IDTODAY NEWS – Perpres Nomor 10 Tahun 2021 dikeluarkan Jokowi untuk melegalkan miras di Sulawesi Utara, NTT, Bali dan Papua. Putra Manado, Rocky Gerung, menolak keras rencana pemerintah ini.
Pakar filsafat Rocky Gerung merupakan pria kelahiran Manado, Sulawesi Utara.
Rocky lahir di Manado, Sulawesi Utara, 20 Januari 1959.
Rocky menilai dibukanya pintu investasi minuman keras mulai dari skala besar hingga eceran adalah bentuk kebodohan demi meraih pemasukan bagi Negara.
“Misalnya di tempat saya di Manado. Petani itu minum alkohol terutama di gunung-gunung agar bisa bangun pagi bekerja, untuk menaikkan spirit batin dan mempercepat metabolism,” ungkap Rocky Gerung di kanal YouTube pribadinya pada Senin (1/3).
“Namun, jangan kemudian muncul anggapan mabuk-mabukan ada dalam tradisi itu. Ini kacaunya pemerintah melihat,” katanya lagi.
Begitu juga ganja, di wilayah Himalaya pada ketinggian 3.500 – 4.000 meter itu ada ladang ganja dan biasa dikonsumsi mereka karena menjadi ritus, bagian dari kepercayaan warga di sana.
Namun, begitu masuk ke kota di kawasan Himalaya, maka ganja tidak boleh dikonsumsi dan dinyatakan barang terlarang.
“Ritual itu bagian dari local wisdom. Nah, ini pemerintah mengeksploitasi lokal wisdom itu untuk menutup kedunguan anggaran, jadi yang mabuk pemerintah, yang disalahin itu rakyat,” tegasnya.
Rocky memberikan contoh, Gubernur Papua pernah mengamuk hingga ingin membakar toko-toko yang menjual minuman beralkohol tersebut.
Baca Juga: Tertangkap KPK, Penghargaan Tokoh Anti Korupsi Nurdin Abdullah Diusulkan Dicabut
Di Manado dan Minahasa juga terjadi kejadian serupa. Alasannya tentu saja karena berbagai kejahatan terjadi akibat miras.
“Minuman keras merajalela jadi problem kita semua karena disponsori oleh kapital yang besar,” ujarnya.
Dengan dibukanya pintu investasi maka yang terjadi adalah prinsip pasar. Ada produksi maka akan ada promosi dan itu membahayakan karena kemampuan aparat untuk mengawasi lemah.
“Ini sama dengan mencari devisa dengan memabukkan orang dengan alkohol,” ucapnya.
Apalagi dari sisi moral agama itu dilarang. Anehnya, pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin mengeksploitasi kearifan lokal seolah-olah ini dibenarkan untuk sebagai tambang pemasukan.
Dulu masyarakat curiga omnibus law disponsori oleh investor-investor besar termasuk investor minuman keras ini.
“Ini kan kayak zamannya Al Capone , masyarakat dikondisikan agar mabuk-mabukan,” jelasnya.
“Dan di dalam politik kita tahu miras bisa digunakan sebagai soft power untuk menguasai sebuah bangsa, bikin mabuk saja agar lupa beroposisi,” jelasnya.
Faktor itu harus dihitung sebagai variabel buruk legalisasi. Bahkan lebih dari itu mengundang investasi besar-besaran.
Apalagi tidak mungkin investor itu nantinya membatasi produknya hanya untuk satu kota karena pada dasarnya ingin meraup keuntungan.
“Jadi jangan kaget kalau nanti sponsor-sponsor minuman keras di media sosial dan lainnya akan bertebaran. Mereka mengajak masyarakat untuk mengonsumsi minuman beralkohol.”
“Jadi tradisi ini jangan untuk dijadikan kesempatan untuk mengeruk uang rakyat,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil.
Syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu.
Untuk wilayah tertentu itu antara lain Sulawesi Utara, Papua, NTT dan Bali.
Ketentuan ini tertuang di Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021.
Aturan itu juga merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat,” tulis Pasal 2 ayat 1 Perpres 10 Tahun 2021 seperti dikutip Kamis (25/2).
Baca Juga: Popularitas Anies Capres 2024 Tidak Akan Merosot Karena Semua Mata Tertuju Padanya
Sumber: pojoksatu.id