Jokowi Persilakan Uji Materi Omnibus Law, Pakar Hukum: Sudah Barter dengan UU MK

Sejumlah mahasiswa melakukan longmarch saat unjuk rasa menuju gedung DPRD Kediri, Jawa Timur, Senin, 12 September 2020. Aksi ratusan mahasiswa tersebut menuntut dicabutnya pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat kecil. (Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani)

IDTODAY NEWS – Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari meragukan independensi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutus permohonan uji materi omnibus law Undang-undang Cipta Kerja.

Feri menilai, pemerintah dan DPR sudah barter dengan MK saat meloloskan revisi UU MK yang salah satu poinnya adalah memperpanjang masa jabatan hakim MK hingga usia 70 tahun.

“Jadi, peluangnya (gugatan dikabulkan) enggak ada. Sebab, MK melanggar etik dan persidangan MK sarat konflik kepentingan. Melanggar etik karena menerima ‘hadiah’ dari pihak yang berperkara (pembuat UU) berupa perpanjangan usia hakim konstitusi,” ujar Feri saat dihubungi Tempo pada Selasa, 13 Oktober 2020.

Maka dari itu, ujar Feri, Presiden Joko Widodo atau Jokowi kemudian menyarankan publik menggugat saja ke MK, jika tak sepakat dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Jika masih ada tidak ada kepuasan pada UU Cipta Kerja ini silakan ajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” ujar Jokowi melalui siaran langsung Youtube Sekretariat Presiden, Jumat, 9 Oktober 2020.

Opsi dari Jokowi itu ditentang oleh mahasiswa. Menurut mereka, Jokowi harus mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Meminta rakyat untuk melakukan uji materi ke MK di tengah nyatanya penolakan dari berbagai elemen adalah sebuah bukti bahwa Presiden tidak mengakomodir kepentingan rakyat, melainkan hanya memuluskan kepentingan sebagian pihak yang diuntungkan oleh UU tersebut,” kata Koordinator BEM SI Remy Hastian lewat keterangan tertulis.

Baca Juga  Ujang: Mungkin karena di PDIP Ada Putri Mahkota Puan, maka Keinginan Ganjar Sedikit Terganjal

Menanggapi tuduhan lembaganya tidak independen, juru bicara MK, Fajar Laksono mempersilakan publik menilai karena segala proses persidangan di MK terbuka. “Seluruh pendapat dan argumentasi konstitusional diberi ruang untuk dikemukakan di persidangan sesuai asas audi et alteram partem,” ujar Fajar.

Putusan di MK, ujar Fajar, bukan perkara kalah dan menang, tapi perkara mencari keadilan. “Sesuai kewenangan dan independensi yang dimiliki, MK dapat menegaskan memutus sesuai pertimbangannya sendiri berdasar konstitusi, sekalipun mungkin tak seperti harapan pemohon atau harapan pembentuk UU,” ujar dia.

Sumber: tempo.co

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan