Kategori
Dunia

Joe Biden: China Akan Bayar Harga Mahal Atas Pelanggaran HAM di Xinjiang

IDTODAY NEWS – Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengancam China atas pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap etnis Muslim Uighur di Xinjiang.

“China akan membayar harga yang mahal akibat pelanggaran HAM,” kata Biden dalam sebuah acara tv nasional di AS, seperti dikutip dari Reuters.

Komentar Biden disampaikan untuk merespons dugaan adanya detensi bagi minoritas Muslim Uighur yang didirikan Pemerintah China.

Biden mengatakan, sudah menjadi tugas AS untuk bersuara dan bertindak bila ada pelanggaran HAM di dunia.

Oleh sebab itu, AS kini sedang menjalin kerja sama dengan berbagai negara lain. AS ingin agar tekanan komunitas internasional dapat membuat China melindungi HAM etnis Muslim Uighur.

“China berusaha keras untuk menjadi pemimpin dunia dan untuk mendapat predikat itu mereka mesti mendapat kepercayaan negara lain,” ujar Biden.

“Selama mereka terlibat dalam aktivitas bertolak belakang dengan HAM maka akan sulit bagi mereka untuk mendapat predikat tersebut,” kata Biden.

Pada Februari ini, Biden telah berkomunikasi dengan Presiden Xi Jinping.

Masalah Xinjiang menjadi salah satu bahan pembahasan yang diangkat oleh Biden.

Sementara itu, China berulang kali membantah adanya detensi etnis Muslim Uighur. Mereka menyebut, yang ada Xinjiang adalah pusat vokasi bertujuan untuk mencegah radikalisme.

Baca Juga: Tak Gentar Dengan Militer, Demonstran Myanmar: Kami Harus Berjuang Sampai Akhir!

Sumber: kumparan.com

Kategori
Dunia

China Blokir BBC karena Tayangkan Penyiksaan Uighur di Xinjiang

IDTODAY NEWS – Regulator penyiaran China pada Kamis (11/2/2021) memblokir BBC World News, karena menuduh media Pemerintah Inggris itu melanggar ketentuan soal pemberitaan Uighur.

Pemblokiran itu dilakukan hanya beberapa hari setelah regulator Inggris, Ofcom, mencabut lisensi media milik Pemerintah China CGTN, karena melanggar hukum Inggris tentang kepemilikan oleh negara.

Ofcom mengatakan, pemegang lisensi CGTN yaitu Star China Media Ltd tak bisa menunjukkan kepemilikan editorial atas jaringan tersebut, dan pengalihan ke media lain akan tetap mengikatnya dengan Partai Komunis China.

Sebelumnya, Inggris juga memblokir grup telekomunikasi China Huawei dari jaringan 5G-nya, menyusul kekhawatiran Amerika Serikat (AS) tentang adanya mata-mata.

Dalam pernyataan tadi malam (11/2/2021), Badan Radio dan Televisi Nasional Beijing (NRTA) mengatakan, laporan BBC World News tentang China secara serius melanggar pedoman siaran.

Poin yang mereka soroti adalah persyaratan bahwa berita harus jujur dan adil, serta tidak merugikan kepentingan nasional China.

“NRTA tidak mengizinkan BBC melanjutkan siaran di China, dan tidak menerima permintaan siaran tahun baru (Imlek),” tambahnya dikutip dari AFP.

BBC mengaku kecewa dengan keputusan yang berlaku di China daratan itu. Saluran mereka sudah disensor dan dibatasi di hotel-hotel internasional.

“BBC adalah penyiar berita internasional paling terpercaya di dunia dan melaporkan berita-berita dari seluruh dunia secara adil, tidak memihak, dan tanpa rasa takut atau berpihak,” kata seorang juru bicara BBC.

Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab menyebutkan, larangan itu pembatasan kebebasan media yang tak bisa diterima.

“China memiliki beberapa pembatasan paling parah terhadap kebebasan media dan internet di seluruh dunia, dan langkah terbaru ini hanya akan merusak reputasi China di mata dunia,” tambahnya.

Apa yang ditayangkan BBC?

BBC menayangkan film dokumenter yang menuduh China menutupi asal-usul pandemi Covid-19 di sekitar kota Wuhan pada akhir 2019.

Media yang didirikan pada 18 Oktober 1922 itu juga menayangkan laporan tentang kesaksikan penyiksaan dan kekerasan seksual terhadap wanita Uighur di kamp-kamp China pada 3 Februari.

Investigasi panjang berdasarkan kesaksian saksi melaporkan klaim pemerkosaan sistematis, pelecehan seksual, dan penyiksaan terhadap tahanan wanita oleh polisi dan penjaga di Xinjiang, China barat.

Laporan itu menceritakan bagaimana penyiksaan dengan sengatan listrik, termasuk penganiayaan di dubur dengan tongkat listrik oleh penjaga.

Para wanita menjadi target pemerkosaan berkelompok dan dipaksa melakukan sterilisasi, kata para saksi mata.

“Jeritan bergeda di seisi bangunan,” ungkap salah satu saksi.

Kementerian Luar Negeri China menuding penyelidikan BBC itu palsu, tetapi Pemerintah Inggris berkata bahwa itu jelas tindak kejahatan.

“Negeri Panda” dituduh memaksa orang-orang Uighur meniru propaganda Komunis dan meninggalkan Islam, serta menerapkan kerja paksa.

China awalnya menyangkal keberadaan kamp-kamp itu, tetapi tiba-tiba mengakuinya dengan mengatakan bahwa lokasi itu adalah pusat kejuruan yang bertujuan memerangi ekstremisme Islam.

Baca Juga: MUI: Tuduhan Din Syamsuddin Radikal Adalah Fitnah Keji Dan Sebuah Kebodohan

Sumber: kompas.com

Kategori
Dunia

Eksploitasi China ke Warga Uighur Dicap sebagai Perbudakan Modern

IDTODAY NEWS – Perlakuan China terhadap etnis minoritas di wilayah Xinjiang menjadi sorotan lagi setelah sebuah laporan baru menemukan bukti yang menunjukkan pekerja Uighur dipaksa memetik kapas dengan tangan.

Penelitian ini diterbitkan oleh lembaga think-tank Pusat Kebijakan Global yang berbasis di Amerika Serikat (AS), dan ditinjau oleh BBC serta surat kabar Jerman SÃddeutsche Zeitung.

Menurut laporan tersebut, diperkirakan 570 ribu pekerja dari tiga wilayah Uighur dimobilisasi untuk melakukan pemetikan kapas pada tahun 2018.

Pemindahan warga Uighur dilakukan di bawah skema pelatihan tenaga kerja “koersif” pemerintah Cina yang melibatkan “manajemen gaya militer.”

“Tidak mungkin menentukan di mana pemaksaan kerja itu berakhir dan dimana persetujuan lokal dimulai,” tulis Adrian Zenz, peneliti yang menemukan dokumen tersebut.

Merek-merek fashion besar, termasuk Nike, Adidas, Gap dan lainnya mendapat kecaman oleh kelompok hak asasi karena menggunakan kapas yang bersumber dari China. Wilayah Xinjiang menghasilkan lebih dari 20% kapas dunia – sehingga menjadikannya pemain utama dalam rantai pasokan tekstil global.

Bukan waktunya untuk ‘bisnis seperti biasa’

Dolkun Isa, Presiden Kongres Uighur Dunia yang berbasis di Munich, mendesak sejumlah perusahaan untuk tidak mendukung pelanggaran hak asasi manusia di China.

“Hubungan antara perbudakan modern dan genosida itu sendiri tidak dapat dipisahkan,” katanya. “Ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan bisnis seperti biasa.”

Isa yang merupakan pemimpin tertinggi otoritas terkemuka dunia terkait penentang kebijakan Cina yang menahan etnis minoritas termasuk Muslim-minoritas Uighur dan Kazakh di provinsi Xinjiang, juga meminta pemerintah Barat untuk berbuat lebih banyak.

“Kami belum melihat tindakan nyata untuk menghentikan genosida Uighur ini,” kata Isa, seraya menambahkan bahwa negara-negara Eropa secara khusus belum mengambil “tindakan nyata.”

Dia mencatat bahwa meskipun Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menolak untuk menangani pengaduan genosida terhadap Cina – badan dan organisasi internasional lain di mana Beijing menjadi anggotanya dapat “mengambil tindakan secara politis” dan legal.

Cina telah mendapat kecaman internasional yang intens atas kebijakannya di Xinjiang, di mana kelompok-kelompok hak asasi mengatakan sebanyak 1 juta warga Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp interniran.

Beijing mengatakan bahwa pusat-pusat yang dijaga ketat itu adalah institut pendidikan dan kejuruan dan semua yang hadir telah “lulus” dan pulang.

Baca Juga: Ricuh Demo Massa di KPU Tasikmalaya, Polisi dan Pendemo Terluka

Sumber: viva.co.id

Kategori
Dunia

Pengakuan Eks-Tahanan Uighur di Kamp Xinjiang: Dipaksa Makan Babi

IDTODAY NEWS – Muslim Uighur yang pernah ditahan di ‘kamp pendidikan ulang atau kamp konsentrasi’ di Provinsi Xinjiang, China, Sayragul Sautbay, menceritakan bagaimana dia dan minoritas Muslim lainnya dipaksa untuk memakan daging babi.

“Setiap Jumat kami dipaksa makan daging babi. Mereka sengaja memilih hari yang suci bagi umat Islam. Dan jika kamu menolaknya, maka kamu akan mendapatkan hukuman yang berat,” kata Sautbay, diberitakan Aljazeera, Jumat (4/12).

Sautbay sudah dua tahun lebih dibebaskan dari kamp pendidikan ulang, namun dia mengaku masih mengalami mimpi buruk dan kilas balik dari ‘kekerasan’ yang dialaminya selama di sana. Saat ini, dia tinggal di Swedia, menjadi seorang doktor medis dan pendidik. Baru-baru ini, ibu dua anak ini menerbitkan sebuah buku tentang pengalamannya selama di kamp konsentrasi. Dia juga menyampaikan penyaksiannya atas praktik pemukulan, dugaan pelecehan seksual, strerilisasi secara paksa, dan penghinaan lainnya yang dialami Uighur dan minoritas Muslim lainnya, termasuk pemaksaan mengonsumsi daging babi—sesuatu yang sangat dilarang dalam Islam.

Menurutnya, kebijakan itu dirancang untuk menimbulkan rasa malu dan bersalah pada diri seorang Muslim. Ketika memakan daging babi, dia mengatakan susah menjelaskannya dengan kata-kata karena dia sulit menerimanya dan merasa menjadi orang yang berbeda.

“Saya merasa seperti orang yang berbeda. Di sekitarku menjadi gelap. Sangat sulit menerimanya,” tegasnya.

Lebih dari itu, lanjut Sautbay, praktik membuat Muslim memakan daging babi juga terjadi di luar kamp konsentrasi. Disebutkan, siswa di satu sekolah di Altay—sebuah kota di utara Xinjiang- juga dipaksa untuk memakan daging babi. Ketika mereka menolak dan mendemo sekolah, maka pemerintah mengirimkan tentara ke sana.

Pemerintah Xinjiang juga memulai inisiatif yang disebut ‘makanan gratis’ untuk anak-anak Muslim di taman kanak-kanak. Sajian yang disajikan di inisitif itu adalah daging babi dan anak-anak Muslim tidak mengetahuinya. Kata Sautbay, China akan menggunakan taktik yang berbeda untuk memaksa Uighur dan populasi Muslim lainnya memakan babi.

Muslim Uighur Eks-tahanan kamp Xinjiang lainnya, Zumret Dawut, kurang lebih juga mengalami hal yang sama. Dia ‘dijemput’ pada Maret 2018 di Urumqi, kota kelahirannya. Dia mengaku mengalami penghinaan dan kekerasan ketika di sana, seperti ditampar wajahnya setelah dia membuat interogatornya tidak senang. Petugas menanyainya banyak hal, seperti hubungannya dengan Pakistan—tanah air suaminya, jumlah anak dan kegiatannya—apakah belajar Al-Qur’an atau tidak.

Menurutnya, dirinya berulang kali mendapatkan jatah makan daging babi. “Ketika kamu di kamp konsentrasi, kamu tidak memutuskan apakah makan atau tidak. Untuk bisa hidup, kami harus memakan daging yang disajikan kepada kami,” terang pebisnis Uighur yang kini tinggal di Amerika Serikat (AS) ini.

Kategori
Dunia

Pengakuan Bekas Tahanan Uighur di Xinjiang: Dipaksa Makan Daging Babi

IDTODAY NEWS – Dua tahun sejak Sayragul Sautbay dibebaskan dari kamp pendidikan ulang di Xinjiang, China, ibu dua anak itu masih sering mengalami mimpi buruk dan ingatan tentang “kekerasan dan penghinaan” yang dia rasakan ketika ditahan di kamp.

Sautbay, seorang dokter dan pengajar yang kini tinggal di Swedia, belum lama ini menerbitkan sebuah buku yang berisi pengalaman selama di kamp, termasuk menyaksikan penyiksaan, pelecehan seksual dan pemaksaan menggunakan KB.

Dalam wawancara baru-baru ini dengan Aljazeera dia membeberkan apa yang dialami etnis Uighur dan kaum minoritas muslim di Xinjiang, termasuk dipaksa makan daging babi, hal yang diharamkan bagi umat Islam.

“Setiap hari kami dipaksa makan daging babi,” kata Sautbay, seperti dilansir laman Aljazeera, Sabtu (4/12). “Mereka sengaja memilih hari suci bagi umat Islam dan jika kita menolaknya maka akan diganjar hukuman keras.”

Sautbay mengatakan aturan itu dirancang untuk membuat mereka merasa malu dan bersalah sebagai tahanan dan ketika dia memakan daging babi itu semua perasaan campur aduk itu sulit dijelaskan dengan kata-kata.

“Saya merasa menjadi orang lain. Sekeliling saya mendadak gelap. Saya sulit menerimanya,” kata dia.

Kisah pengakuan Sautbay dan rekan-rekannya memperlihatkan bagaimana China menerapkan kebijakan keras di Xinjiang dengan tujuan menyasar keyakinan agama kaun etnis minoritas muslim sekaligus memperluas pengawasan serta membuka jaringan kamp penahanan sejak 2017 dengan alasan untuk memerangi ekstremisme.

Namun dokumen yang diperoleh Aljazeera memperlihatkan pengembangan pertanian juga menjadi bagian dari apa yang disebut antropolog Jerman dan sarjana Uighur, Adrian Zenz, kebijakan sekularisasi.

Menurut Zenz, sejumlah dokumen dan artikel berita dari media pemerintah memperlihatkan ada upaya untuk menyokong dan memperluas peternakan babi di Xinjiang.

November tahun lalu kepala pemerintahan Xinjiang, Shorat Zakir, mengungkapkan wilayah Xinjiang akan dijadikan pusat peternakan babi.

Salah satu artikel berita yang dipublikasikan pada Mei lalu menyebut sebuah peternakan baru di kawasan selatan Kashgar menargetkan produksi 40.000 babi saban tahun.

Proyek ini akan membutuhkan lahan seluas 25.000 meter persegi di kawasan Kashgar Konaxahar yang bernama Shufu, menurut situs berbahasa China, Sina.

Kesepakatan ini ditandatangani pada 23 April tahun ini, hari pertama di bulan Ramadan, dan dikatakan peternakan babi ini bukan untuk kebutuhan ekspor tapi buat memastikan tercukupinya pasokan babi di Kashgar.

“Ini adalah bagian dari upaya menghapus tradisi keagamaan rakyat di Xinjiang,” kata Zenz.

“Ini adalah bagian dari sekularisasi, mengubah Uighur menjadi sekuler dan mengindoktrinasi mereka untuk mengikuti partai komunis dan menjadi agnostik atau ateis,” kata dia.

Beijing selama ini berkukuh kebijakan di Xinjiang adalah pendekatan yang dilakukan untuk memerangi “tiga setan ekstremisme, separatisme, dan terorisme,” menyusul kerusuhan di Ibu Kota Urumqi, Xinjiang, pada 2009.

China membantah keberadaan kamp pendidikan ulang yang disebut PBB menahan lebih dari satu juta orang, dengan mengatakan mereka sedang menjalankan pusat pendidikan kejuruan untuk mengajarkan warga Uighur keterampilan baru.

Baca Juga: Benny Wenda Deklarasi Papua Barat, Kemenlu Layangkan Protes ke Dubes Inggris

Sumber: merdeka.com

Kategori
Dunia

Miris, Banyak Masjid di Xinjiang yang Diubah Jadi Kafe dan Dihancurkan

IDTODAY NEWS – Xinjiang yang didominasi masyarakat muslim Uighur kerap mendapat tekanan dari pemerintah China. Bahkan, tak sedikit masjidnya yang diubah jadi kafe.

