Kategori
Politik

Hendri Satrio: Pilkada 2020 Fine-fine Saja, Kenapa yang 2024 Harus Diundur ke 2027?

IDTODAY NEWS – Wacana untuk memundurkan pemilu 2024 dirasa aneh oleh sekelompok kalangan masyarakat. Ini lantaran pengunduran pemilu ke tahun 2027 dinilai tidak mendasar.

Apalagi, kata pengamat politik Hendri Satrio, Indonesia sudah berhasil menjalankan pilkada di tengah pandemi pada tahun 2020.

“Memang ada isu-isu pemilu akan diundur dengan alasan pandemi, tapi kalau menurut saya 2020 aja kan dilaksanakan setengah negara sudah dan itu fine-fine saja enggak ada masalah,” katanya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (18/8).

Penggagas lembaga survei KedaiKopi ini menambahkan, seharusnya pemerintah fokus pada penanganan pandemi Covid-19, bukan malah menelurkan isu memundurkan pemilu ke 2027. Apalagi, kini sejumlah daerah sudah berhasil menekan laju sebaran Covid-19.

Terpenting saat ini, sambungnya, bagaimana jangkauan vaksin bisa cepat didistribusikan dan disuntikkan ke masyarakat tanah air. Selain itu, sosialisasi tentang protokol kesehatan harus masif dilakukan pemerintah.

“Jadi, sebaiknya tidak perlu dipikirkan ada penambahan masa periode presiden ke 2027. Atau bahkan ide tiga periode karena pandemi Covid,” katanya.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Kehendaki Pilkada 2024, Djarot: DPR Tak Perlu Buang-buang Energi

IDTODAY NEWS – Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia dinilai lebih penting dibanding sibuk mengurusi revisi Undang-Undang 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat menegaskan, partainya tetap setuju dengan UU 10/2016 yang di dalamnya termuat penyerentakan Pilkada 2022 dan 2023 digelar tahun 2024.

“Pemerintah dan DPR RI tidak perlu membuang-buang energi yang berpotensi ketegangan politik akibat seringnya perubahan UU Pemilu. Lebih baik fokus kita mengurus rakyat agar segera terbebas dari Covid-19,” kata Djarot dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/1).

Dengan tidak adanya perubahan UU Pilkada, kata dia, seluruh energi bangsa dapat difokuskan pada upaya mengatasi pandemi beserta dampaknya, termasuk dampak di bidang perekonomian rakyat.

Ia menegaskan, yang terpenting dalam proses evaluasi adalah pelaksanaan pilkada, bukan mengubah undang-undang yang sudah ada.

“Atas dasar itu, sebaiknya pilkada serentak tetap diadakan pada tahun 2024. Hal ini sesuai dengan desain konsolidasi pemerintahan pusat dan daerah,” tandasnya.

Di sisi lain, pimpinan Komisi II DPR RI menyebut bahwa sejauh ini hampir seluruh fraksi di DPR sepakat pilkada dinormalisasi ke tahun 2022 dan 2023.

Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menjelaskan, hanya fraksi PDIP yang memberi catatan bahwa pilkada serentak digelar 2024. Sedangkan fraksi Gerindra sejauh ini belum menyampaikan sikapnya.

“Partai Gerindra ketika menyusun draf itu (RUU Pemilu) tidak memberikan sikap apa pun terkait draf ini. Dia (Gerindra) akan menunggu di pembahasan. Di luar itu, PDI Perjuangan memberi catatan, yang lain-lain (mayoritas fraksi) inginnya dinormalisasikan,” jelas Saan Mustopa, Selasa lalu (26/1).

Baca Juga: KPK Ingatkan Saksi Kasus Edhy Prabowo Kooperatif dan Beri Keterangan Jujur

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Wempy Hadir: Pilkada 2022 Dan 2023 Adalah Kehendak rakyat, DPR Jangan Khianati Rakyat

IDTODAY NEWS – Kontestasi Pilkada di tahun 2022 dan 2023 sebaiknya tetap digelar. Alasannya, untuk menjamin kepastian pelayanan publik.

Direktur Eksekutif Indopolling Network, Wempy Hadir mengatakan, bisa dibayangkan jika banyak kepala daerah yang lowong diisi oleh pejabat sementara apabila Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan.

“Pilkada 2022 dan 2023 adalah kehendak rakyat, DPR jangan mengkhianati rakyat,” kata Wempy kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (27/1)

Meski secara keuangan dapat menciptakan efisiensi, Wempy melihat ada dampak yang lebih besar jika Pilkada dipaksakan serentak dilakukan tahun 2024.

“Saya berharap DPR RI berpikir ulang dan mementingankan kepentingan rakyat di atas kepentingan partai. Kekacauan pilkada akan terjadi jika tetap didorong serentak 2024,” demikian kata Wempy.

Wempy meminta pada DPR untuk berpikir ulang dan lebih mementingkan kepentingan rakyat.

Salah satu kekhawatiran dengan ditiadakannya Pilkada 2022, 2023, terang Wempy Pemilu serentak 2024 akan menghasilkan pemimpin yang miskin kualitas.

“Sebab publik disuguhkan begitu banyak aktivitas mulai dari pilpres, pileg dan pilkada gubunur dan bupati serta walikota.Jika pilkada masih dilakukan pada 2024, ini adalah ekperimen yang sangat buruk dan bisa merugikan masa depan bangsa kita,” jelas Wempy.

Baca Juga: Jubir Jusuf Kalla: Beliau Selalu Dihadapkan Dengan Permintaan Publik Yang Tinggi

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Hasil Rekap Sengketa Pilkada 2020, KPU Catat 154 Daerah Bisa Tetapkan Paslon Terpilih

IDTODAY NEWS – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merekap data perkara sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk Pilkada 2020 yang diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Hasilnya, sebanyak 132 permohonan sengketa diregistrasi oleh MK, yang tersebar di 116 daerah pemilihan. Sementara sisanya, yaitu sebanyak 154 daerah pemilihan tidak memiliki sengketa.

Dari data tesebut, KPU menindaklanjuti dengan menerbitkan surat Nomor 60/PL.02.07-SD/03/KPU/I/2021, yang di dalamnya berisi dua jenis instruksi untuk melanjutkan tahapan Pilkada Serantak 2020.

Instruksi pertama, KPU memerintahkan wilayah yang tidak memeiliki sengketa di MK, agar KPU setempat melaksanakan penetapan pasangan calon atau kepala daerah terpilih.

Instruksi kedua, KPU memerintahkan kepada KPU daerah penyelenggara pemilihan yang memiliki perakara di MK untuk mempersiapkan materi persidangan.

Materi yang dipersiapkan di antaranya, mempelajari dan memahami permohonan, menyusun jawaban termohon, menyusun alat bukti yang relevan, menyediakan saksi dan ahli jika diperlukan, serta menyusun kronologi.

Adapun terkait daerah yang tidak memiliki perkara sengketa di MK, KPU daerah sudah bisa menetapkan paslon terpilih sejak 5 hari setelah ada pemberitahuan registrasi perkara sengketa Pilkada oleh MK.

Baca Juga: PAN Usulkan RUU Pemilu Tidak Usah Dibahas, Begini Alasannya

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

MK Terima 132 Permohonan Sengketa Hasil Pilkada 2020

IDTODAY NEWS – Terdapat 132 permohonan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020 yang masuk dan teregistrasi di Mahkamah Konstitusi ( MK).

Data tersebut terlihat pada surat resmi KPU kepada KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota yang disampaikan Komisioner KPU Hasyim Asyari kepada wartawan, Kamis (21/1/2021).

“Surat MK kepada KPU tentang perkara PHPU yang diregister MK, lampiran Surat KPU (total ada 132 permohonan sengketa),” kata Hasyim.

Dalam surat tersebut, KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota diminta untuk menyiapkan proses persidangan perkara perselisihan hasil pilkada.

Mulai dari mempelajari dan memahami salinan permohonan, menyusun jawaban termohon, menyusun daftar alat bukti.

Kemudian, menyiapkan alat bukti yang relevan dengan objek atau substansi dan lokus permohonan, menyiapkan saksi apabila diperlukan, menyiapkan ahli apabila diperlukan, serta menyusun kronologi atas objek atau substansi permohonan.

Selain itu, KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota juga diminta untuk memperhatikan hari pelaksaanaan sidang sengketa.

Sedangkan untuk penetapan pasangan calon dalam perkara yang masih bersengketa dilakukan paling lama lima hari setelah salinan ketetapan atau keputusan MK diterima oleh KPU.

Sebelumnya, Hasyim mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan berbagai persiapan untuk menghadapi gugatan sengketa hasil Pilkada 2020.

Pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi (rakor) dan bimbingan teknis (bintek) sebagai bentuk persiapan.

“Rakor dilaksanakan secara internal dan eksternal, rakor internal KPU dengan KPU Provinsi atau Kabupaten atau Kota penyelenggara pilkada dan Rakor eksternal KPU dengan MK,” kata Hasyim dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/12/2020).

Adapun bintek dilaksanakan secara internal dan eksternal bintek internal dilaksanakan oleh KPU dengan peserta KPU provinsi, kabupaten atau kota penyelenggara pilkada.

Sementara, bintek eksternal oleh MK dengan peserta KPU provinsi, kabupaten/kota penyelenggara pilkada. Pelaksanaan rakor dan bintek dilaksanakan secara daring dan luring.

“Materi rakor dan bintek meliputi Hukum acara PHPU di MK, strategi advokasi dalam PHPU di MK, Metode persidangan dan pembuktian secara daring dan luring,” ujarnya.

Baca Juga: Listyo Sigit Prabowo : Saya Siap Mendengar Kritikan Ulama

Sumber: kompas.com

Kategori
Politik

Komisi II DPR Sebut Putusan DKPP Lamban, Pilkada 2020 Terlanjur Selesai

IDTODAY NEWS – Selain mengkritisi soal putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi II DPR juga menkritik lambannya DKPP dalam memutuskan pelanggaran kode etik sehingga Pilkada 2020 sudah terlanjur selesai dan keputusan DKPP tidak berpengaruh apapun.

Hal ini disampaikan anggota dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPU, Bawaslu dan DKPP terkait evaluasi Pilkada Serentak 2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/1/2021).

“Agak lamban prosesnya Prof Muhammad di DKPP sampai ke keputusan-keputusan, ini karena pertimbangan yang banyak, dengan sidang, saksi dan segala macem, seksama, tapi ini pak ini seksama tapi tidak dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Sehingga keputusan bapak setelah pilkada kelar,” kritik Anggota Komisi II DPR Elnino Husen Mohi dalam rapat.

Politikus Partai Gerindra ini pun mencontohkan apa yang terjadi di Pilkada Kabupaten Gorontalo yang baru saja dilakukan, Bawaslu kabupaten mengatakan bahwa pasangan calon (paslon) ini TMS (tidak memenuhi syarat) sementara KPU daerah (KPUD) mengatakan MS (memenuhi syarat), lalu paslon ini ikut pilkada 9 Desember 2020, dicoblos rakyat dan menang.

Kemudian, sambung Elnino, sengketa ini dibawa ke DKPP, ada yang mengadukan Bawaslu Kabupaten Gorontalo dan juga KPUD Kabupaten Gorontalo. Akhirnya DKPP memutuskan bahwa yang diberikan sanksi pemberhentian dari jabatan dan peringatan keras adalah KPU Kabupaten Gorontalo. Artinya, KPU yang meloloskan paslon itu diberi peringatan keras karena keputusannya keliru, sayangnya pilkada sudah selesai.

“Terus kita mau gimanain ini? mau dibawa ke MK (Mahkamah Konstitus)? Kalau ini negara hukum, bapak penyelenggara pemilu, kasihlah hukum yang pasti, dan juga kasih lah kepastian kapan masalah ini selesai sebelum pilkada dilanjutkan,” tegas mantan anggota KPUD itu.

“Harusnya dari dulu keputusan DKPP, ini (Pilkada kabupaten Gorontalo) nggak bisa, jangan lanjut lagi, atau diganti kah. Sekarang kalau udah selesai begini terus gimana,” sesal Elnino.

Kemudian, Anggota Komisi II DPR lainnya Wahyu Sanjaya mengaku tidak aneh dengan keputusan DKPP yang mencopot Arief dari jabatan Ketua KPU karena DKPP juga sebelumnya pernah memutuskan hal serupa. Hanya saja, dia mengkritisi kenapa putusan DKPP ini sangat lama.

“Bagaimana cara DKPP mempercepat proses sidang, karena proses pilkada ini kayak kereta api, tidak ada berhentinya dari stasiun satu ke stasiun berikutnya. Apapun keputusan bapak, sesuai dengan jadwal yang ditentukan,” kata Wahyu dalam kesempatan sama.

Politikus Partai Demokrat ini mengingatkan, jangan sampai obat datang nyawa putus, karena keputusan DKPP ini sangat berpengaruh terhadap integritas penyelenggara dan pelaksanakan pilkada maupun pemilu.

“Kan lucu pilkada ini selesai dan dinyatakan tidak ada masalah, mendapatkan pujian dari seluruh republik bahkan seluruh dunia. Begitu putus DKPP, dia (KPU) dipecat dari penyelenggara.”

“Yang jadi masalah itu justru di akhir, kalau mau dipecat itu justru awal-awal pak, pagi-pagi dipecat. Kalau hari-hari ini rapat lalu dipecat, ya nggak bener itu. Biar orang itu tahu bahwasannya pelaksanaan pilkada (ada kecacatan), di samping saya ngeluh, apa gunanya lapor?” sambung Wahyu.

Baca Juga: Tinjau Lokasi Terakhir Sriwijaya Air, Menhub Apresiasi Tim SAR yang Pantang Menyerah

Sumber: sindonews.com

Kategori
Politik

Elektabilitas Airlangga Bersinar Karena Golkar Menang Pilkada 2020

IDTODAY NEWS – Capaian elektabilitas Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto paling teratas sebagai calon presiden 2024 dari kalangan ketum parpol merupakan prestasi dan kesusksesan Menko Perekonomian itu menahkodai Golkar.

Kemenangan Pilkada 9 Desember 2020, adalah salah satu faktor yang dinilai sangat mempengaruhi membaiknya citra dan penerimaan Golkar termasuk ketumnya Airlangga di masyarakat.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di, Sabtu (16/1).

“Soal poling Airlangga teratas, itu bagus bagi Airlangga dan Golkar. Dan ini tentu prestasi bagi Airlangga. Mungkin saja karena kemarin mesin Golkar-nya jalan ketika Pilkada,” kata Ujang Komarudin.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia itu menanggapi poling Twitter Kantor Berita Politik RMOL (13-14 Januari 2021).

Dalam poling itu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengantongi elektabilitas teratas yaitu 58,6 persen, disusul Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono 32,6 persen.

Pada sisi lain, Ujang Komarudin menilai wajar apabila Airlangga potensial menjadi calon presiden di pilpres mendatang.

“Dari klaster ketum partai, akan banyak yang akan jadi capres dan cawapres. Karena mereka pemilik partai,” jelasnya.

Namun begitu, soal ketum parpol lain yang masih berada di bawah Airlangga, tetap bisa menyusul elektabilitas Menko Perekonomian itu.

“Tentu polling tersebut akan mengalami perubahan. Namun biasanya polling tak bisa dijadikan acuan soal pencapresan. Surveilah yang akan menjadi acuan. Tapi apapun itu, netizen telah memberikan pilihanya. Pilihan yang tentu akan terus berubah setiap saat,” demikian Ujang Komarudin.

Partai Golkar mengklaim meraih kemenangan sebesar 61,1 persen dari 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020. Angka ini didapat dari hasil sejumlah hitung cepat dan plano C1 yang dimiliki Badan Saksi Nasional Partai Golkar.

Baca Juga: Tidak Ingin Polisi Terima Uang Haram, Mardani: Kapolri Jangan Takut Naikkan Anggaran

Sumber: rmol.id