terpidana oleh karena itu silakan diajukan. Tentu nanti jaksa KPK juga akan memberikan pendapat terkait dalil dan alasan yang diajukan oleh pemohon PK,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Rabu (21/10/2020).

Ali mengatakan KPK yakin majelis hakim Pengadilan Tipikor tingkat pertama sampai dengan Kasasi telah mempertimbangkan fakta-fakta dan alat bukti yang ada dalam menjatuhkan putusan. Untuk itu, ia berharap MA mempertimbangkan harapan publik agar ada putusan yang memberikan efek jera terhadap koruptor.

Sumber: detik.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan