Selain itu, kemunculan Gibran menjadi pertanda bias kelas perwakilan masyarakat di kancah politik. Peneliti dari Universitas Leiden, Ward Barenschot, menyatakan keterwakilan masyarakat berdasar etnis dan agama di politik sudah cukup baik, tetapi tidak dalam hal strata sosial. Baik posisi di parlemen, gubernur, dan bupati, pelaku bisnis masih mendominasi.

“Kita semua tahu banyak contoh elite politik yang juga elite ekonomi di tingkat nasional: Sandiago Uno, Erick Thohir, Jusuf Kalla, Hary Tanoesoedibjo, Surya Paloh. Sekarang sangat mudah untuk pelaku bisnis masuk dunia politik. Di tingkat lokal, polanya hampir sama,” ujar Berenschot seperti dikutip CNBC.

Baca Juga  Kejahatan Besar Sedang Terjadi di Indonesia

Dalam buku Democracy for Sale (2019) yang ditulis Edward Aspinall bersama Berenschot, data Pilkada serentak 2015 menunjukkan ada 695 kandidat kepala daerah dari 223 provinsi/kabupaten/kota. Sebanyak 25,2% adalah pebisnis sedangkan 26,8% adalah pegawai negeri sipil atau pensiunan PNS. Sedikit yang benar-benar mewakili masyarakat menengah ke bawah.

Tingkatan politik lokal tak jauh berbeda. Jikalau elite tidak mendominasi, maka yang akan muncul adalah mereka dari kelompok lain yang dekat dengan pebisnis dengan ekonomi mapan. Jarang sekali calon berasal dari guru atau petani. Kendati ikut, keterpilihan mereka cenderung rendah.

Selain biaya politik yang tak murah, praktik klientelisme di Indonesia juga bergeming. Masih dalam catatan Berenschot dan Aspinall, pada pemilu 2014 lalu, ada warga yang menukar suara warga dengan uang pembangunan. Mereka yang bisa memberi dana pembangunan jalan sebesar Rp50 juta mendapat dukungan warga sekitar agar lolos ke parlemen.

Dosen Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi, Muhammad Beni Saputra, menganggap pemilu demokratis di Indonesia serupa dengan bisnis. Mereka yang mau maju sebagai kepala daerah, anggota DPR, atau bahkan presiden harus bermodalkan Rp20 juta sampai dengan Rp7 triliun. Angka ini tentu tidak bisa diraih masyarakat kelas menengah ke bawah Indonesia yang rata-rata penghasilannya hanya Rp47 juta/tahun.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan