IDTODAY NEWS – Kritik masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo melalui mural “Jokowi: 404 Not Found” menuai polemik, lantaran ditanggapi secara serius oleh pemerintah dengan meminta aparat keamanan memburu pembuatnya.

Hal ini menggelitik Ketua Pusat Studi Industri Kreatif Pasca Sarjana Universitas Airlangga (Unair), Igak Satrya Wibawa, untuk ikut angkat bicara. Namun, ia fokus membahas mengenai makna mural dalam studi ilmu komunikasi.

Ia menjelaskan, secara harfiah mural merupakan salah satu bentuk streetart yang menjadi media komunikasi masyarakat dalam menyampaikan pesan, harapan dan kritik kepada pihak-pihak dengan privilege atau kekuasaan tertentu.

Secara makna, Igak mengatakan, mural memiliki kesamaan dengan baliho-baliho politisi yang terpampang di pinggiran jalan, karena isinya juga memiliki pesan sosial bagi yang melihatnya.

“Mural berisi kritik sosial sama halnya dengan baliho yang berisi pesan-pesan politis, yakni sama-sama memanfaatkan ruang publik sebagai saluran penyampaian pesan,” ujar Igak yang dikutip laman Unair News pada Jumat (20/8).

Jika dikaitkan dengan hal etika, Igak memandang mural sebagai media yang sepatutnya tidak digunakan masyarakat. Karena public property idealnya tidak dapat dipakai tanpa adanya izin. Namun menurutnya, keterkaitan etika tersebut menjadi paradoks jika dilihat dari dimensi perlawanan.

Baca Juga  Padahal Karya Seni, Anis Matta Nilai Pemerintah Paranoid Terhadap Mural

“Untuk itu agak susah bila kita menghadapkan seni dan aturan, karena dalam seni kadang harus membenturkan keduanya,” imbuhnya.

Dari situ, Igak juga menegaskan bahwa mural bisa dikatakan sebagai salah satu media paling efektif bagi masyarakat saat ini, yang semakin sulit mendapatkan ruang dalam mengkritik. Bahkan berbeda dengan baliho para politisi yang sudah barang tentu sebagai satu keistimewaan yang dimiliki segelintir orang.

Baca Juga  KPK Pastikan Dalami Dugaan Keterlibatan Puan Maharani dalam Kasus Suap Bansos

“Mereka yang official punya kuasa, wewenang dan memiliki privilege tertentu menggunakan baliho. Sedangkan masyarakat yang tidak memiliki privilege dan melihat ruang-ruang penyampaian pendapat banyak tersumbat di sana-sini, akhirnya memilih mural sebagai media yang frontal dan efektif dalam menyampaikan pesan,” tandasnya.

Sumber: rmol.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan