Kategori
Politik

Mengamandemen UUD 45 Demi Menambah Masa Jabatan Presiden Hanya Sebuah Narasi Konyol

IDTODAY NEWS – Memberikan kesempatan bagi sejumlah tokoh publik untuk menjadi calon presiden merupakan tindakan bijak terkait wacana amandemen UUD 1945 yang di dalamnya terdapat usulan penambahan masa jabatan presiden.

Pasalnya, dikhawatirkan akan terjadi chaos seperti yang terjadi pada 1998 silam jika pemerintah dan parlemen memaksa melakukan penambahan masa jabatan presiden melalui amandemen UUD 45.

Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie berpendapat, saat ini ada banyak tokoh bangsa yang potensial menjadi calon presiden. Maka dari itu seharusnya wacana penambahan periode kepala negara tak perlu dilanjutkan.

“Ini kita membangun sebuah narasi konyol mengamandemen UUD 45. Barangkali mereka orang yang ngigau sementara bermimpi tiga periode,” tegas Jerry dalam acara diskusi virtual bertema “Petik Pelajaran, Ngotot 3 Periode Presiden Guinea Digulingkan”, Rabu (14/9).

Jerry mengatakan, dampak terburuk bagi Indonesia dari wacana presiden 3 periode ini akan terasa terutama pada sistem demokrasi yang akan mengalami penurunan yang cukup drastis.

“Hati-hati chaos is coming, ketika kita mencoba menggolkan sebuah ide sesat. Ini ide sesat yang tentunya tidak konstitusional kita, merusak demokrasi. Ini hanya pencitraan politik yang sebetulnya kita gunting saja, enggak bisa terjadi,” tandasnya.

Selain Jerry Massie, acara diskusi ini juga menghadirkan sejumlah narasumber lain. Seperti Kepala Komunikasi Strategis Parta Demokrat, Herzaky Mahendra Putra; analis komunikasi politik, Hendri Satrio, dan Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Pangi Chaniago: Saya Turun Demo Kalau Ada Penambahan Jabatan Presiden

IDTODAY NEWS – Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago curiga wacana PPHN untuk amendemen UUD 45 ditunggangi kepentingan.

“Sehingga pintu masuknya amandemen. Pertanyaan siapa yg bisa menjamin tidak ada yg menunggangi dengan kepentingan lain,” ucap Pangi Syarwi Chaniago di kawasan DPR RI, Senin (6/9).

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu mengatakan dirinya khawatir karena tidak ada yang bisa jamin wacana amendemen tidak merembet kemana-mana.

“Kalau sekarang ada bau amis ada bau harum. Bau harumnya PPHN supaya negara punya haluan dan DPD kuat. Bau amisnya jabatan tiga periode,” bebernya.

“Siapa yang menjamin tidak akan ke situ? Mohon maaf UU Omnibus Law, UU Minerba, awalnya dibilang terlalu halusinasi, tapi ternyata itu jadi,” ucap Pangi.

Pria yang akrab disapa Ipang itu mengaku tidak setuju dengan amendemen pada situasi pandemic covid-19.

“Nah, kita nggak mau itu terjadi,” ucapnya.

Pria berdarah Minang itu mengatakan akan demo dan turun ke jalan jika ada penambahan masa jabatan presiden.

“Kalau ada penambahan masa jabatan Presiden saya turun demo. Tapi apakah berhasil? Karena selama ini toh akhirnya UU jadi juga diam-diam,” ucapnya.

“Ada lagi yang lebih ngeri. Gratifikasi konstitusional. Oke amandemen gagal, ternyata ada opsi lain, yakni tunda pemilu 2027. Namun, jangan-jangan itu kecurigaan saya saja karena waktunya sudah nggak ada,” kata Pangi.

Sumber: genpi.co

Kategori
Politik

Parpol Oposisi Jangan Diam Saja kalau Amandemen Terbatas untuk Proyek Ibu Kota Baru

IDTODAY NEWS – Wacana amandemen terbatas UUD 1945 yang menghadirkan Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) disebut-sebut untuk menjaga proyek pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) pemerintah.

Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menilai seharusnya partai politik oposisi bersuara apalagi hanya diam saja jika wacana amandemen terbatas diorientasikan pada kepentingan ibu kota baru.

“Jika itu benar. Mestinya parpol oposisi berteriak dan bersuara lantang, jangan sampai amandemen terkait PPHN dibarter dengan proyek IKN. Ini tak bagus dan tak sehat,” kata Ujang Komarudin saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Senin (6/9).

Sebab menurut Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini, PPHN sejatinya harus berdimensi luas, demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Menurut dia, PPHN tidak boleh semata-mata bersifat kepentingan perseorangan termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Amandemen itu bukan untuk kepentingan segelintir elite, apalagi diduga ada deal-deal yang tak bertangungjawab. Amandemen terkait PPHN mestinya berdimensi luas, demi kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Bukan untuk kepentingan Jokowi dengan IKN-nya itu,” pungkasnya.

Proyek pemindahan ibu kota negara (IKN) telah dicanangkan Presiden Jokowi setelah menang Pilpres 2019 lalu. Dia memutuskan Ibukota akan dipindahkan ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Pemerintah mencanangkan proses pembangunan ibu kota baru ini dimulai tahun ini, dan pemindahan berjalan pada 2024. Namun, nampaknya rencana tersebut terganjal penanganan pandemi virus corona (Covid-19). Tapi, Jokowi memastikan pembangunan tetap berjalan.

Jokowi menegaskan akan menyerahkan surat presiden (surpres) terkait Rancangan Undang-undang (RUU) IKN ke DPR dalam waktu dekat ini.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Amandemen Konstitusi untuk Perpanjang Kekuasan, Pakar UGM: Persis Orba!

IDTODAY NEWS – Wacana amandemen UUD 1945 dengan agenda memperpanjang kekuasaan Presiden terus mengemuka.

Pakar politik UGM, Mada Sukmajati, tegas menyebut wacana itu tak ubahnya dengan tabiat politik Orde Baru dalam memandang kekuasaan.

“Kalau (amandemen) memperpanjang periode presiden untuk tiga periode itu tidak ada urgensinya,” tegas Mada Sukmajati saat dihubungi wartawan, Kamis (2/9/2021).

Dosen Fisipol UGM itu memaparkan amandemen konstitusi hanya perlu dilakukan ketika ada banyak hal yang harus diubah. Dikatakannya, konstitusi Indonesia bermuara ke Pembukaan UUD 45 sehingga rumusan dalam pasal-pasal konstitusi harus diarahkan pada tujuan berbangsa dan bernegara.

“Termasuk soal isu tiga periode itu tidak ada urgensi untuk itu. Karena sekarang ada banyak partai politik yang salah satu fungsinya rekruitmen politik,” tegasnya.

“Yang harus diamandemen parpolnya bukan UUD 45, yang direformasi ya parpolnya sehingga bisa melakukan proses rekruitmen dengan baik dan benar bukan dengan jalan pintas mengamandemen UUD 45,” lanjutnya.

Mada menegaskan jika amandemen dipaksakan hanya untuk melayani kepentingan segelintir orang bisa berdampak pada gonjang-ganjing politik di Indonesia dan tuntutan untuk reformasi bisa kembali terulang.

“Jadi tidak menyelesaikan masalah, justru bisa melahirkan masalah baru kalau amandemennya hanya untuk pasal kepentingan memperpanjang periode jabatan,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan, pembatasan masa jabatan presiden selama dua periode juga untuk membatasi kekuasaan. Agar periode kelam Orde Baru tak terulang kembali.

“Pembatasan masa jabatan dua periode ini dulu semangatnya untuk membatasi kekuasaan karena trauma kita pada Orde Baru karena tidak ada pembatasan kekuasaan. Kok ini malah tiga periode kurang perpanjang lagi jadi empat, sama saja dengan Orde Baru dulu. Jadi nggak berbeda,” tegasnya.

Ia pun mempertanyakan fungsi parpol yang harusnya bisa melakukan rekrutmen politik untuk memunculkan pemimpin baru.

“Ini seperti nggak ada alternatif pemimpin yang baik saja. Ini sangat melecehkan kita sebagai sebuah bangsa dan negara,” pungkasnya.

Sumber: detik.com

Kategori
Politik

Benny Harman: Mohon Jangan Gotong Royong untuk Menambah Masa Jabatan Presiden dan Tunda Pemilu

IDTODAY NEWS – Kekhawatiran publik terhadap rencana amandemen Undang Undang Dasar (UUD) 1945 kembali disuarakan Partai Demokrat. Tujuannya, untuk menjaga stabilitas nasional.

Ketua Fraksi Partai Demokrat di MPR RI, Benny K. Harman mengatakan, pihaknya sepakat dengan sejumlah partai politik yang telah menyatakan rencana amandemen UUD 1945 belum memiliki urgensivitas, meski merupakan rekomendasi MPR periode 2009-2014 yang disampaikan kepada periode berikutnya.

Namun, Benny lebih memandang pada ketidaktepatan waktu jika amandemen di bahas dalam kondisi pandemi Covid-19 sekarang ini. Karena, dalam masa krisis kesehatan saat ini diperlukan stabilitas yang diikuti upaya bahu membahu dari seluruh elemen bangsa.

“Stabilitas perlu. Semangat gotong royong kita hidupkan kembali untuk sama-sama kendalikan pandemi Covid-19 dan dampaknya,” ujar Benny dalam akun Twitternya, Jumat (27/8).

Oleh karena itu, dia mengingatkan pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi pandemi dan rencana amandemen UUD 1945 sebagai langkah untuk memanjangkan masa berkuasa segelintir orang di Republik Indonesia.

“Tapi mohon jangan gotong royong untuk menambah masa jabatan dan menunda Pemilu. Jangan jual UUD demi rupiah dan jabatan, itu sumpah kita untuk Indonesia,” tutup Benny sembari menuliskan tagar #RakyatMonitor.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Politikus Demokrat: Belum Ada Urgensi Amandemen UUD 45, Saya Menolak!

IDTODAY NEWS – DPP Partai Demokrat menilai belum ada urgensi untuk mengubah konstitusi negara UUD 1945. Apalagi jika yang diamandemen adalah pasal yang mengatur soal perpanjangan masa jabatan presiden.

“Saat ini belum ada urgensinya UUD kita amandemen. Jika amandemen terhadap perpanjangan dan/atau penambahan masa jabatan presiden ini dilakukan, sebagai politisi dan warganegara saya menolaknya,” kata Wasekjen Partai Demokrat, Jansen Sitindaon kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (28/8).

Jansen menegaskan, ia tidak ingin tercatat dalam lembar sejarah yang menjadi bagian kembalinya zaman kegelapan demokrasi di Indonesia, karena telah ikut andil mengutak-atik konstitusi untuk kekuasaan semata.

“Karena fungsi konstitusi itu untuk tujuan jangka panjang bangsa. Bukan jangka pendek demi melanggengkan kekuasaan semata,” tegasnya.

“Jika ini terjadi, kita bukan hanya mematikan semangat reformasi, tapi kembali ke zaman ‘kegelapan demokrasi’,” demikian Jansen.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Seruan Jokowi 3 Periode Kembali Muncul, Qodari: Amandemen UUD 45 Bisa Dilakukan

IDTODAY NEWS – Seruan Jokowi 3 periode kembali muncul. Bahkan disebutkan jika amandemen UUD 45 bisa dilakukan.

Hal itu dikatakan Penasihat Sekretariat Nasional Jokowi-Prabowo (Seknas Jokpro) 2024, Muhammad Qodari. Qodari mengatakan peluang amandemen UUD 1945 yang mengatur masa jabatan presiden menjadi lebih dari dua periode sangat mungkin dilakukan.

Menurutnya, hal itu sangat mungkin saat ini lantaran Presiden Joko Widodo memegang hampir 80 persen koalisi di parlemen.

Memang aturan masa jabatan presiden dalam UUD menjadi pembatas Jokowi untuk maju kembali menjadi calon presiden. Tetapi menurut Qodari bukan tak mungkin untuk diubah.

Qodari mengatakan pada kenyataannya amandemen UUD 1945 sudah pernah dilakukan beberapa kali yakni 1999, 2000, 2001, dan 2002. Ia mengatakan, amandemen itu dilakukan secara faktual bukan prank atau tipuan.

“Memang UUD 45 sudah mengatur pada pasal 37 bahwa UUD 45 bisa diubah sejauh syarat-syaratnya dipenuhi, diusulkan sepertiga anggota MPR, kemudian dihadiri 2/3 anggota MPR dan juga disetujui 50 persen plus 1 kalau nggak salah nanti bisa dicek konstitusinya tapi intinya sejauh syarat-syarat itu terpenuhi, maka kemudian amandemen bisa dilakukan,” kata Qodari dalam diskusi bertajuk ‘1 jam lebih dekat bersama Dalang Jokpro 2024’, Rabu (11/8/2021) malam.

Untuk itu, ia menilai dengan besarnya koalisi pemerintahan di parlemen sudah memenuhi syarat untuk melakukan amandemen UUD 1945.

“Jadi kalau kita bicara kekuatan politik yang ada pada hari ini ya yang ada di parlemen, itu menurut saya sudah sangat mendekati syarat-syarat untuk peluang bisa terjadinya amandemen, begitu,” tuturnya.

Lebih lanjut, Qodari mengklaim untuk mengusung Jokowi maju menjadi tiga periode saat ini pekerjaan rumahnya hanya dengan rakyat. Pasalnya soal urusan dengan elite politik terkait amandemen sudah terselesaikan.

“Jadi PR kita hari ini ada dua, pertama elite politik, yang kedua adalah masyarakat, saya melihat bahwa PR terbesar itu justru ada di masyarakat, karena ya kalau bicara elite politik tanya setuju apa nggak, ya kan 80 persen koalisinya pak Jokowi hehe gitu lho,” ungkapnya.

Ia menegaskan, dengan koalisi besar di parlemen bukan tidak mungkin amendemen akan dilakukan. Menurutnya, UU Omnibus Law yang berat saja bisa lolos di parlemen.

“Kita udah melihat bagaimana perundang-undangan yang sulit misalnya seperti Omnibus Law segala macam kan disetujui begitu. Jadi saya melihat PR kita itu ada di masyarakat,” tandasnya.

Untuk diketahui, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, merupakan penasihat Seknas Jokpro 2024.

Dia mengklaim keberadaan Seknas Jokpro 2024 merupakan wadah dari berbagai pihak yang menyambut ide dan gagasannya menyoal Jokowi-Prabowo untuk 2024 yang pernah dilontarkannya pada periode Februari-Maret 2021.

“Sebetulnya organisasi ini adalah wadah bagi mereka yg merespons gagasan itu, misalnya Ketua Jokpro 2024 ini Mas Baron adalah simpatisan lama Pak Jokowi. Dia punya komunitas pendukung Jokowi namanya Caberawit, dan mereka mengundang saya ketemu dengan mereka semua dan bentuk selanjutnya adalah organisasi ini,” tutur Qodari kepada wartawan, Jumat (18/6/2021).

Qodari menilai dengan mengusung Jokowi-Prabowo sebagai pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2024 akan meminimalisir terjadinya polarisasi seperti yang terjadi di Pilpres 2019. Sekaligus, kata dia, dapat menekan ongkos politik.

“Saya yakin walau terjadi pro kontra, tapi ongkos politik yang dikeluarkan sekarang akan kecil dan lebih terkendali ketimbang nanti 2024 kita alami benturan lagi,” kata dia.

Sumber: suara.com