IDTODAY NEWS – Wakil Sekjen Partai Demokrat Irwan Fecho menuga, koalisi Jokowi-Ma’ruf diduga sengaja menggulirkan dan memainkan isu amandeman UUD 1945.
Itu menyusul pernyataan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang menyebut amendemen sulit terlaksana jika isu yang dibawa terlalu banyak.
Wakil Sekretaris Fraksi Demokrat DPR RI ini menilai, koalisi pemerintah seperti ingin melihat reaksi publik atas isu amendemen.
Sebelum akhirnya mengeksekusi perubahan ketentuan di konstitusi.
“Koalisi Jokowi terindikasi test the water terkait isu amendemen UUD 1945. Jelas sekali ada upaya partai koalisi pemerintah untuk lakukan itu,” ujarnya dilansir dari JPNN.com, Minggu (5/9/2021).
Anggota Komisi V DPR RI itu mengakui, konstitusi pada dasarnya memang tidak imun dari amendemen.
Hanya saja, ia menilai situasi saat ini masih tak memungkinkan dilakukan perubahan konstitusi.
“Saat ini banyak rakyat yang meninggal (akibat Covid), ekonomi terpuruk dan belum pulih. Fokus selesaikan ini dahulu,” ujarnya.
Karena itu, legislator asal Kalimantan Timur ini menegaskan bahwa Partai Demokrat tegas menolak amandemen UUD 194.
Alasannya, karena hal itu bukan menjadi prioritas yang dibutuhkan rakyat Indonesia saat ini.
“Rencana amendemen UUD harus dihentikan. Ngabisi baterai. Rakyat tidak butuh itu,” tegasnya.
Yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat saat ini adalah makanan, vaksin dan lapangan pekerjaan.
“Lihat saja mural di mana-mana mintanya bukan amendemen, tetapi kirim pesan bahwa mereka lapar,” tandasnya.
Bukan Membahas Perpanjangan Jabatan Presiden
Sebelumnya, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia, Kamis (3/9/2021), menegaskan amandemen UUD 1945 tidak ada korelasinya dengan pelaksanaan Pemilu 2024.
Amandemen dilakukan hanya untuk memperkuat kelembagaan MPR RI dengan memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
“Memungkinkan memasukkan PPHN yang dulu disebut GBHN zaman lalu untuk memperkuat MPR RI,” ujarnya.
Doli juga menyebutkan, bahwa wacana Amandemen UUD 1945 itu sudah disepakati semua fraksi di Komisi II.
“Amendemen sudah disepakati Komisi II,” kata politisi Partai Golkar itu.
Namun, anak buah Airlangga Hartarto itu memastikan, dalam wacana amendemen tersebut tidak dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang (UU) Pemilu.
Juga bukan untuk memperpanjang masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.
Karena perpanjangan masa jabatan pimpinan negara harus berdasarkan kesepakatan semua partai politik.
“Tidak ada kaitannya juga dengan wacana tiga periode, dengan perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode.”
“Ya, sekali lagi, selama itu belum jadi keputusan politik hukum tidak akan berpengaruh,” tuturnya.
Sumber: pojoksatu.id