Kategori
Politik

Prof Jimly Asshiddiqie: Jangan Khawatir, Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Tak Mungkin Terjadi

IDTODAY NEWS – Anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan isu perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode yang terus bergulir seiring wacana amendemen UUD 1945.

Menurut mantan ketua pertama Mahkamah Konstitusi (MK) itu, perpanjangan masa jabatan presiden tidak mungkin terjadi.

“Soal perpanjangan masa jabatan presiden, itu tidak mungkin, tidak bisa dan tidak mungkin. Apalagi, Pak Jokowi juga sudah marah-marah, enggak mau dia. Marah dia, tersinggung, begitu lho,” kata Prof Jimly kepada wartawan, Rabu (8/9/2021).

Dia menilai isu tersebut hanya akan menimbulkan perselisihan antara yang pro dengan yang kontra. Terlebih lagi bila isu tersebut terus digoreng-goreng dengan tujuan yang bermacam-macam.

“Misalnya, orang yang mau goreng-goreng, maksudnya macam-macam. Ada yang mau menjilat, ada yang kemudian menentang, itu jadi terpancing. Padahal, enggak ada dan enggak mungkin,” tutur Prof Jimly.

Eks ketua DKPP itu membeberkan alasan kenapa perpanjangan masa jabatan itu tidak mungkin terjadi.

Pertama. karena semua partai sudah punya calon. Kedua, wacana itu tidak sejalan dengan agenda reformasi. “Tidak mungkin, kenapa? Ya, itulah misinya reformasi, pembatasan masa jabatan. Dan kedua, tidak ada partai yang mau,” ucap Prof Jimly.

Oleh karena itu, publik jangan terpancing memperdebatkan sesuatu yang tidak ada. Sebab, itu hanya buang-buang waktu, apalagi dengan emosi.

“Partai mana coba? PDIP yang paling besar, kan sudah punya calon. Kedua, Golkar, sudah punya calon. Ketiga, Gerindra, sudah punya calon juga,” kata tokoh asal Sumatera Selatan itu.

Ketua umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menambahkan, memperdebatkan isu yang dibuat-buat tersebut dengan emosi hanya akan menimbulkan permusuhan.

“Makanya, setop itu wacana tiga periode itu,” tandas Prof Jimly Asshiddiqie.

Pada Senin, 2 Desember 2019, Presiden Jokowi menegaskan tanggapannya atas wacana penambahan masa jabatan presiden maksimal tiga periode.

“Ada yang bilang presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga (maknanya) menurut saya; satu ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka. Dan yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja,” tegas Jokowi, di Istana Merdeka.

Sumber: teropongsenayan.com

Kategori
Politik

Bingkisan Lempar di Cirebon, Prof Jimly Ingatkan Orang Dekat Jokowi, Hentikan!

IDTODAY NEWS – Anggota DPD RI Prof Jimly Ashiddiqie mengingatkan orang-orang dekat Presiden Jokowi agar mengakhiri aksi bingkisan lempar seperti di Cirebon

Prof Jimly menegaskan, aksi Presiden Jokowi membagikan bingkisan langsung dengan cara dilempar harus segera disudahi.

Itu sebagaimana terjadi saat kungjungan Presiden ke Cirebon yang kemudian viral di media sosial.

Dalam aksi tersebut, warga bahkan berebutan sampai masuk ke saluran air yang keruh hanya untuk mendapat bingkisan yang berisi kaos.

Apalagi, tidak sekali ini aksi itu kemudian menimbulkan kerumunan warga di tengah pandemi Covid-19.

“Seharusnya orang-orang dekat memberi masukan agar praktik begini dihentikan. Mudaratnya jauh lebih besar darpada manfaatnya,” ujar mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) melalui akun Twitter pribadi, Rabu (1/9).

Hal senada sebelumnya juga disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.

Ia berharap agar kebiasaan Presiden Joko Widodo melempar bingkisan bukan bagian dari hobi dan hiburan.

Untuk diketahui, aksi bingkisan lempar Presiden Jokowi terakhir dilakukan di Kota Cirebon, Jawa Barat.

Aksi itu menjadi viral dan ramai diperbincangkan lantaran bingkisan yang dilempar dari dalam mobil masuk ke dalam selokan air kotor.

Ironisnya, warga pun sampai masuk ke dalam seluran air tersebut untuk mengambil bingkisan yang dilemparkan.

Sumber: pojoksatu.id

Kategori
Politik

Ibu Kota Baru Jangan Dibangun Tanpa UU, Jimly: Nanti Mangkrak Kayak di Zaman SBY

IDTODAY NEWS – Prof Jimly Asshiddiqie mengatakan RUU Ibu Kota Negara (IKN) Baru sebaiknya lekas disahkan menjadi UU agar pembangunan IKN berjalan lancar dan aman secara hukum.

Menurutnya, pembangunan yang kini dilakukan di Panajam, Kalimantan Timur sebagai persiapan IKN berpotensi melanggar hukum karena kawasan tersebut belum menjadi ibu kota baru.

Potensi pelanggaran hukum semakin besar bila presiden kelak berasal dari pihak yang berseberangan dengan pemerintah saat ini.

“Nanti kayak mangkrak di zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), itu dikorek-korek. Kebiasaan kita kayak begitu,” kata Jimly, seperti dilansir dari jpnn.com, Rabu (1/9).

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menekankan pentingnya UU IKN sebagai landasan hukum bagi pemerintah untuk membangun ibu kota baru.

Jimly mengaku sejak awal menyarankan pemerintah untuk tak memulai proses pembangunan sebelum UU IKN disahkan.

“Jangan tergesa-gesa, nanti repot apalagi ada pandemi. Jadi, lebih baik ada undang-undangnya dulu,” ujar anggota DPD RI itu.

Sumber: jitunews.com

Kategori
Politik

Prof Jimly Singgung Ibu Kota Baru: Nanti Mangkrak Kayak di Zaman SBY, Dikorek-korek

IDTODAY NEWS – Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Baru (RUU IKN) harus secepatnya disahkan menjadi Undang-Undang. Itu dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum.

Pembangunan yang kini sudah mulai dilakukan di dalam hutan Panajam, Kalimantan Timur sebagai persiapan IKN berpotensi melanggar hukum.

Pasalnya, daerah tersebut belum menjadi ibu kota baru.

Potensi itu semakin membesar jika yang menjadi presiden merupakan orang dari kubu yang berseberagan.

Demikian disampaikan anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie kepada JPNN.com (jaringan PojokSatu.id), Selasa (31/8/2021).

“Nanti kayak mangkrak di zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, red), itu dikorek-korek. Kebiasaan kita kayak begitu,” ujar Prof Jimly.

Di sinilah pentingnya UU IKN sebagai dasar hukum bagi pemerintah dalam memulai semua kegiatan terkait pembangunan di lokasi yang direncanakan untuk pembangunan ibu kota baru.

Prof Jimly pun mengungkap dirinya sejak awal menyarankan agar jangan membangun apa-apa dulu sebelum ada dasar hukum.

“Jangan tergesa-gesa, nanti repot apalagi ada pandemi. Jadi, lebih baik ada undang-undangnya dulu,” ucap mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Dasar Hukum
Ketua ICMI ini lantas mencontohkan pembangunan jalan dan jembatan di lokasi yang direncanakan sebagai ibu kota baru.

Ia mempertanyakan apa dasar hukumnya di UU APBN itu. Sedangkan UU IKN belum ada dan ibu kota negara masih DKI Jakarta.

Prof Jimly juga mengingatkan ada lebih 60 UU yang menyebut soal ibu kota negara dan itu merujuk pada DKI Jakarta.

Maka, tidak berdasar bila saat ini ada proyek jalan dan jembatan di lokasi yang disebut ibu kota baru karena tidak ada dasar hukumnya.

“Kalau pembangunan jalan, tetap di tengah hutan, lah untuk apa? Itu bisa dipersoalkan, membangun di tengah hutan untuk apa?” sambung mantan anggota Wantimpres itu.

“Jadi, itu dasar hukum membuang duit triliunan di tengah hutan (lokasi ibu kota baru, red), itu bisa dikorek-korek menjadi masalah hukum,” tegasnya.

Namun, semua masalah itu tidak akan terjadi jika RUU IKN sudah disahkan menjadi UU dan mengatur bahwa ibu kota negara akan pindah ke Penajam Paser Utara (PPU), misalnya, bertahap selama lima tahun.

“Nah, itu baru membangun jembatan di tengah hutan ada dasarnya, walaupun di tengah hutan, manusianya belum ada. Begitu,” tuturnya.

“Kalau enggak, itu bisa dipermasalahkan, bisa berbahaya. Nanti ganti pemerintahan, dikorek-korek,” tandas Prof Jimly.

Sumber: pojoksatu.id

Kategori
Politik

Prof Jimly Dukung Rencana Jokowi Serahkan RUU Ibu Kota Negara Baru Kepada DPR

IDTODAY NEWS – Anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie mendukung rencana Jokowi untuk segera menyerahkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) ke DPR.

Prof Jimly bahkan sudah sejak lama menyarankan agar pemerintah jangan dulu membangun apa pun terkait IKN karena dasar hukumnya belum ada.

Terlebih lagi semasa pandemi Covid-19.

UU IKN menurutnya sebagai solusi yang baik untuk kelancaran proses pembangunan ibu kota baru, agar tidak timbul masalah hukum.

“Jadi, lebih baik ada undang-undangnya dulu, soal pembangunan bisa saja sekarang, bisa tahun depan, tahun depan lagi,” kata Jimly saat berbincang dengan JPNN.com (Group Pojoksatu.id), Selasa (31/8).

Jimly menyebut ketika UU IKN sudah ada, presiden mana pun yang nanti meneruskan pemerintahan sekarang sudah terikat karena sejarah sudah dibuat, yakni ibu kota negara pindah berdasarkan UU.

Sekalipun UU IKN nanti sudah disahkan, pembangunannya bisa saja ditunda karena alasan pandemi Covid-19 dan refocusing prioritas anggaran.

Sebab, katanya, membangun ibu kota baru tidak mungkin dipaksakan cuma dalam waktu 2-3 tahun, tetapi bisa saja memakan waktu 5-10 tahun.

“Misalnya, dikasih waktu lima tahun, bisa saja 2024 sudah dibangun. Jadi, tetap Jokowi yang dapat nama. Enggak ada masalah,” ucap Prof Jimly.

Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menilai pembangunan IKN tidak harus dipaksakan tahun ini atau tahun depan.

“Lihat perkembangan keadaan, maka UU-nya dulu sah,” ucapnya.

Prof Jimly menambahkan, kalau uangnya memang ada dan anggaran membangun ibu kota baru tidak mengganggu perekonomian, pemrintah silakan saja mulai membangun.

“Lima tahun selesai sampai presiden yang akan datang. Jadi, sudah benar itu, segera saja RUU-nya diajukan,” tandas Prof Jimly Asshiddiqie.

Sumber: pojoksatu.id

Kategori
Politik

Prof Jimly: Organisasi Muslim Perlu Menggerakkan Dunia Usaha Sembari Berdakwah

IDTODAY NEWS – Keberadaan organisasi Islam dewasa ini tak hanya sebagai medium untuk berdakwah, melainkan bisa dikembangkan untuk membangun sektor ekonomi.

Seperti yang dilakukan Perhimpunan Saudagar Muslimah Indonesia (Persami), melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, maka dakwah juga bisa dilakukan sembari berbisnis.

“Bidang dakwah ini paling terlupakan. Kita perlu ikhtiar sungguh-sungguh, berkolaborasi dalam takwa dan kebajikan sesuai dengan iklim zaman sekarang,” kata Ketua Umum ICMI, Prof Jimly Asshiddiqie kolaborasi webinar Persami dan Indonesian Women Business Institute (IWBI), Kamis (26/8).

Menurutnya, yang harus dilakukan dalam melaksankan bisnis dan dakwah adalah kolabirasi dan sinergi antaraorganisasi agar dapat menumbuhkan bisnis yang baik.

“Yang harus kita lakukan kolaborasi bukan win and lose, tapi win and win. Ini harus kita pikirkan cara mempraktikkan dunia bisnis,” katanya.

Dia menambahkan, pelaku bisnis perlu digerakkan bukan hanya menekankan kebijakan atau policy secara syariah, melainkan menumbuhkan para pelaku usaha baru.

“Karena itu, organisasi Persami penting untuk mengegerakkan dunia usaha yang diprakarsai ibu-ibu, kaum perempuan muslimah untuk memperbanyak pelaku bisnis,” tandasnya.

Persami dan IWBI menggelar silaturahmi akbar dengan mengundang sejumlah tokoh besar, baik di Indonesia maupun dunia untuk mengembangkan dunia usaha berbasis syariah.

Dengan mengusung tema ‘Peran Pemerintahan Daerah Dalam Peningkatan Produk Unggulan Lokal Menjadi Produk yang Mendunia’, acara ini dihadiri Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa; Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga; Ketua Penasihat DPN Persami; Ketua Umum ISMI, Prof Ilham Habibie serta beberapa lainnya.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Prof Jimly: Pancasila Merupakan Dokumen Tertinggi, Tidak Boleh Dikhianati

IDTODAY NEWS – Pancasila itu punya sejarah. Ujung dari sejarah itu 18 Agustus. Ketika UUD 1945 beserta pembukaannya yang diistilahkan mukaddimah, akhirnya diganti oleh PPKI tanggal 18 menjadi pembukaan UUD beserta batang tubuhnya disahkan tanggal 18 Agustus 1945.

Begitu yang dikatakan Prof. Jimly Asshiddiqie dalam acara diskusi virtual Pancasila 18 Agustus 1945, Minggu malam (22/8).

“Maka, seluruh dokumen mulai dari pembukaan sampai aturan penutup, aturan tambahan semuanya adalah dokumen konstitusi kesepakatan. Dokumen tetinggi, kesepakatan tertinggi, yang tidak boleh dikhianati,” ucap Jimly.

Jimly menambahkan bahwa ada penafsiran yang berbeda-beda tentang Pancasila merupakan hal yang lumrah. Namun, isi teks dari Pancasila itu sendiri baik di dalam pembukaan UUD 1945 tidak boleh diubah.

“Tetapi akhirnya teks yang kita jadikan kesepakatan ya tidak boleh diubah-ubah. Titik koma pun tidak boleh,” imbuhnya.

Dia menceritakan pengalamannya dalam membedah Pancasila dengan mahasiswa terkait pasal 34 mengenai fakir miskin dan anak terlantar diperlihara negara, dengan menyinggung subjek dari kalimat dalam pembukaan UUD 1945 tersebut. Hal ini dilakukan untuk menyampaikan kepada mahasiswa agar titik dan koma dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila tidak boleh diubah.

“Nah, jadi itu gara-gara titik koma. Jadi, titik komanya pun tidak boleh diubah, karena bisa kita tafsirkan dulu belum ada EYD. Nah jadi tidak boleh diubah titik komanya mestinya huruf besar huruf kecilpun mestinya huruf ejaan lam ejaan baru pun harusnya tidak boleh diubah. Tapi oleh perubahan satu dua tiga dan empat terakhir, semua sudah disesuaikan dengan ejaan baru. Sehingga tidak ada lagi Oendang Oendang enggak boleh lagi, kan begitu misalnya kan,” katanya.

Dia menambahkan pegangan saat ini sebagai kesepakatan tettinggi berbangsa dan bernegara adalah lahirnya konstitusi pada tanggal 18 Agustus. Oleh karena itu, Jimly mengatakan ketika muncul usul di jamannya SBY periode pertama dan ketua MPRnya Taufik Kiemas, ada ide untuk mengembalikan sejarah ide untuk 1 Juni tu sudah mulai muncul tapi komprominya adalah yang ditetapkan sebagai hari konstitusi adalah 18 Agustus.

“Gitu lho. Namanya hari konstitusi, gitu. Nah, kenapa? Karena tanggal 18 Agustus itulah sehari setelah proklamasi 17 Agustus metupakan hari kesepakatan tertinggi,” katanya,

Yang telah diputuskan oleh PPKI, kata Jimly, yang diketuai oleh Bung Karno, Bung Hatta sebagai wakil ketua dan memiliki latar belakang sejarah yang panjang.

“Jadi kalau kita mau memahami teks Pancasila, dan UUD 1945 ya baca apa yang diputuskan 18 Agustus. Nah, tidak boleh lagi berubah-ubah, dan Pancasila yang mana? Yang dirumuskan di alinea ke-4 UUD. Di situ sudah jelas di situ. Misalnya, sila pertama tadinya ada tujuh kata yaitu dicoret lalu menurut kemanusiaan, berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, akhirnya dicoret juga jadi koma saja. Jadi bukanlah ketuhanan berdasarkan kemanusiaan, atau ketuhanan menurut kemanusiaannya adil dan ebradab. Tapi itu dua hal yang terpisah dicoret lagi kata itu,” beberanya.

“Jadi itu keputusan terakhir 18 Agustus itu. Nah, jadi rumusan Pancasila apa yang tertera di alinea ke-4 sebagaimana diputuskan itu. Jangan diubah-ubah lagi, jangan diperas jadi tiga, diperas jadi satu,” tandasnya.

Sumber: rmol.id