Kabar itu dikonfirmasi langsung oleh reporter dari media terbitan Jepang, Asahi Shinbun. Dilihat detikTravel dari situs resminya, Sabtu (17/10/2020), sejumlah masjid di Xinjiang, baik di wilayah Urumqi atau Kashgar, dikabarkan banyak mengalami perubahan fungsi.

Salah satunya adalah sebuah kafe di sana, yang dahulu adalah masjid. Pemiliknya, yang merupakan warga Guangdong, telah mencabut lambang bulan dari puncak masjid dan mendekorasi ulang bangunannya menjadi kafe untuk turis.

Oleh warga Suku Uighur setempat yang tinggal di pemukiman, kabar banyaknya penutupan masjid itu dibenarkan. Jumlah masjid kian menyusut secara signifikan.

“Saya takut untuk beribadah di luar, jadi seluruh keluarga beribadah di dalam rumah,” ujar salah satu warga.

Di lapangan, tak sedikit masjid di Xinjiang yang ditutup atau dialihfungsikan jadi kafe. Menurut data dari Institut Riset Australia, ada lebih dari 60% masjid di sana yang disbeut telah dihancurkan melalui citra satelit.

Kabar itu kian diperburuk oleh banyaknya sejumlah aksi pembungkaman di kalangan Suku Uighur yang mayoritas merupakan pemeluk agama Islam setempat.

Tak hanya itu, kawasan bersejarah suku Uighur di Kashgar juga tengah disulap menjadi kawasan wisata dengan banyak bangunan megah. Citranya sangat berbeda dengan kawasan itu 10 tahun lalu, yang aslinya didominasi batu bata dan dinding tanah liat.

Sumber: detik.com

Kategori
Dunia

PCINU China Luruskan Kabar Penghancuran Ribuan Masjid Di Xinjiang

IDTODDAY NEWS – Pengurus Cabang Internasional NU (PCINU) China meluruskan kabar mengenai umat Islam di Indonesia tidak terprovokasi dengan adanya kabar penghancuran ribuan masjid di China.

Kabar ini sendiri kali pertama dihembuskan oleh sebuah lembaga think tank di Australia.

“Mengharapkan agar umat Islam Indonesia tidak terprovokasi pemberitaan yang belum jelas kebenarannya,” kata Rois Syuriyah PCINU China Imron Rosyadi Hamid lewat siaran persnya yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (30/9).

Dia meluruskan bahwa berita yang beredar merupakan berita kadaluarsa yang diulang kembali, terutama soal penghancuran ribuan masjid di Xinjiang.

“Berita yang menyebut terjadinya penghancuran ribuan masjid di Xinjiang oleh Pemerintah China itu seperti mengulang berita-berita yang sama yang pernah beredar beberapa tahun lalu dari sumber-sumber media barat dan sudah dibantah otoritas China,” katanya.

PCINU China telah melihat langsung di Xinjiang, China. Aktivitas umat Islam di sana berjalan normal dan terpelihara dengan baik. Keberadaan masjid-masjid di berbagai kota juga terpelihara dengan baik dan warga muslim, termasuk dari Indonesia bebas beribadah di dalamnya.

Dia menambahkan saat ini konstitusi China memberikan kebebasan beragama bagi rakyat Tiongkok untuk memeluk agama atau tidak (pasal 36). Ada 5 agama resmi di China yang difasilitasi oleh Pemerintah China, yairy Islam, Protestan, Katolik, Budha dan Tao.

“Selain membangun banyak masjid di berbagai kota, Pemerintah Tiongkok juga memberikan berbagai fasilitas pelayanan ibadah haji bagi warga muslim yang akan ke tanah suci,” katanya.

Atas dasar tersebut di atas, PCINU mengajak umat Islam di Indonesia agar mampu berpikiran jernih dan membantu pemerintah dalam menangani Covid-19

“Tetap jernih dalam menanggapi berita yang menyebut ada penghancuran ribuan masjid di Tiongkok di tengah berkembangnya wacana perang dagang antara Barat dan China,” tandasnya.

Sumber: rmol.id