Kategori
Politik

Saatnya Pemerintah Realisasikan Tujuan Pembentukan UU Ciptaker

IDTODAY NEWS – Omnibus law UU Cipta Kerja telah disahkan dan resmi diundangkan setelah Presiden Joko Widodo membubuhkan tanda tangan pada 2 November lalu. Kini tugas pemerintah adalah fokus pada sosialisasi UU dan upaya merealisasikan tujuan pembentukan omnibus law ini.

Begitu kata praktisi hukum yang juga dosen di Palembang, Sumatera Selatan, Darmadi Djufri kepada wartawan, Minggu (29/11).

Menurutnya, pemerintah harus diberi kesempatan untuk membuktikan UU Cipta Kerja mampu mempercepat langkah pemerintah meningkatkan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia.

“Ini komitmen yang disampaikan Presiden Jokowi dengan target lapangan kerja untuk 2,7 juta sampai 3 juta angkatan kerja per-tahun, meski di tengah pandemi tentu kini tantangannya menjadi berbeda,” ujarnya.

Secara substantif, tujuan omnibus law adalah upaya reformasi regulasi yang dimaksudkan untuk menyederhanakan sejumlah UU yang saling berkaitan dan tumpang tindih menjadi suatu regulasi baru yang terintegrasi.

Secara sederhana, omnibus law adalah penyederhanaan beberapa UU menjadi suatu regulasi terpadu. Sedangkan secara taktikal, UU Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan dan mengentaskan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.

Kategori
Politik

Beda Perlakuan Aparat ke Pendemo Ciptaker Dan Penjemput Habib Rizieq Shihab

IDTODAY NEWS – Chandra (27) terbiasa berangkat dari rumahnya di Bekasi ke Bandara Soekarno-Hatta 3 jam sebelum penerbangan. Termasuk juga Selasa 10 November kemarin, kala harus ke Surabaya untuk keperluan dinas. Ia berangkat pukul 5 pagi untuk penerbangan jam 8.

Namun, tidak seperti biasanya, pada pagi itu sejak tol Soedyatmo kendaraannya tertahan karena rombongan massa.

“Akhirnya naik pikap. Ada kali 7 kilo[meter]. Begitu sampai bandara ternyata delay,” kata Chandra kepada reporter Tirto, Rabu (11/11/2020).

Pengalaman serupa dialami Amel (25), seorang pekerja di Bandara Soekarno-Hatta. Ia dan kawan-kawannya terpaksa berjalan kaki ke tempat kerja karena lalu lintas yang sama sekali tidak bergerak sejak perimeter selatan.

Tol ke arah sebaliknya lengang. Kondisi itu dimanfaatkan massa. Mereka membawa motor ke jalan tol. Bahkan seorang simpatisan duduk di atas mobil boks.

Executive General Manager Bandara Soekarno-Hatta Agus Haryadi mengatakan 118 dari 556 jadwal penerbangan tertunda hingga empat jam. Pada sore hari baru seluruh jadwal maskapai kembali pulih. Sejumlah grup maskapai seperti Indonesia AirAsia, Lion Air Group, Sriwijaya Air Group, dan Garuda Indonesia Group memberikan kompensasi berupa pengembalian uang hingga penjadwalan ulang.

Sejumlah fasilitas bandara seperti kursi, tanaman, hingga gerai kartu telepon pun rusak.

Semua kekacauan itu terjadi karena massa tumpah ruah berduyun-duyun mendatangi bandara untuk menyambut kepulangan Rizieq Shihab, pentolan Front Pembela Islam (FPI) yang namanya melejit lagi usai aksi-aksi menentang Ahok pada periode 2016-2017, setelah menetap tiga tahun di Arab Saudi. Massa memenuhi area jalan tol menuju bandara sejak pukul 4 pagi. Ketika yang ditunggu mendarat, massa merangsek ke area kedatangan Terminal 3.

Sebanyak 3.490 anggota gabungan, TNI, Polri, dan pengamanan bandara yang dilengkapi kendaraan taktis seolah tak mampu berbuat apa-apa.

Kondisi itu kontras dengan unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja (kini sudah resmi jadi undang-undang).

Satu contoh, dalam satu demonstrasi pada 7 Oktober lalu, sekitar 800 mahasiswa Universitas Pelita Bangsa langsung berhadapan dengan barikade polisi begitu memasuki Kawasan Industri Jababeka 1, Cikarang, Bekasi. Aksi saling dorong tak terhindarkan dan dibalas dengan pukulan dan tembakan peluru karet. Budi Nasurullah, seorang mahasiswa, sampai patah hidungnya dan giginya retak.

Pada hari yang sama, puluhan pelajar dari berbagai sekolah ditangkap oleh Polres Metro Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya saat kedapatan berjalan kaki secara bergerombol di kolong Semanggi hendak menuju Gedung DPR/MPR RI untuk ikut berunjuk rasa. Alasan polisi mereka bukan bagian dari buruh atau mahasiswa, seakan-akan hanya merekalah yang boleh menyampaikan pendapat.

Ribuan buruh dari Tangerang dan Bekasi juga dicegat polisi saat hendak menuju Gedung DPR/MPR pada Senin 5 Oktober.

Peneliti dari Human Right Watch Andreas Harsono mengatakan ada sejumlah aspek teknis yang bisa jadi alasan perbedaan perlakuan itu. Dalam demonstrasi perlu ada pemberitahuan. Lokasi demonstrasi bisa diprediksi. Kondisi itu membuat polisi bisa bersiaga. Sementara penjemputan kemarin sifatnya spontan sehingga wajar jika polisi gagap.

Andreas juga menyinggung ada fenomena bias terhadap gerakan sayap kanan di tubuh Korps Bhayangkara. Pada 2019 lalu, misalnya, seorang polwan ditangkap karena terafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulat (JAD). Sebelumnya juga ada seorang brigadir dari Polres Batanghari, Jambi yang undur diri dari Korps Bhayangkara dan bergabung dengan ISIS. Hal serupa juga dilakukan Brigadir WK di Kabupaten Tanggamus, Lampung. Kendati begitu, ia enggan langsung menyimpulkan bias itu berpengaruh pada kejadian Selasa kemarin.

“Memang banyak polisi yang bias, tapi seberapa jauh bias itu membuat mereka tidak siap, saya kira enggak. Itu lebih urusan karena ini menjemput orang di airport, bukan unjuk rasa,” kata Andreas kepada reporter Tirto, Rabu (11/11/2020).

Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai respons berbeda dari aparat itu disebabkan dua hal. Pertama, lebih banyak massa yang datang ke bandara ketimbang yang demonstrasi RUU Cipta Kerja. Kedua, dan ini paling penting, adalah kekhawatiran opini yang kelak berkembang. Massa penjemput Rizieq datang membawa simbol agama sehingga jika dilarang, maka akan ada efek domino.

“Kondisi ini yang mendorong pemerintah hati-hati,” kata Wasisto kepada reporter Tirto, Rabu.

Wasisto juga menjelaskan mengapa Rizieq bisa begitu populer. Menurutnya ini karena umat Islam Indonesia tidak lagi memiliki sosok karismatik untuk dijadikan simbol. Terlebih Rizieq juga kerap membawa isu ketimpangan ekonomi yang dibungkus sentimen muslim-non-muslim.

Serangkaian upaya pemidanaan juga membuat namanya semakin mekar. “Serangkaian ‘kriminalisasi’ itu malah jadi semacam ‘pembenaran’ bagi HRS dan pengikutnya kalau yang mereka perjuangkan itu benar dan negara itu takut.”

Polisi tahu bahwa Bandara Soekarno-Hatta adalah objek vital nasional. Dan sebagaimana objek vital nasional, “tidak boleh ramai-ramai ke sana, harus ada pengamanan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Yusri Yunus, Kamis, dikutip dari Antara.

Namun ia mengatakan Polda Metro Jaya “tidak menyiapkan pengamanan secara khusus.”

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Awi Setiyono pekan lalu juga mengatakan serupa, bahwa tak akan menerjunkan personel seperti mengamankan demonstrasi. Menurutnya pengamanan polisi hanya “secukupnya.”

Sumber: tirto.id

Kategori
Politik

Gaduh Surat Stafsus Jokowi, Jubir FAM-I: Stafsus Milenial “Enggak Ngerti Apa-apa” Soal UU Ciptaker

IDTODAY NEWS – Pertemuan Staf Khusus Milenial Presiden Joko Widodo untuk membahas persoalan omnibus law UU Cipta Kerja bersama dewan eksekutif mahasiswa dinilai bukan langkah yang tepat.

Menurut jurubicara Front Aksi Mahasiswa Indonesia (FAM-I), Wenry Anshory Putra, sejauh ini dirinya tak melihat kompetensi staf khusus milenial dalam persoalan UU sapu jagat tersebut.

“Berdialog dengan presiden saja sudah tidak ada manfaatnya, apalagi dengan stafsus milenial yang ‘tidak mengerti apa-apa’ soal UU Cipta Kerja,” kata Wenry Anshory Putra dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Minggu (8/11).

Hal tersebut ia tekankan usai adanya pertemuan staf khusus milenial dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Istana Negara beberapa waktu lalu.

Pertemuan ini menjadi sorotan lantaran beredar surat perintah oleh Staf Khusus Milenial Presiden Joko Widodo, Aminuddin Maruf kepada PTKIN untuk membahas soal omnibus law. Banyak pihak yang mengkritisi redaksional surat stafsus milenial karena menggunakan diksi ‘memerintahkan’ kepada dewan eksekutif mahasiswa.

Di sisi lain, Wenny justru berharap ada medium yang bisa digunakan untuk menguji kemampuan stafsus Presiden Joko Widodo ini terkait dengan UU Cipta Kerja.

“Alangkah baiknya untuk menguji kemampuan dan pemahaman stafsus milenial Presiden mengenai UU Cipta Kerja, diadakan saja debat terbuka dengan Ketua YLBHI Asfinawati,” tandasnya.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Draf UU Cipta Kerja yang Terus Berubah-ubah

IDTODAY NEWS – Jumlah halaman draf Undang-Undang (UU) Cipta Kerja kembali berubah. Kini draf terbaru berisikan 1.187 halaman.

Mulanya, keberadaan draf terbaru berisikan 1.187 halaman diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ( MUI) Muhyidin Junaidi. Ia memperoleh naskah tersebut dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

“Iya, MUI dan Muhammadiyah sama-sama terima yang tebalnya 1.187 halaman. Soft copy dan hard copy dari Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara),” kata Muhyidin kepada Kompas.com, Kamis (22/10/2020).

Pratikno yang diutus Presiden Joko Widodo, datang langsung ke kediaman Muhyidin pada Minggu (18/10/2020). Dalam pertemuan itu, Pratikno juga menyerahkan naskah UU Cipta Kerja yang diklaim telah final setebal 1.187 halaman.

Kendati demikian, Muhyidin tak menanyakan kepada Pratikno mengapa jumlah halaman UU Cipta Kerja terus berubah-ubah.

Ia mengatakan MUI akan mengkaji naskah tersebut selama sepekan. Setelah itu MUI akan memberikan catatan dalam keterangan tertulis dan bakal disampaikan ke publik.

Menanggapi jumlah halaman drad UU Cipta Kerja, Pratikno mengatakan hal itu terjadi lantaran perbedaan format yang digunakan.

Ia pun memastikan substansi naskah Undang-undang (UU) Cipta Kerja setebal 1.187 halaman sama dengan yang diserahkan DPR kepada Presiden Joko Widodo.

“Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden,” kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Kamis (22/10/2020).

Ia mengatakan, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan penyuntingan dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan.

Setiap detail perbaikan teknis yang dilakukan, seperti typo dan lain-lain dilakukan atas persetujuan pihak DPR, yang dibuktikan dengan paraf Ketua Badan Legislasi (Baleg).

Adapun tentang perbedaan jumlah halaman, Pratikno menilai tak bisa digunakan untuk mengukur kesamaan dokumen. Ia mengatakan, menilai kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman hasilnya bisa tidak valid.

“Sebab, naskah yang sama, yang diformat pada ukuran kertas yang berbeda, dengan margin yang berbeda dan font yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda,” tutur Pratikno.

“Setiap naskah UU yang akan ditandatanganin Presiden dilakukan dalam format kertas Presiden dengan ukuran yang baku,” lanjut dia.

Kendati naskah UU Cipta Kerja diklaim telah final, dokumen publik itu hingga kini belum bisa diakses publik secara terbuka. Naskah itu belum diunggah di situs resmi DPR dan juga di situs Kemensetneg lantaran beleid tersebut juga belum ditandatangani Presiden Jokowi dan belum berlaku.

Baca juga: Jokowi Belum Tanda Tangani UU Cipta Kerja, Moeldoko: Tinggal Tunggu Waktu

Meski demikian, berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU yang telah disahkan sebagai UU oleh DPR akan berlaku 30 hari setelahnya meskipun tak ditandatangani presiden.

Adapun Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan, penandatanganan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo tinggal menunggu waktu.

“Tanda tangannya belum. Tinggal tunggu waktu, beberapa saat,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (21/10/2020).

Seperti diketahui, draf UU Cipta Kerja yang beredar di publik terus berubah-ubah. Setidaknya, hingga Selasa (13/10/2020), ada empat draf berbeda.

Di situs DPR (dpr.go.id), diunggah draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah 1028 halaman. Kemudian, di hari pengesahan RUU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020, unsur pimpinan Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi dan Willy Aditya memberikan draf setebal 905 halaman.

Namun, belakangan dikatakan bahwa draf tersebut masih harus diperbaiki. Achmad Baidowi menjamin tidak ada perubahan substansi.

Dia mengatakan perbaikan hanya sebatas pada kesalahan ketik atau pengulangan kata.

“Kami sudah sampaikan, kami minta waktu bahwa Baleg dikasih kesempatan untuk me-review lagi, takut-takut ada yang salah titik, salah huruf, salah kata, atau salah koma. Kalau substansi tidak bisa kami ubah karena sudah keputusan,” ujar Awi saat dihubungi, Kamis (8/10/2020).

Pada Senin (12/10/2020) pagi, beredar draf RUU dengan jumlah 1035 halaman. Di halaman terakhir draf tersebut ada tanda tangan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menyatakan draf tersebut hasil perbaikan Baleg DPR pada Minggu (11/10/2020) malam. Menurutnya, ada perbaikan redaksional dalam draf RUU Cipta Kerja.

Namun, pada malam harinya beredar draf RUU Cipta Kerja setebal 812 halaman. Indra menyatakan draf berjumlah 812 halaman itu merupakan hasil perbaikan terkini.

Dokumen berjumlah 1035 halaman itu menyusut menjadi 812 halaman setelah diubah dengan pengaturan kertas legal.

“Itu kan pakai format legal. Kan tadi (yang 1035 halaman) pakai format A4, sekarang pakai format legal jadi 812 halaman,” ujar Indra.

Sumber: kompas.com

Kategori
Politik

UU Ciptaker Inkonsisten, Teddy PKPI: Kalau Belum Disahkan Tentu Berubah

IDTODAY NEWS – Dewan Pakar PKPI Teddy Gusnaidi memberi tanggapan soal kesimpangsiuran UU Omnibus Law Cipta Kerja yang beberapa kali mengalami perubahan.

Melalui akun Twitternya @TeddyGusnaidi, ia memaklumi jika UU Cipta Kerja berubah halamannya.

“Yang berubah itu isi UU Cipta Kerja atau halamannya?” tulis Teddy dikutip Suara.com, Kamis (22/10/2020).

Menurutnya, Omnibus Law yang selama ini diprotes berbagai kalangan tidak mempermasalahkan isinya melainkan hanya halamannya saja.

“Karena yang dimasalahkan selama ini halamannya bukan isinya. Kalau halaman bisa berubah karena font & ukuran kertas,” sambungnya.

Selain itu, Teddy pun bertanya kepada warganet kapan perubahan-perubahan itu terjadi.

“Lalu yang berubah itu setelah disahkan atau sebelum disahkan UUnya? Kalau sebelum disahkan, tentu berubah-ubah dong,” imbuh Teddy.

Sebelumnya, Teddy juga menyinggung pihak-pihak yang memprotes disahkannya UU Omnibus Law dan menganggapnya sebagai pihak yang kebakaran jenggot.

“Kenapa LSM MUI kebakaran jenggot dengan adanya UU Cipta Kerja? Karena kewenangan mereka dicabut. Kenapa Organisasi Buruh kebakaran Jenggot dengan adanya UU Cipta Kerja? Karena kewenangan mereka dicabut.

Jadi mereka berteriak bukan demi rakyat, tapi demi kepentingan pribadi mereka,” tulis Teddy di kicauan sebelumnya.

Hingga artikel ini ditulis, kicauan Teddy tersebut sontak mengundang reaksi dari warganet.

“Dari kertas kwarto pindah ke folio aja udah berubah halamannya, apa lagi ke legal paper untuk disahkan ke Presiden? pastinya berubah halamannya, tapi isinya sama,” timpal akun @MrsRac***

“Di situlah salah satu letak kebodohan mereka. Jumlah halaman berubah tapi isi tidak berubah kenapa harus ribut? Tulisan “President Joko Widodo St” juga dibaca dan dipahami “Kan Jokowi itu Ir., kenapa jadi Sarjana Teknik?” Gitu ngaku pinter,” celetuk warganet dengan akun @Tobat***

Sumber: suara.com

Kategori
Politik

Ribuan Buruh Bakal Demo di Dekat Istana, Akses Jalan Mulai Ditutup

IDTODAY NEWS – Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) akan menggelar aksi demo tolak UU Omnibus Cipta Kerja di sekitar Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (22/10/2020). Akses jalan menuju Istana mulai ditutup.

Berdasarkan pantauan Suara.com di lokasi sekira pukul 09.30 WIB tampak massa yang ingin melakukan aksi belum terlihat berkumpul dan berdatangan. Terlihat hanya satu mobil komando buruh sudah terparkir di kawasan ini.

Aparat kepolisian sudah mulai berkumpul dan bersiaga di depan Gedung Sapta Pesona dan di Gedung Kemenko Polhukam. Kendaraan taktis baru terlihat dua buah yang terparkir di lokasi.

Sementara itu tampak arus lalu lintas di lokasi masih tampak dibuka sebagian. Lalu lintas dari arah Jalan MH Thamrin menuju Jalan Medan Merdeka Barat mengarah ke Istana sudah mulai ditutup barrier kawat berduri hingga beton. Namun arah sebaliknya masih dibuka sebagian.

Sementara itu arus lalu lintas dari arah Jalan Medan Merdeka Selatan menuju Jalan Budi Kemuliaan masih tampak lancar dan dibuka Begitu juga arah sebaliknya.

Terlihat barrier kawat berduri juga sudah disiagakan di lokasi. Beton-beton juga tampak di lokasi. Penyekatan kawat berduri hingga beton akan dibentangkan ketika massa mulai berdatangan.

Adapun pantauan dari kawasan Tugu Tani juga masih tampak lengang. Belum terlihat adanya massa buruh yang berkumpul. Terlihat hanya baru satu dua massa mulai mengarah ke lokasi.

Tugu Tani nantinya akan menjadi titik kumpul massa untuk kemudian longmarch menuju Istana.

Lebih lanjut, tak hanya massa buruh dari FSP LEM SPSI yang akan menggelar aksi, tapi juga massa dari Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) akan melakukan aksi serupa. Massa GEBRAK akan lebih dulu berkumpul di depan Kantor ILO kemudian longmarch ke Istana.

Berdasarkan agenda juga para santri akan trut serta dalam aksi kali ini. Mereka akan turun bertepatan Hari Santri Nasional.

Sebelumnya, Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) akan menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di sekitar Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (22/10/2020).

Berdasarkan agenda yang diterima oleh Suara.com, aksi tersebut akan dimulai pukul 09.00 WIB. Diawali dengan longmarch mendekat menuju Istana Negara.

“Iya betul kami FSP LEM SPSI akan menggelar aksi hari ini ke Istana,” kata Koordinator Lapangan buruh FSP LEM SPSI, M Sidarta melalui pesan singkat kepada Suara.com, Kamis (22/10).

Menurutnya, tuntutan dari adanya aksi buruh FSP LEM SPSI ini yakni ada 3 hal. Pertama, lindungi rakyat, Presiden Joko Widodo harus terbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), terakhir cabut UU Omnibus Cipta Kerja.

Ia menambahkan, dalam aksi kali ini ditargetkan akan diikuti ribuan buruh dari seluruh wilayah. Mereka akan turut mengawali aksi dengan longmarch dari Kawasan Tugu Tani menuju Istana.

Sumber: suara.com

Kategori
Politik

Demokrat: Seharusnya Presidential Threshold 0 Persen Jika Ada Pemilu Serenta

IDTODAY NEWS – Pasca pengesahan Undang Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang diikuti dengan kondisi demokrasi di tanah air sedang mengalami kemunduran.

Imbas kemunduran itu ada yang mempengaruhi kelangsungan demokrasi Indonesia. Salah satunya, UU Kepemiluan yang melalui aturan-aturan turunannya yang bisa menentukan masa depan demokrasi.

Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan, tingginya angka presidential threshold yang juga diatur dalam UU Pemilu itu akan berpengaruh pada kelangsungan demokratisasi di Indonesia.

“Minggu-minggu kedepan ini setelah nanti masuk masa reses tanggal 8 November, saya kira akan segera masuk UU Pemilu yang jadi acuan utama kita merancang lagi 5 tahun ke depan Indonesia seperti apa. Pastilah isunya tentang pembatasan-pembatasan lagi,” kata Hinca Pandjaitan dalam Forum Demokrasi Forum (PDF) yang diselenggarakan Balitbang DPP Partai Demokrat, Selasa malam (20/10).

Menurut Hinca, pengalaman yang lalu-lalu seharusnya mengajarkan kepada semua pihak termasuk partai politik untuk tidak lagi ada Presidential Threshold (ambang batas pencalonan Presiden) 20 persen.

Hal itu, kata Hinca, justru tidak relevan dengan kebijakan pemerintah melakukan Pemilu Serentak.

“Seharusnya tidak ada lagi itu presidential threshold. Harus 0 persen. Itu (Presidential Threshold) tidak ada lagi kalau Pemilunya serentak. Itu tidak ada relevansinya lagi,” tegasnya.

“Pengalaman di Baleg DPR menyebut bahwa kita terus kecolongan begitu ya. Ini juga akan akan menjadi perdebatan yang sangat serius tahapan berikut adalah UU pemilu,” sambungnya.

Hinca mengatakan berbagai pertanyaan tentang bagaimana mengamankan kekuasaan kedepan pasti mengemuka. Meski demikian, dalam UU Pemilu harus menjamin hak dasar dipilih dan memilih.

“Harus jadi jaminan kita semua untuk sama-sama memperhatikan UU ini. Pengalaman-pengalaman periode ini saya kira menjadi pengalaman paling berharga,” demikian Hinca Pandjaitan.

Selain Hinca Pandjaitan, narasumber lain dalam diskusi virtual tersebut yakni Divisi Advokasi YLBHI Mohammad Isnur, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan, dan Ketua Balitbang DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra.

Sumber: rmol.id