IDTODAY NEWS – Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) Iwan Sumule mendesak Presiden Joko Widodo untuk mundur.

Desakan itu didasari fakta bahwa Indonesia akan mengalami resesi ekonomi pada akhir September 2020. Hal itu disampaikan Menkeu Sri Mulyani yang memastikan ekonomi nasional resmi resesi pada kuartal III 2020.

“Kemenkeu yang tadinya melihat ekonomi kuartal III minus 1,1% hingga positif 0,2%, dan yang terbaru per September 2020 ini minus 2,9% sampai minus 1,0%. Negatif teritori pada kuartal III ini akan berlangsung di kuartal IV. Namun kita usahakan dekati nol,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita (22/09).

“Lama ditutupi, Menkeu Terba(l)ik akhirnya ngaku juga bahwa negara resesi ekonomi. Pak @jokowi, kalian mundurlah, karena begitu banyak fakta menunjukan kalian tak mampu lagi kelolah negara, bikin rugi dan ekonomi negara semakin terpuruk. Iya gak sih?,” tulis Iwan di akun Twitter @KetumProDEM mengomentari tulisan bertajuk “Sri Mulyani Pastikan RI Resesi di Akhir September 2020”.

Senada dengan Iwan Sumule, Deputy Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Ricky Kurniawan juga menyoal kapasitas Sri Mulyani, yang disebut sebagai “menteri terbalik”.

“Meroket defisitnya berkat menteri terbalik,” tulis Ricky di akun @RicKY_KCh meretweet kutipan tulisan yang menyebut Sri Mulyani menyatakan defisit APBN telah menyentuh Rp500,5 triliun.

Sebelumnya, soal defisit APBN yang menyentuh Rp500,5 triliun, ekonom senior Rizal Ramli mempertanyakan insentif dokter dan perawat yang belum sepenuhnya dibayar.

Baca Juga  Waketum MUI Minta Jokowi Tunda Pelaksanaan UU Cipta Kerja

“Lho kemana aja tuh uang? Insentif dokter dan perawat saja belum semuanya dan sepenuhnya dibayar ! Payah amat sih,” tulis Rizal di akun @RamliRizal.

Ironis, saat Indonesia menjelang resesi ekonomi, Pilkada Serentak 2020 tetap akan digelar pada 9 Desember 2020.

Aktivis politik Haris Rusly Moti bahkan menyebut Pilkada Langsung 2020 melanggar dua protokal darurat sekaligus. Yakni protokol darurat ekonomi dan protokol darurat kesehatan.

Baca Juga  KPK "Giring" Saksi Kasus Suap Bansos Covid-19 ke Suatu Tempat, Ada Apa?

“Sobat, Pilkada langsung melanggar dua protokol darurat sekaligus. Pertama, melanggar protokol darurat ekonomi menghadapi resesi yang membutuhkan penghematan. Pilkada langsung hamburkan duit. Kedua, melanggar protokol darurat kesehatan menghadapi Covid yaitu physical distancing,” tegas Haris di akun @motizenchannel.

Di satu sisi, gerakan untuk memboikot Pilkada 2020 semakin menguat. Institut Ecosoc Rights (IER) turut menggalang hastag atau tagar #BoikotPilkada.

“Sudah tahu resesi tapi malah nekat mau menggelar pilkada serentak. Apa yang kaucari Presiden @jokowi? #BoikotPilkada,” tulis akun IER, @ecosocrights.

Sumber: itoday.co.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan