IDTODAY NEWS – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI memanggil ekonom senior Faisal Basri dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk memberikan masukan terkait upaya penyelamatan ekonomi tanah air di tengah pandemi Covid-19.
Faisal mengatakan, dirinya mengaku cemas jika pemerintah hanya berfokus pada pemulihan ekonomi tanpa mempedulikan angka kasus penularan yang semakin tinggi.
“Saya takut respons pemerintah itu makin tidak peduli dengan Covid-19. (hanya) Peduli dengan pemulihan ekonomi yang tercermin di dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020,” ujarnya di gedung DPR RI Jakarta, Senin (31/8).
Faisal menjelaskan, pandangannya terhadap hal tersebut karena perubahan struktur Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, yang kini dinamai Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Gugus tugas yang tadinya dipimpin langusng oleh Presiden, sekarang di bawah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Betul-betul penanganan virus ini lebih ke arah ekonomi,” ucapnya.
Faisal menyayangkan, dalam penanganan kesehatan Covid-19 pemerintah hanya menunggu vaksin ditemukan. tanpa melakukan strategi untuk meredam angka penularan. “Jadi, sebelum vaksin datang kita tidak tahu apa yang dilakukan pemerintah, tidak ada strategi. Tidak pernah kita bicara strategi penanganan virus, hanya menunggu vaksin saja. Dan vaksin ini belum tentu mujarab,” tuturnya .
Faisal juga menambahkan, langkah pemerintah kalah cepat dari penularan Covid-19. Sebab, jumlah tes Covid-19 baik Rapid Test maupun PCR secara masal masih sangat sedikit jika dibandingkan negara lain.
Misalnya dibandingkan negara Singapura dan Malaysia yang telah mulai transparan dengan melakukan tes secara masal setiap hari. “Coba lihat sekarang Singapura dan Malaysia kasusnya sudah sangat rendah, dia melakukan testing terus. India yang penduduknya miliaran, per hari testing itu 1 juta. Kita 20.000 juga hampir nggak pernah,” ungkapnya.
Padahal, kata dia, penanganan virus pandemi tersebut menjasi sangat krusial. Menurutnya, jika hanya fokus pada perekonomian saja, pemulihannya akan semakin lama.
“Nah. itu yang disebut second wave atau double punch oleh OECD yang membuat pertumbuhan ekonomi kita akan minus 3,8 persen tahun ini,” pungkasnya.
Sumber: fajar.co.id