IDTODAY NEWS – Keputusan DPR bersama pemerintah dan KPU serta Bawaslu bahwa Pilkada Serentak 2020 tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020, walaupun ada keberatan dari berbagai organisasi masyarakat madani, sungguh menunjukkan apa yang disebut dengan kediktatoran konstitusional (constitutional dictatorship). Hal itu dikatakan deklarator sekaligus PresidiumKoalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin.

Menurut Din, aspirasi rakyat, yang disuarakan antara lain oleh NU, Muhammadiyah, majelis-majelis Agama, KAMI, dan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat, adalah apirasi riil rakyat yang sangat prihatin terhadap persebaran pandemi Covid-19 yang masih meninggi.

Baca Juga  Fadli Zon: Pak Menko Salah Lagi, Petani Harus Untung Banyak

“Mereka semata-mata ingin menyelamatkan rakyat dari wabah dan marabahaya. Namun sayang suara moral dan kemanusiaan tersebut diabaikan dan tidak didengar oleh pemerintah dan DPR,” ujarnya dalam rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (22/9/2020).

Kata Din, sikap ‘keras kepala’ pemerintah dan DPR tersebut jelas menunjukkan pengabaian dan pengingkaran terhadap aspirasi rakyat. “Pada saat yang sama sikap demikian dapat dipandang sebagai bentuk pengkhianatan terhadap aspirasi dan amanat rakyat,” katanya.

Pada sisi lain, lanjut mantan ketua umum PP Muhammadiyah ini, sikap pemerintah itu jelas mengabaikan amanat Konstitusi untuk ‘melindungi segenap rakyat dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia’. Ketetapan untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak 2020 pada Desember nanti sebenarnya bertentangan dengan peraturan pemerintah sendiri (PERPPU No. 2/2020), Penjelasan Pasal 201A, Ayat 3, bahwa pilkada serentak ditunda apabila tidak dapat dilaksanakan karena musibah nasional pandemi Covid-19.

Baca Juga  Heran Balihonya Ikut Jadi Sasaran Pencopotan, Haji Lulung: Kok Tentara Jadi Begini

“Hal ini mengandung arti bahwa pemerintah melanggar peraturan perundang-undangan yang ada. Juga, pelaksanaan pilkada serentak itu nanti tidak sejalan dengan ucapan Presiden Jokowi sendiri bahwa pemerintah lebih mengutamakan penanggulangan masalah kesehatan daripada stimulus ekonomi dan tentu juga agenda politik.”

Lanjut Din, pengabaian aspirasi rakyat, maupun pelanggaran Konstitusi dan undang-undang, serta adanya ketaksesuaian ucap dan laku, sangat berisiko besar. Apalagi, patut diyakini bahwa pelaksanaan pilkada, yang niscaya mendorong kerumunan massa, sangat potensial dan rentan menciptakan klaster baru Covid-19.

Baca Juga  Bukan Sinetron Ikatan Cinta, Mahfud MD Malah Ngaku Sering Nonton Film Detektif Selama Pandemi Covid-19

“Siapkah pemerintah menanggung akibat dan risikonya? Waktu masih ada untuk berpikir jernih dengan akal sehat untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat, daripada ingin mengedepankan kekuasaan, atau mengutamakan kepentingan politik kelompok/partai politik,” pungkasnya.

Sumber: sindonews.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan