Kategori
Politik

Rafael Alun Trisambodo Mangkir dari Pemanggilan Proses Administrasi Pemecatan Sebagai ASN

IDTODAY NEWS – Eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo mangkir dari proses administrasi pemecatan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Hal ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara Menteri Keuangan (Jubir Menkeu), Yustinus Prastowo. “Administrasinya kan harus ada pemanggilan dua kali yang bersangkutan harus tanda tangan,” kata dia, di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (13/3/2023).

Oleh karena itu, Prastowo mengatakan pihaknya sementara ini tengah menunggu sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Kabarnya, pada pemanggilan pertama Rafael mangkir dengan alasan ada halangan.

Namun tidak dijelaskan bentuk halangan apa yang menyebabkan dia berani tidak hadir dalam proses administrasi pemecatan ASN. “Untuk yang pertama tidak hadir karena ada halangan.

Kedua kita tunggu dulu, kalau yang kedua tidak hadir langsung ditanda-tangani SK (surat keputusan),” pungkasnya. Hal ini dapat dilakukan karena aturan yang berlaku adalah keputusan dapat diambil apabila yang bersangkutan terus mangkir dari proses administrasi.

Sebelumnya, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Awan Nurmawan Nuh menegaskan bahwa pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT) resmi dipecat oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

“Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan merekomendasikan untuk memecat saudara RAT, usulan sudah disampaikan dan Menteri (Sri Mulyani) sudah menyetujui,” kata dia.

Pemecatan ini dilakukan karena RAT terbukti bersalah karena tidak melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dengan benar. “Dia tidak patuh membayar pajak, memiliki gaya hidup pribadi dan keluarga yang tidak sesuai dengan kepatuhan dan kepatutan ASN,” jelasnya.

Bahkan kasus anaknya yakni Mario Dandy Satriyo yang terlibat dalam kasus penganiayaan seorang remaja bernama Cristalino David Ozora hingga tidak sadarkan diri turut menjadi penyebab Rafael dipecat dari jabatannya.

“RAT juga telah menjadi perantara yang menimbulkan konflik, terdapat informasi lain yang diindikasikan adanya saudara RAT menyembunyikan harta kekayaan,” tegasnya.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh pihak Irjen Kemenkeu, RAT telah melanggar sejumlah peraturan yang telah ditetapkan. “Terdapat pula hasil sewa yang belum dilaporkan, tidak semua dilaporkan harta berupa uang tunai dan bangunan, sebagian aset menggunakan pihak afiliasi,” pungkasnya.

Sumber: tvOne

Kategori
Politik

Sri Mulyani Bakal Umumkan Hasil Investigasi Harta Tak Wajar 69 ASN Kemenkeu

IDTODAY NEWS – Hasil investigasi terhadap 69 Pegawai Negeri Sipil (ASN) Kementerian Keuangan yang dianggap memiliki jumlah harta tidak wajar akan diungkapkan pekan depan.

Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (11/3/2023).

“Ini sedang dilakukan investigasi lebih lanjut, nanti Pak Wamen dan Itjen akan melaporkan kepada publik setelah melapor kepada saya,” kata Sri Mulyani. Sri Mulyani menambahkan bahwa sudah satu minggu sejak pihaknya melakukan investigasi 69 PNS Kemenkeu yang tergolong dalam kategori risiko tinggi dan risiko menengah terlibat dalam transaksi janggal karena memiliki jumlah harta di atas kewajaran.

Diagnosis kepada 69 pegawai tersebut, lanjutnya, didapatkan setelah Kemenkeu melakukan sejumlah identifikasi.

Baik dari segi kecocokan dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), laporan hasil audit, tingkah laku, hingga media sosial. “Informasi dari kami, 29 untuk risiko tinggi dan 68 pegawai yang risiko menengah. Sudah seminggu ini dipanggil dan memperdalam semua yang masuk ke risiko tinggi dan menengah,” katanya.

“Risiko rendah bukannya tidak kita perhatikan tapi sekarang ini resource-nya sedang fokus kejar-kejaran dengan waktu,” tambahnya. Kendati pihaknya menggunakan asas praduga tak bersalah kepada 69 pegawai tersebut, namun ia menegaskan bahwa pihaknya juga menggunakan asas kepatutan dan kepantasan.

“Saya sampaikan walaupun uang itu halal, kalau dianggap tidak patut oleh masyarakat bertindak seperti itu kami dari Kementerian Keuangan meminta seluruh jajaran Kementerian Keuangan untuk memperhatikan asas kepatutan dan kepantasan,” tegasnya.

Lebih lanjut Sri Mulyani juga berterima kasih kepada PPATK, aparat penegak hukum, hingga media dan warganet yang turut mengawasi dan mengungkapkan kejanggalan terhadap harta pegawai Kemenkeu.

Sebagai bentuk transparansi ia berjanji akan senantiasa menyampaikan perkembangan terhadap hasil investigasi terkait kejanggalan harta di lingkungannya. “Sebagai transparansi, akuntabilitas saya akan sampaikan keterangan kepada media setiap kali ada perkembangan.

Untuk langkah-langkah hukum yang dilakukan aparat penegak hukum, kami mendukung 100 persen. Kami akan mendukung dan mensinkronkan dengan apa yang dilakukan dalam langkah penegakan hukum,” pungkasnya.

266 Surat dari PPATK Soal Harta Tak Wajar Sudah Ditindaklanjuti .

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan pihaknya telah menindaklanjuti 266 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Dari surat-surat tersebut, kita telah melakukan tindak lanjut, semuanya. Jadi kalau kemarin Pak Mahfud memberikan impresi seolah-olah tidak ada tindak lanjut, kami ingin meluruskan sore hari ini,” kata Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (11/3/2023).

Ia menyampaikan sebanyak 266 surat dari PPATK terkait dugaan harta tidak wajar di lingkup kerjanya sejak 2007 hingga 2023 tersebut, sebanyak 70 persen merupakan tindak lanjut atas permintaan Kemenkeu sendiri dan sisanya temuan dari PPATK.

“Sebetulnya, 185 adalah permintaan dari kami. Jadi kami yang meminta PPATK untuk menyampaikan informasi menyangkut biasanya suatu data dari ASN di bawah Kementerian Keuangan karena bertugas mengawasi, membimbing,” ucap Sri Mulyani.

Dari ratusan surat tersebut, lanjutnya, sebanyak 964 pegawai yang diidentifikasi diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.

Kemudian sebanyak 86 surat ditindaklanjuti dengan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) lantaran informasi dari PPATK belum cukup memadai.

Lalu, telah dilakukan audit investigasi kepada 126 kasus dan rekomendasi hukum disiplin diberikan kepada 352 pegawai yang mengacu pada UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 dan PP Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin ASN.

Kemudian, ada beberapa surat yang tidak bisa ditindaklanjuti karena pegawainya telah pensiun, tidak ditemukan informasi lebih lanjut atau tidak menyangkut pegawai yang bukan dari Kementerian Keuangan.

“Ada 16 kasus yang kami melimpahkan ke APH (Aparat Penegak Hukum) karena kami Kementerian Keuangan adalah bendahara negara, kami bukan aparat penegak hukum. Jadi dalam hal ini, jika ada kasus yang menyangkut tindakan hukum, itulah yang kami sampaikan kepada APH,“ jelasnya.

Lebih lanjut ia mengaku sangat senang mendapat dukungan dari Menkopolhukam Mahfud MD yang meyakinkan bahwa Kementerian Keuangan di bawah kepimimpinannya untuk melakukan tindakan yang konsisten dalam menegakkan hukum.

“Saya juga akan senang dalam kasus ini mendapat dukungan dan dorongan terus menerus dari Pak Mahfud maupun instansi lain PPATK, APH di dalam menjalankan tugas untuk membersihkan Kementerian Keuangan. Tidak ada yang tidak akan kita buka, semua kita buka,” tegas dia.

Sumber: tvonenews.com

Kategori
Politik

Dipecat sebagai ASN Kemenkeu, Rafael Dipastikan Tak Dapat Pensiun

IDTODAY NEWS – Sudah jatuh tertimpa tangga, ujar-ujaran yang menggambarkan nasib bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo (RAT). Tak hanya dipecat sebagai aparatur sipil negara (ASN), Rafael pun dipastikan tak akan mendapat pensiun.

Sebab, menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi, apa yang dilakukan RAT sudah masuk dalam kategori pelanggaran disiplin berat, berdasarkan hasil investigasi Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu.

“Karena ini pelanggaran berat maka konsekuensinya adalah pecat dan tidak dapat pensiun,” tegas Heru dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (8/3).

Berdasarkan hasil audit investigasi tim Itjen, ditemukan banyak pelanggaran berat, sehingga merekomendasikan pemecatan RAT dari status ASN. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun telah menyetujui pemecatan RAT.

Di antara hasil investigasi yang ditemukan adalah RAT tidak menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

RAT juga tidak melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) secara benar, tidak patuh dalam pelaporan dan pembayaran pajak, serta memiliki gaya hidup pribadi keluarga yang tidak sesuai dengan asas kepatutan dan kepantasan sebagai ASN.

Berdasarkan hal tersebut, Heru menambahkan, proses selanjutnya adalah melakukan langkah terkait administrasi kepegawaian. Pihak Kemenkeu pun telah memanggil RAT untuk menjalani proses pemeriksaan administratif melalui Direktorat Jenderal Pajak.

Untuk kemudian Kemenkeu melakukan finalisasi secepat mungkin. Yaitu proses pemecatan RAT sebagai ASN.

Adapun dasar yang dipakai dalam pemecatan RAT adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. PP ini mengatur antara lain mengenai kewajiban, larangan, dan hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Komisioner Harap Jokowi Pakai Rekomendasi Komnas HAM Sikapi Persoalan TWK KPK

IDTODAY NEWS – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) berharap Presiden Joko Widodo menggunakan rekomendasi Komnas HAM untuk menyelesaikan persoalan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan tidak masalah jika Jokowi mengambil sikap berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait terkait TWK dan alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Namun, rekomendasi Komnas HAM didasarkan temuan faktual bahwa ada pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam tes tersebut. Rekomendasi Komnas HAM berbeda dengan putusan MA dan MK.

“Jika disandingkan temuan faktual Komnas HAM maupun rekomendasinya, secara hukum berbeda dan tidak bisa disandingkan,” terang Anam dalam keterangan tertulis, Kamis (16/9/2021).

“Presiden masih berwenang dan bisa mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan TWK KPK. Temuan dan rekomendasi Komnas HAM tetap bisa dijadikan batu pijak untuk langkah tersebut,” jelas dia.

Anam mengungkapkan, Komnas HAM melakukan penyelidikan terkait pelaksanaan TWK tanpa memperhitungkan norma terkait alih status pegawai KPK yang diputuskan oleh MA dan MK.

Tapi, MA dan MK juga tidak menjadikan hasil temuan Komnas HAM sebagai salah satu pertimbangan putusan.

“Oleh karenanya temuan faktual dan rekomendasi Komnas HAM masih berdiri sendiri dan tidak terpengaruh oleh putusan tersebut,” katanya.

Terakhir Anam berharap Jokowi mengambil langkah menindaklanjuti hasil TWK pegawai KPK dengan menggunakan rekomendasi Komnas HAM.

“Sebagai wujud tata kelola negara konstitusional. Fakta-fakta adanya pelanggaran HAM dan penyelenggaraan TWK tersebut penting untuk ditindaklanjuti sesuai rekomendasi Komnas HAM oleh Presiden,” Imbuh dia.

Diketahui dalam pernyataannya, Rabu (15/9/2021) Presiden Joko Widodo minta tidak ditarik-tarik dalam persoalan TWK pegawai KPK.

Jokowi menjelaskan bahwa sudah ada pihak yang bertanggung jawab atas proses tersebut.

Ia juga menyebut masih menunggu putusan MA dan MK untuk selesaikan persoalan itu.

Di sisi lain, buntut dari persoalan TWK adalah Pimpinan KPK yang memutuskan untuk memberhentikan 56 pegawai berstatus Tak Memenuhi Syarat (TMS) pada 30 September.

Sumber: kompas.com

Kategori
Politik

Firli Bahuri: Manajemen ASN dan Pengawasan Ketat, Kunci Tutup Ruang Jual Beli Jabatan

IDTODAY NEWS – Manajemen aparatur sipil negara (ASN) dan pengawasan sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci utama agar tidak terjadinya tindak pidana korupsi berupa jual beli jabatan.

Begitu disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri saat menjadi Keynote Speech di acara webinar KPK bertajuk “Jual Beli Jabatan, Kenapa dan Bagaimana Solusinya?” yang disiarkan di akun Youtube KPK, Kamis sore (16/9).

Dalam acara yang juga dihadiri oleh Menpan RB, Tjahjo Kumolo ini, Firli menjelaskan bahwa dalam pencegahan Korupsi, KPK mengembangkan program Monitoring Center for Prevention (MCP).

“Setidaknya program-program ini adalah tatacara untuk mengatasi sering terjadinya rentan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara,” ujar Firli seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Kamis sore (16/9).

Khusus terkait dengan jual beli jabatan kata Firli, setidaknya ada beberapa program yang dikembangkan oleh KPK. Di antaranya, manajemen ASN.

“Bilamana manajemen ASN kita letakkan pada posisi yang tepat, dan kita pedomani, serta kita jadikan sebagai tatacara disiplin pengelolaan ASN, maka tentu lah jual beli jabatan tidak akan terjadi,” kata Firli.

Karena kata Firli, dalam rangka manajemen ASN, diwajibkan untuk memenuhi dan menjalankan azas-azas umum pemerintahan yang baik.

“Saya ingin katakan disini, bahwa tidak akan pernah terjadi jual beli jabatan apabila seleksi jabatan, pembinaan sumber daya manusia dilaksanakan secara profesional, akuntabel, transparan, kompetitif, kejujuran dan juga dilaksanakan sebagaimana mestinya,” jelas Firli.

Selanjutnya kata Firli adalah, pengawasan terkait SDM dan pembinaan SDM.

“Apa yang bisa kita kerjakan, tidak ada kecuali kita melakukan pengawasan yang ketat. Kita melibatkan aparat pengawas intern pemerintah (APIP). Bisa juga kita melibatkan aparatur pengawas eksternal,” terang Firli.

Dalam rangka pencegahan jual beli jabatan sambung Firli, bisa dicegah sedini mungkin dengan menerapkan azas-azas umum pemerintahan yang baik.

“Pastikan semua berjalan sesuai dengan merit system, yang ketiga adalah lakukan pengawasan secara ketat tidak hanya oleh pengawas internal tetapi juga melibatkan pengawas eksternal,” tutur Firli.

Yang paling penting kata Firli, yaitu pengawasan yang dilakukan secara bertahap. Mulai dari perencanaan, pengesahan kebijakan, implementasi kegiatan, maupun dalam rangka pengawasan akhir kebijakan dilaksanakan.

“Sehingga menutup ruang untuk tidak terjadinya tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jual beli jabatan,” pungkas Firli.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Presiden Diminta Temui Ombudsman dan Komnas HAM Sebelum Bersikap Soal TWK Pegawai KPK

IDTODAY NEWS – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo segera melakukan pertemuan dengan Ombudsman dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), sebelum mengambil sikap terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Sebab jika tidak, ICW khawatir ada kelompok lain yang menyelinap dan memberikan informasi keliru kepada Presiden terkait isu KPK,” terang peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Kamis (16/9/2021).

Menurut dia, Ombdusman dan Komnas HAM adalah dua lembaga yang telah menemukan dan mengurai secara rinci berbagai permasalahan yang ada dalam penyelenggaraan TWK.

“Di antaranya maladministrasi dan pelanggaran hak asasi manusia,” kata dia.

Kurnia berharap Jokowi tidak mengikuti sikap para pimpinan KPK yang memutuskan untuk memberhentikan 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK.

Dalam pandangan Kurnia, para pimpinan KPK telah keliru menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara ini.

“Dua putusan itu hanya berbicara soal TWK secara formil, belum menyentuh aspek materiil. Mestinya agar penilaiannya objektif, implementasi kebijakan TWK juga harus merujuk pada temuan Ombudsman dan Komnas HAM,” ungkapnya.

Kurnia menegaskan ada sejumlah konsekuensi serius jika Jokowi hanya menganggap polemik TWK ini persoalan administrasi kepegawaian semata, dan mengembalikan kewenangan pada KPK.

“Pertama, Presiden tidak konsten dengan pernyataannya sendiri. Sebab pada pertengahan Mei lalu, Presiden secara khusus mengatakan bahwa TWK tidak serta merta dijadikan dasar memberhentikan pegawai,” jelas Kurnia.

Kedua, lanjut dia, Jokowi tidak memahami permasalahan utama di balik TWK.

“Penting untuk dicermati oleh Presiden, puluhan pegawai KPK diberhentikan secara paksa dengan dalih tidak lolos TWK,” imbuh dia.

“Padahal di balik TWK ada siasat yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas di KPK,” sambung Kurnia.

Konsekuensi berikutnya, papar Kurnia, Jokowi sama sekali tidak berkontribusi pada penguatan KPK. Sebab pada tahun 2019, Jokowi telah menyetujui revisi Undang-Undang KPK.

“Padahal Presiden punya kewenangan untuk tidak melakukan hal-hal tersebut. Sama seperti saat ini, berdasarkan regulasi, Presiden bisa menyelamatkan KPK dengan mengambil alih kewenangan birokrasi di lembaga antirasuah itu,” imbuh dia.

Terakhir, Jokowi akan dinilai abai pada isu pemberantasan korupsi. Sebab penegakan hukum yang dilakukan KPK menjadi indikator utama masyarakat menilai komitmen negara untuk memberantas korupsi.

Kurnia mengungkapkan, jika Jokowi memilih untuk tidak mengambil sikap terkait polemik TWK ini, masyarakat akan memberi rapor merah padanya karena mengesampingkan isu pemberantasan korupsi.

“Jangan lupa indeks Persepsi Korupsi Indonesia sudah anjlok tahun 2020. Ini membuktikan kekeliruan Presiden dalam menentukan arah pemberantasan korupsi,” pungkas dia.

Diketahui KPK memutuskan untuk memberhentikan 56 pegawai yang tak lolos TWK pada 30 September 2021 nanti.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Rabu (15/9/2021).

Marwata menjelaskan bahwa 56 pegawai tersebut akan diberhentikan dengan hormat oleh KPK.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa dirinya tidak akan banyak berkomentar menanggapi polemik TWK. Ia masih menunggu putusan MK dan MA mengenai persoalan ini.

“Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK,” ucap Jokowi ketika bertemu sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Negara, Rabu, dilansir dari pemberitaan Kompas TV.

Di sisi lain MA telah menolak permohonan uji materi terkait aturan dasar pelaksanaan TWK, yaitu Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021.

Sementara itu MK juga menolak uji materi terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK terkait dengan alih status pegawai KPK.

Dua lembaga lain, yaitu Ombdusman menyatakan adanya tindakan maladministrasi dalam proses pelaksanaan TWK.

Sedangkan Komnas HAM menyatakan bahwa pelaksanaan asesmen tes itu penuh dengan pelanggaran hak asasi manusia.

Sebagai informasi TWK menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Ketentuan pegawai KPK untuk berstatus ASN diatur dalam revisi UU KPK, yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019.

Sumber: kompas.com

Kategori
Hukum

MK dan MA Sudah Putuskan soal TWK, Firli Bahuri: Seluruh Anak Bangsa Harus Mematuhinya

IDTODAY NEWS – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) tentang UU 19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dipatuhi seluruh anak bangsa.

Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua KPK, Firli Bahuri usai melakukan pelantikan terhadap 18 pegawai KPK yang sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai aparatur sipil negara (ASN). Ke-18 pegawai tersebut telah berhasil lolos melaksanakan diklat bela negara dan wawasan kebangsaan selama satu bulan di Universitas Pertahanan (Unhan) dan akhirnya dilantik menjadi ASN sesuai dengan UU19/2019 bahwa pegawai KPK adalah ASN pada hari ini, Rabu (15/9).

“Saatnya sekarang tentu kita semua sudah mengetahui secara terang benderang, semua proses yang sudah kita lalui dan akhirnya telah membuahkan hasil yang patut dan wajib kita laksanakan sebagai anak bangsa yang terikat dengan negara hukum,” ujar Firli saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu sore (15/9).

Sebagaimana UUD 1945 kata Firli, dimandatkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Karenanya sejak awal, KPK sepakat akan ikuti dan tunduk kepada seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“KPK juga tidak pernah menghalangi hak setiap anak bangsa untuk menyampaikan pendapat, untuk menyampaikan aspirasinya ataupun pengaduannya kepada lembaga-lembaga lain,” kata Firli.

Bahkan sambung Firli, KPK juga tidak pernah melarang dan juga tidak pernah menghalang-halangi niat baik seluruh anak bangsa.

“Karena kami berprinsip hukum adalah Panglima, sehingga putusan hukum lah yang kita ikuti yang harus kita jalankan,” kata Firli.

Terkait putusan MK dan MA kata Firli, pimpinan KPK sebagai pelaksana UU tentu harus melaksanakan putusan tersebut.

“Kami sungguh menghargai segenap pihak termasuk juga ada beberapa pegawai KPK yang telah menyalurkan hak konstitusionalnya untuk memohon pengujian tafsir terhadap UU 19/2019 dan Peraturan Komisi KPK 1/2021 pada jalur yang benar. Hari ini, kita harus melaksanakan sebagai anak bangsa yang tunduk taat dan setia kepada Pancasila, UUD 1945, pemerintah yang sah, dan juga NKRI,” jelas Firli.

Sumber: rmol.id