Kategori
Politik

PKS Yakin Jabatan Presiden Tak Diperpanjang, Singgung Baliho Puan-Airlangga

IDTODAY NWS – Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid alias HNW yakin tidak akan ada amandemen perpanjangan masa jabatan presiden. Alasannya, partai politik sudah memiliki jagoan masing-masing untuk dijadikan calon presiden (capres) pada Pemilu 2024.

“Kalau amandemen terkait masalah masa jabatan presiden, rasa-rasanya semakin justru tidak mungkin. Mengapa tidak mungkin? Karena mayoritas mutlak seluruh partai politik sudah ancang-ancang kok, mengelus-elus jagonya untuk 2024,” kata Hidayat dalam diskusi virtual bertajuk ‘Amandemen UUD 1945 untuk Apa?’ Sabtu (11/9/2021).

Hidayat kemudian menyinggung sejumlah baliho bergambar jagoan masing-masing partai politik yang terpasang di beberapa daerah. Seperti gambar Airlangga Hartato dan Puan Maharani.

“Ya baliho-baliho itu apa kalau arahnya nggak ke sana. Ada Airlangga Hartarto, Mbak Puan, kemudian NasDem juga sudah siap-siap menyelenggarakan konvensi, bahkan PAN saja sudah memunculkan pak Zulkifli Hasan,” ujarnya.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kata Hidayat, juga telah menegaskan perpanjangan masa jabatan presiden karena pandemi COVID-19 bukan merupakan alasan konstitusional. Dia meyakini wacana mengulur masa jabatan presiden dengan menambah masa jabatan tiga tahun hingga 2027 tidak akan mungkin terjadi.

“DPD malah menegaskan melalui Pak Zulkifli bahwa perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan pandemi itu tidak dibenarkan, itu bukan alasan konstitusional. Ini juga rasa-rasanya semakin sulit lagi,” tuturnya.

“Jadi 2024 petanya bukan sekarang. Peta 2024 terkait dengan perpanjangan masa jabatan apalagi di DPR dan pemerintah sudah sepakat, DPR dan pemerintah sudah sepakat untuk menyelenggarakan Pemilu 2024. Undang-undangnya sudah diketok palu. Dengan demikian, wacana menambah masa jabatan atau mengulur 2027 itu semakin rasa-rasanya semakin tidak mungkin,” sambungnya.

Lebih lanjut Hidayat menyampaikan isi terkait amandemen tidak populer dan semakin tidak diinginkan di masa pandemi COVID-19. Dia yakin perpanjangan masa jabatan presiden tidak akan terjadi.

“Saya masih berkeyakinan insyaallah amandemen itu (perpanjangan jabatan preside) tidak terjadi. Dan semuanya, apalagi dengan adanya COVID-19, isu terkait dengan amandemen semakin tidak populer, semakin tidak diinginkan–dalam tanda kutip–tidak mudah untuk dilaksanakan. Matematika dalam politiknya di MPR insyaallah seperti itu,” imbuhnya.

Sumber: detik.com

Kategori
Politik

Fadjroel Rachman Ibaratkan Amandemen seperti Api, Bisa Menerangi dan Membakar

IDTODAY NEWS – Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan tidak menambah jabatan tiga periode karena akan setia pada amanat UUD 1945 menghormati reformasi 1998.

Demikian disampaikan Jurubicara Presiden, Fadjroel Rachman saat menjadi narasumber dalam diskusi daring Polemik bertajuk “Amandemen UUD 1945, Untuk Apa?” pada Sabtu siang (11/9).

Fadjroel menekankan, isu amandemen itu ibarat krisis yang dalam sebuah adagium disebut “api”. Menurutnya, api itu bisa menerangi juga bisa membakar.

“Amandemen adalah api, bisa menerangi bisa membakar,” kelakarnya.

Fadjroel lantas mengamini pernyataan Wakil Ketua MPR RI fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid yang turut hadir dalam diskusi tersebut. Dikatakan, benar bahwa amandemen UUD 45 adalah domain MPR, bukan pemerintah atau eksekutif.

“Sudah jelas ini memang domainnya MPR dan secara khusus Pak Hidayat bahkan mengatakan amandemen itu domainnya anggota MPR. Itu tegas banget sudah. Pernyataan Pak Hidayat sudah semacam peringatan; jangan mengatasnamakan anggota MPR,” imbuhnya.

Namun, masih kata Fadjroel, lantaran isu amandemen UUD 45 agak meluas dan tiba-tiba ada pembicaraan perpanjangan masa jabatan tiga periode, maka pemerintah terpaksa turun tangan untuk menjelaskan itu semua.

“Ini tidak untuk mencampuri agendanya MPR ya. Kami hanya mengatakan sikap politik Presiden Jokowi bahwa beliau setia pada UUD 45 khususnya Pasal 7,” demikian Fadjroel.

Selain Jubir Presiden, hadir narasumber lain dalam diskusi daring tersebut yakni pakar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar; anggota MPR RI fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid; dan anggota DPD RI, Abdul Rachman Thaha.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Wakil Ketua MPR Sebut Ungkapan Pancasila Banyak Diserap dari Bahasa Arab

IDTODAY NEWS – Wakil Ketua MPR RI M Hidayat Nur Wahid menentang keras pernyataan mantan Menteri Agama Fahrurazi yang menyebut Bahasa Arab sebagai cara penyebaran radikalisme.

Dia mengingatkan ungkapan serapan dalam Pancasila sering diserap dari Bahasa Arab. Dengan begitu, dia menegaskan bahwa Bahasa Arab tidak terkait dengan radikalisme maupun terorisme.

“Apa mungkin Indonesia yang memerangi terorisme dan radikalisme akan mengajari anak-anak sekolah dan warga umumnya untuk menghafalkan dan mengamalkan Pancasila?” ujar HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid dalam siaran persnya, Jumat (10/9).

Dia pun menilai Pancasila banyak memakai kosakata dalam Bahasa Arab. Sementara Pancasila tetap menjadi dasar dan ideologi negara Republik Indonesia.

“Bukankah dalam Pancasila kata ‘Adil’ tetap ada dalam sila kedua dan kelima. Lalu kata ‘rakyat’ ada di sila keempat dan kelima, adab di sila kedua, serta hikmat, musyawarah, dan wakil di sila keempat. Padahal semua itu serapan dari bahasa Arab? katanya.

Menurut HNW, terorisme dan radikalisme pasti bertentangan dengan demokrasi yang simbolnya ada di Parlemen.

Sementara Parlemen di Indonesia yaitu MPR, DPR dan DPD, masih tetap mempergunakan istilah dasar semuanya serapa dari bahasa Arab. Yaitu, Majelis, Musyawarat, Dewan, Wakil, Rakyat, serta Daerah.

“Bukankah itu semua berasal dari bahasa Arab?” tegasnya.

Lebih lanjut, HNW mengatakan tuduhan dan framing tendensius tersebut patut ditolak dan dikritisi.

Selain tidak sesuai dengan fakta, tetapi juga karena framing negatif itu mendowngrade nilai-nilai dalam Pancasila dan kehidupan berdemokrasi dengan simbol Parlemennya.

“Jadi, apabila ada pernyataan memperbanyak Bahasa Arab disebut sebagai salah satu ciri penyebaran terorisme, disadari atau tidak itu bisa jadi bentuk ‘teror’ terhadap Pancasila dan Parlemen Indonesia yang banyak ungkapannya diserap dari Bahasa Arab,” tuturnya.

HNW menegaskan bangsa Indonesia menolak radikalisme dan terorisme.

Namun, lanjut dia, hendaknya dilakukan dengan berbasiskan kebenaran, bukan framing apalagi Islamophobia.

Menurut dia perlu kritiki apabila penyebaran terorisme dikaitkan dengan penyebaran Bahasa Arab.

“Apakah OPM yang menteror kedaulatan NKRI di Papua itu berbahasa Arab? Atau Belanda/VOC yg menteror dan menjajah Indonesia ber-abad-abad itu juga berbahasa Arab?” kata dia.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) iti menambahkan banyak orang Arab non Muslim yang mempergunakan bahasa Arab.

Namun secara prinsip Bahasa Arab lebih dikenal sebagai bahasa AlQuran, kitab sucinya Umat Islam, dan bahasa Hadis-hadisnya RasuluLlah SAW.

HNW menyebut bahasa Arab juga digunakan di kegiatan-kegiatan bisnis internasional, sehingga banyak pebisnis dari mancanegara berusaha belajar bahasa Arab.

“Itu karena sekarang banyak negara Arab sebagai pemain utama dalam ekonomi global, sehingga banyak pebisnis bahkan mempelajari bahasa Arab,” pungkas HNW.

Sumber: jpnn.com

Kategori
Politik

Terungkap, Niat Presiden 3 Periode Berasal dari Aktivis Survei dan Eks Pimpinan Partai

IDTODAY NEWS – Tak ada niat MPR RI mengubah masa jabatan presiden jadi tiga periode. Menurut Hidayat Nur Wahid, itu berasal dari individu, aktivis survei, eks pimpinan partai.

“Selama ini niatan/wacana ‘mengubah masa jabatan Presiden RI menjadi 3 periode’ tidak pernah berasal dari MPR,” tegas Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, Sabtu (28/8).

Politisi PKS ini menegaskan, wacana tersebut justru datangnya dari para mantan pimpinan partai politik.

“Pernah muncul justru dari luar DPR/MPR seperti individu aktivis survei, mantan pimpinan partai dan lain-lain. Tapi dari MPR, apalagi resmi, tidak ada. Yuk kawal dan laksanakan UUD 1945,” tandasnya.

Wacana penambahan masa jabatan presiden kembali nyaring seiring dengan isu amandemen kelima UUD 1945, sekaligus mempertanyakan fungsi Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).

Dalam Pasal 7 UUD 1945, diatur secara jelas soal jabatan presiden, yakni dalam memenuhi jabatan selama lima tahun dan sesudahnya, presiden dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Sumber: pojoksatu.id

Kategori
Politik

Sindir HNW, Ferdinand: Dia Sebar Opini Seolah NU Dukung Taliban

IDTODAY NEWS – Mantan politikus Demokrat, Ferdinand Hutahaean menanggapi unggahan politisi PKS Hidayat Nur Wahid yang membagikan artikel pemberitaan soal Nahdlatul Ulama (NU) dan kelompok Taliban di Afghanistan.

Ferdinand Hutahaean lewat cuitannya di Twitter, Kamis 26 Agustus 2021, menilai unggahan HNW itu merupakan pembentukan opini seolah NU mendukung Taliban.

“Orang ini jelas ingin membentuk opini ditengah publik terutama di akar rumput NU bahwa seolah NU bersahabat dengan taliban dan NU mendukung taliban,” cuit Ferdinand Hutahaean.

Menurut Ferdinand, hal itu kerap dilakukan para politisi PKS yang menurutnya selalu berseberangan dengan NU.

“Ini dilakukan oleh orang PKS yang selalu berseberangan dengan NU,” tuturnya.

Ia pun menegaskan bahwa unggahan HNW tersebut hanya sekadar kepalsuan agar kelompok Taliban diterima oleh warga NU.

Maka dari itu, Ferdinand Hutahaean mengimbau kepada warga NU untuk waspada dengan opini yang dibentuk oleh HNW tersebut.

“Maka ini sekedar kepalsuan agar taliban diterima akar rumput NU. Waspada,” tegasnya.

Dilihat dari unggahan Hidayat Nur Wahid tersebut, tampak ketua Majelis Syura PKS itu membagikan sebuah link artikel pemberitaan soal Taliban sowan ke PBNU.

Artikel pemberitaan yang dibagikan HNW lewat Twitter pribadinya itu dimuat situs media online Radar Bangsa pada 31 Juli 2019 silam.

“Delegasi Taliban Sowan PBNU Bahas Perdamaian di Afganistan,” tulis HNW.

Sumber: terkini.id

Kategori
Politik

Heran dengan Keadilan di RI, Hidayat Nur Wahid: Djoko Tjandra Dapat Remisi 2 Bulan, HRS Justru Diperpanjang 30 Hari

IDTODAY NEWS – Remisi yang diberikan pemerintah kepada terpidana korupsi, suap polisi hingga jaksa, Djoko Tjandra membuat Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyampaikan kritiknya.

Hidayat Nur Wahid menyampaikan kritik atas pemberian remisi kepada Djoko Tjandra oleh Kemenkumham. Menurut politikus PKS itu, Djoko Tjandra yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali tak seharusnya diberikan remisi sebab pernah menjadi buron dan menyuap penegak hukum.

“Djoko Tjandra buron, suap polisi dan jaksa, malah dapat remisi 2 bulan,” kata Hidayat di akun Twitternya, Minggu 22 Agustus 2021.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini membandingkan dengan kasus yang menimpa Imam Besar FPI, Habib Rizieq Syihab.
“Habib Rizieq Syihab, tidak menyuap, berlaku baik dan kooperatif, kalau ada remisi, lebih wajar diberi ke HRS atau malah pembebasan,” ujarnya.

Dalam kasus Rizieq, HNW sapaan Hidayat, malah menilai aneh karena pengadilan malah memperpanjang masa tahanan Rizieq.

“Anehnya masa penahanannya justru diperpanjang 30 hari. Harusnya keadilan hukum jadi panglima,” kritiknya dikutip via kumparancom.

Djoko Tjandra dihukum 2 tahun penjara atas perbuatannya itu. Vonis itu dijatuhkan pada 2009 silam. Akan tetapi, Djoko Tjandra baru dieksekusi pada 31 Juli 2020. Sebab, ia melarikan diri hampir 11 tahun.

Dalam pelariannya, ia kembali berbuat pidana. Yakni memalsukan dokumen perjalanan agar bisa keluar masuk Indonesia serta suap agar bebas dari hukuman kasus Bank Bali.

Usai ditangkap di Malaysia, Djoko Tjandra langsung dieksekusi. Selain itu, dia juga diproses hukum terkait kasus surat jalan dan suap serta pemufakatan jahat.

Untuk kasus surat jalan, ia divonis 2,5 tahun penjara. Perkaranya masih dalam tahap kasasi.

Sementara untuk kasus suap dan pemufakatan jahat, Djoko Tjandra dihukum 3,5 tahun penjara. Perkara ini juga masih dalam tahap kasasi. Dalam kasus ini, Djoko Tjandra menyuap dua jenderal polisi serta Jaksa Pinangki.

Sumber: terkini.id

Kategori
Politik

PKS Minta Pemerintah Indonesia Dukung Taliban, Ferdinand: Upaya Merusak Pancasila

IDTODAY NEWS – Pegiat media sosial, Ferdinand Hutahaean menanggapi pernyataan Politisi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) yang meminta Pemerintah Indonesia untuk mendukung kekuasaan kelompok Taliban di Afghanistan saat ini.

Ferdinand Hutahaean lewat cuitannya di Twitter, Minggu 22 Agustus 2021, menyebut permintaan HNW kepada pemerintah Indonesia itu merupakan bukti nyata bahwa PKS sepaham dengan Taliban.

“Inilah kondisi nyata bahwa hnurwahid dan PKS sepaham dengan taliban,” cuit Ferdinand Hutahaean.

Menurutnya, permintaan PKS tersebut bertolak belakang dengan negara Indonesia yang ideologi Pancasila.

Pasalnya, kata Ferdinand, paham Taliban yang dicap sebagai kelompok teroris bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yakni nilai kemanusiaan dan demokrasi.

Oleh karena itu, mantan politisi Partai Demokrat tersebut menilai pernyataan PKS yang meminta Pemerintah Indonesia mendukung Taliban merupakan upaya merusak nilai-nilai Pancasila tersebut.

“Meminta NEGARA DENGAN IDEOLOGI PANCASILA mendukung kelompok dengan cap teroris adalah upaya merusak nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi dalam Pancasila,” tegas Ferdinand Hutahaean.

Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta pemerintah Indonesia untuk mendukung kekuasaan kelompok Taliban di Afghanistan saat ini.

Sebab, menurut HNW, Taliban sudah mendeklarasikan beberapa hal seperti mengaku akan menghargai hak perempuan dan anak, tidak akan menoleransi tindakan terorisme, serta melaksanakan pemerintahan secara moderat.

Pernyataan itu disampaikan HNW dalam diskusi virtual bertajuk ‘Masa Depan Afghanistan dan Peran Diplomasi Perdamaian Indonesia’ yang diselenggarakan Center for Reform.

“Saat ini pilihan paling rasional bagi Pemerintah Indonesia adalah membersamai proses perubahan yang terjadi di Afghanistan. Kita beri kesempatan kepada rakyat Afghanistan untuk berkompromi menentukan menentukan nasibnya sendiri,” kata HNW, Sabtu 21 Agustus 2021 seperti dikutip dari Voi.id.

HNW juga mengaku menyambut baik perubahan sikap dari pihak Taliban saat ini. Ia memandang, kelompok Islam di Afghanistan tersebut kini lebih moderat. Sehingga, menurutnya dunia Internasional termasuk Pemerintah Indonesia bisa memberikan kesempatan kepada Taliban untuk memimpin Afghanistan.

“Kalau mau dibilang tempat terorisme, ISIS, nyatanya Taliban malah mengeksekusi pimpinan ISIS yang sebelumnya ditangkap. Kalau mau dituduh wahabi dan radikal faktanya mereka menganut mazhaf hanafiah yang kultur dan tradisi beragamanya sama dengan NU. Jadi, semua tuduhan negatif yang selama ini diarahkan ke Taliban tidak relevan lagi,” ujarnya.

Sumber: terkini.id