Soal Temuan Ombudman Terkait TWK, Ketua KPK: Kami Akan Ambil Sikap

Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers penahanan tersangka Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudi Hartono Iskandar terkait dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur tahun 2019 pada Senin (2/8/2021)(KOMPAS.com/ IRFAN KAMIL)

IDTODAY NEWS – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan telah mempelajari laporan hasil pemeriksaan (LHP) Ombudsman Republik Indonesia terkait alih status pegawai KPK lewat tes wawasan kebangsaan (TWK).

Firli mengatakan, KPK akan mengambil sikap dan memberi jawaban kepada Ombudsman terkait LHP tersebut.

“Khusus yang ini, KPK sudah mempelajari atas laporan hasil pemeriksaan ORI. KPK akan mengambil sikap dan nanti akan disampaikan kepada publik bagaimana sikap KPK atas LHP ORI itu, termasuk KPK pun akan memberikan jawaban terhadap Ombudsman RI,” kata Firli dalam konferensi pers, Senin (2/8/2021).

Pada prinsipnya, kata dia, KPK akan mengikuti proses sesuai hukum yang berlaku.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, kata Firli, satu poin yang harus dipahami bersama adalah Indonesia merupakan negara hukum.

Maknanya, kata dia, hukum itu adalah panglima dan yang paling dikedepankan.

“Seketika suatu persoalan sudah masuk ranah hukum, maka tentu ada independensi hukum,” kata Firli.

“Jadi kewenangan lain harus tunduk pada hukum, karena itu KPK mengambil sikap menegakan dan hormati hukum,” ucap dia.

Selain itu, Firli menuturkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini juga sedang melakukan pemeriksaan atas gugatan beberapa pihak. Kemudian, ada juga yang melakukan gugatan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA).

“Kita patuhi, karenanya kekuasan kehakiman disebut bebas dan merdeka, kenapa? karena kita meletakkan segala sesuatunya hukum adalah yang tertinggi,” ujar Firli.

“Jadi kita harus sampaikan ini, sikap kita adalah menegak hormati sistem-sistem kita yang mengedepankan hukum, saya kira itu,” tutur dia.

Malaadministrasi berlapis

Ombudsman RI telah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang di dalamnya terdapat temuan terkait tindakan malaadministrasi dalam penyelenggaraan proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Dalam konferensi persnya, Rabu (21/7/2021) anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan beberapa temuan, antara lain maladministrasi yang dilakukan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena melakukan kontrak back date.

Kontrak back date dilakukan dengan menuliskan tanggal mundur yang tidak sesuai dengan tanggal penandatanganan kontrak.

Nota kesepahaman ditandatangani 8 April 2021, sedangkan kontrak swakelola 20 April 2021.

Namun, tanggal penandatanganan itu diganti untuk menunjukkan seolah dua surat tersebut telah ditandatangani 3 bulan sebelumnya, yaitu 27 Januari 2021.

Baca Juga  Menteri Sosial Tersandung Bansos, Gde Siriana: Apa Yang Diharapkan Dari Rezim Seperti Ini?

Sehingga, pelaksanaan TWK pada 9 Maret 2021 dilaksanakan tanpa adanya dua surat kontrak tersebut.

“Ini penyimpangan prosedur yang buat kami cukup serius, baik dalam tata kelola suatu lembaga dan terkait masalah hukum,” ucap Endi.

Kemudian, keputusan KPK terkait penonaktifan 75 pegawai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pembebastugasan 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) itu tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.

SK tersebut ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021.

Berdasarkan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), MK menyatakan pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan hak pegawai KPK.

Kemudian, MK mengatakan, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan.

Selain itu, Endi menuturkan, KPK juga telah mengabaikan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait pelaksanaan TWK.

Pada Senin (17/5/2021), Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK.

Baca Juga  Soal Blusukan Risma, Anies Baswedan Minta Cek Identitas Tunawisma hingga Buat Wagub DKI Heran

Kepala Negara juga meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.

Namun, SK tersebut tidak juga dibatalkan. Bahkan KPK akan memberhentikan 51 pegawai karena tidak lolos TWK.

Sedangkan, 24 pegawai akan mendapat pendidikan wawasan kebangsaan agar bisa menjadi ASN.

Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi KPK dengan lima lembaga lain pada 25 Mei 2021.

Kelima lembaga itu yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

“Bentuk pengabaian KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun kuasa eksekutif terhadap penyataan Presiden,” kata Endi.

Bentuk malaadministrasi lainnya yakni terkait Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 tahun 2021.

Sebab, Endi menuturkan, dalam Perkom tersebut tidak tercantum konsekuensi yang mesti ditanggung pegawai yang tidak lolos TWK.

Padahal, peraturan itu menjadi salah satu dasar hukum pelaksanaan TWK.

“Tidak diatur konsekuensi tersebut (TWK) dalam peraturan KPK,” ucapnya.

Sumber: kompas.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan