IDTODAY NEWS – Politisi Partai Demokrat, Yan Harahap mengkritik cara pemerintah menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.

Yan menyindir bahwa mungkin pemerintah masih bernegosiasi dengan buzzeRp soal kebijakan strategis menangani Covid-19.

Namun, kebijakan yang dimaksud pun bukan benar-benar soal menangani pandemi, melainkan terkait pembungkaman para pengkritik.

“Soal kebijakan strategisnya mungkin masih nego dengan para buzzerp,” kata Yan melalui akun Twitter YanHarahap pada Kamis, 21 Juli 2021.

“Kira-kira yang mana lagi yang harus ‘dibungkam’ dan ‘difitnah’ jika coba-coba mengkritisi,” lanjutnya.

Baca Juga  Gatot Nurmantyo Dihujat Karena Bicara PKI, Lieus Sungkharisma: Kita Seharusnya Dukung, Harus Kompak

Bersama pernyataannya, Yan Harahap membagikan berita yang memuat pendapat Epidemiolog soal penangan pandemi di Indonesia.

Epidemilog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman memprediksi bahwa Indonesia akan membutuhkan waktu lama untuk keluar dari pandemi.

“Tampaknya Indonesia akan selesai belakangan dari situasi krisis pandemi. Ini bukan estimasi yang mengenakkan, tapi kondisi saat ini mengarah ke situ,” ucapnya pada Selasa, 27 Juli 2021, dilansir dari BBC News Indonesia.

Dicky memprediksikan bahwa di Indonesia, bukan tidak mungkin akan muncul suatu varian virus baru dari pergerakan manusia yang tidak terkendali dari pulau-pulau lain.

“Potensi itu besar, seperti pada kasus flu burung muncul strain super. Ketika swine flu juga Indonesia yang terakhir keluar dari wabah,” jelasnya.

Dicky Budiman lantas menyototi bagaimana kebijakan pemerintah dlaam menghadapi pandrmi sejak awal hingga kini.

Ia menyinggung bagaimana di tahun pertama pandemi, pemerintah meremehkan Covid-19 dan keputusan yang diambil tidak berbasis sains.

Di tahun kedua pun, lanjutnya, seluruh kebijakan pandemi Covid-19 Indonesia banyak dipengaruhi oleh kompromi ekonomi ketimbang kesehatan.

Baca Juga  Bocoran dari Anak Buah Megawati soal Calon Panglima TNI, Ternyata…

Dicky menjabarkan persoalan seperti esting rendah, tracing sekadarnya, serta dilakukannya pembatasan yang sangat longgar.

“Inilah yang dihadapi Indonesia karena sudah menempatkan pilihan strategi yang salah dari awal, sehingga masalah kesehatan terlanjur membesar,” ujar Dicky.

“Mau tidak mau kita akan melihat kasus kematian dari hasil kompromi ini, kematian yang sangat banyak,” tambahnya.

Sumber: terkini.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan