Heboh! Palm Oil Monitor Tuding Norwegia Diam-Diam Danai Kampanye Tolak Omnibus Law Di Indonesia

Gambar tangkapan layar dari artikel asli yang dimuat di Palm Oil Monitor/RMOL

IDTODAY NEWS – Indonesia menjadi sorotan di panggung internasional sejak beberapa waktu terakhir. Tepatnya setelah Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja disahkan di DPR dan memicu gelombang unjuk rasa, baik di Jakarta maupun sejumlah daerah lainnya.

Aksi unjuk rasa terbaru terjadi pada awal pekan ini (Senin, 13/10), di mana ribuan orang turun ke jalanan di ibukota untuk menyuarakan penentangan akan Omnibus Law. Aksi yang juga dikenal dengan sebutan aksi 1310 ini diwarnai oleh sejumlah insiden dan gesekkan antara pendemo dengan petugas keamanan.

Di tanggal yang sama, muncul artikel di situs yang menyebut diri mereka sebagai Palm Oil Monitor, palmoilmonitor.org, yang berjudul “Why Is Norway Secretly Funding Attacks Against President Jokowi’s Omnibus Law?”.

Artikel ini mengundang sorotan tersendiri di tengah memanasnya isu Omnibus Law di Indonesia. Pasalnya, artikel ini menuding adanya keterlibatan Norwegia dalam aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law yang terjadi di Indonesia.

Dalam pembukaan artikel tersebut dijelaskan bahwa Omnibus Law memiliki 79 undang-undang dengan 1.244 pasal yang mencakup undang-undang ketenagakerjaan, perpajakan, pendaftaran bisnis, dan banyak lagi.

Menurut artikel tersebut, di dalam negeri Indonesia, mereka yang mendukung, memandang Omnibus Law sebagai proses reformasi yang sangat dibutuhkan untuk labirin legislatif dan sistem peraturan Indonesia. Sedangkan mereka yang mengkritik Omnibus Law melihatnya sebagai cara untuk melucuti perlindungan pekerja.

Baca Juga  Menteri Baru Jokowi, Rocky Gerung: Ini Kabinet Kelurahan, Kabinet Mencekam

Namun kacamata pers internasional melihat dari sudut pandang lain. Masih kata artikel yang sama, liputan media internasional terkait dengan Omnibus Law ini lebih cenderung bernuansa lingkungan dan bernada anti-kelapa sawit. Terlebih jika merujuk pada aspek penyederhanaan aturan penilaian dampak lingkungan, yang dikenal sebagai AMDAL, yang juga tertuang dalam Omnibus Law tersebut.

Kritik soal soal Omnibus Law tersebut pun bukan hanya mengundang reaksi dari Indonesia, tapi juga dari pihak asing. Salah satunya adalah Mighty Earth. Ini adalah organisasi kampanye lingkungan global yang berbasis di Amerika Serikat, yang bekerja untuk melindungi hutan, melestarikan lautan, dan mengatasi perubahan iklim.

Artikel yang sama menyebut bahwa Mighty Earth, telah memimpin kampanye internasional menentang Omnibus Law di Indonesia.

Selama enam minggu terakhir, kata artikel tersebut, Mighty Earth telah mengeluarkan tidak kurang dari tiga pernyataan menentang Omnibus Law dan menyerukan kepada Presiden RI Joko Widodo untuk menghentikannya. Alasannya adalah karena Omnibus Law akan merusak moratorium presiden, sehingga, industri kelapa sawit dan perusahaan besar internasional pun harus secara terbuka menentangnya.

Baca Juga  Risma Marahi Puluhan Pelajar SMP karena Ikut Demo Omnibus Law

Tidak berhenti sampai di situ, artikel yang sama menjelaskan bahwa Mighty Earth, yang terhubung dengan cabang dari firma lobi yang didirikan oleh mantan anggota Kongres Amerika Serikat Henry Waxman, telah secara aktif menyebarkan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja (sebelum diloloskan DPR) di sejumlah media Amerika Serikat seperti New York Time, serta outlet berita internasional seperti BBC dan DW.

Artikel di Palm Oil Monitor tersebut mengkritisi apa yang dikritik oleh Mighty Earth. Pasalnya, baru-baru ini, Mighty Earth dipaksa untuk mengungkapkan dana rahasia mereka oleh Pemerintah Norwegia untuk melakukan aktivitas anti-kelapa sawit.

“Inilah pertanyaannya: mengapa Pemerintah Norwegia membayar beberapa organisasi Amerika Serikat untuk menentang proses pembuatan undang-undang Indonesia dengan kedok kampanye anti-minyak sawit?” begitu pertanyaan yang disoroti oleh artikel tersebut.

Lebih lanjut Palm Oil Monitor, dalam artikel tersebut, mempertanyakan soal “intervensi” Norwegia dalam urusan domestik Indonesia.

Dijelaskan dalam artikel tersebut bahwa kerja sama bilateral Norwegia dengan Indonesia telah didokumentasikan dengan baik. Dukungan mereka untuk moratorium Presiden didukung oleh pemerintah Indonesia dan telah berjalan dengan baik. Insentif finansial Norwegia untuk mengurangi deforestasi di Indonesia juga menghasilkan pembayaran ke Indonesia.

Baca Juga  UU Cipta Kerja Disahkan: Jatah Libur Buruh Cuma 1 Hari dalam Sepekan

Namun, kerja sama ini dirusak awal tahun ini ketika Rainforest Foundation yang didukung oleh Pemerintah Norwegia menulis laporan yang menyerang bahan bakar nabati Indonesia dan perjanjian perdagangan bebas antara kedua negara.

Dalam surat, yang diklaim telah dilihat oleh Palm Oil Monitor, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia menulis kepada para pemangku kepentingan kelapa sawit Indonesia bahwa, “Selama kemitraan kami, Indonesia telah menerapkan sejumlah reformasi kebijakan untuk meningkatkan praktik tata guna hutan dan lahannya. Indonesia sekarang telah memberikan hasil dalam pengurangan deforestasi… Kemitraan kami tampaknya berada di jalur yang benar… Fakta bahwa laporan tersebut telah menerima dukungan keuangan Norwegia tidak berarti kami setuju atau bertanggung jawab atas kesimpulannya.” Begitu kata artikel Palm Oil Monitor.

Menurut artikel tersebut, surat itu dan kampanye tolak Omnibus Law yang gencar dilakukan oleh Mighty Earth (yang diduga didanai oleh pemerintah Norwegia – menurut Palm Oil Monitor), tampak bertolak belakang.

Dengan kata lain, Norwegia dengan tidak percaya menyatakan bahwa mereka tidak mendukung pesan tersebut, tetapi siap untuk mendukungnya secara finansial. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang lebih besar.

Setidaknya ada tiga pertanyaan yang diungkapkan dalam artikel tersebut.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan