Airlangga Hartarto Penyintas Covid-19, Epidemiolog Ingatkan soal Keterbukaan Pemerintah

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersiap menyampaikan keterangan terkait perekonomian nasional di masa pandemi COVID-19 di Jakarta, Rabu (5/8/2020). Airlangga mengatakan setelah pada kuartal II tahun 2020 ekonomi Indonesia terkoreksi 5,32 persen, dibutuhkan belanja minimal Rp800 triliun perkuartal ke berbagai sektor untuk mempersempit ruang pertumbuhan negatif. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.(FOTO: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

IDTODAY NEWS – Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengingatkan pentingnya keterbukaan pemerintah kepada publik terkait penanganan pandemi Covid-19.

Hal itu ia sampaikan dalam menanggapi kabar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merupakan penyintas Covid-19 dan telah mendonasikan plasma konvalesen. Sementara, pemerintah belum pernah mengumumkan bahwa Airlangga sempat terpapar Covid-19.

“Selalu disampaikan bahwa keteladanan dimulai dari pejabat publik atau tokoh. Kalau tidak terbuka ya bagaimana mau memberi imbauan,” kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/1/2021).

Menurut Dicky, tidak adanya keterbukaan lantas menjadi pertanyaan bagaimana masyarakat dapat memercayai pejabat publik.

Padahal, kata Dicky, pejabat seharusnya selalu terbuka dengan segala informasi terkait pandemi Covid-19, termasuk ketika terpapar virus corona.

Baca Juga  Konsisten Pilkada Ditunda, Komnas HAM: Kalau Pun Dipaksa Butuh 3 Bulan Untuk Mematangkan Regulasi Juga Sosialisasi

Kemudian, keterbukaan juga diperlukan untuk menghilangkan stigma di masyarakat terhadap pasien Covid-19.

“Bagaimana kita bisa memberi contoh atau teladan kepada masyarakat bahwa penyakit ini bukanlah penyakit yang harus diberi cap negatif atau stigma. Ini kan penting peran pejabat atau tokoh publik,” tutur dia.

Dicky menekankan, keterbukaan informasi tidak hanya menjadi kewajiban pejabat atau tokoh di tingkat nasional, tetapi juga pejabat daerah.

Di sisi lain, keterbukaan juga penting dalam upaya pelacakan kontak. Ia menegaskan, upaya pelacakan kontak tidak akan berhasil jika tidak ada keterbukaan dari pemerintah atau pejabat publik.

“Karena tracing itu harusnya terbuka. Prinsip dasar dari tracing itu terbuka atau dibuka. Walaupun bisa saja orangnya pada level orang umum tidak dibuka, tapi kalau pejabat publik ya dibuka, karena terlalu banyak orang yang berkaitan dan bertemu,” ucap Dicky.

Dicky pun menyayangkan sikap Airlangga yang tidak terbuka. Sementara, beberapa pejabat publik justru mengumumkan kepada masyarakat ketika dinyatakan positif Covid-19.

“Sangat disayangkan. Kan sebelumnya sudah ada yang terbuka. Menteri lainnya misalnya, beberapa menyatakan terpapar,” kata Dicky.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendonasikan plasma konvalesen di Markas Palang Merah Indonesia (PMI), Jakarta, Senin (18/1/2021).

Plasma konvalesen umumnya diambil dari orang yang pernah menderita atau penyintas Covid-19 sebagai donor.

Plasma tersebut nantinya digunakan untuk terapi penyembuhan mereka yang positif Covid-19, dengan harapan penyintas Covid-19 yang menjadi donor itu sudah membentuk antibodi.

Ketua Umum PMI Jusuf Kalla memuji langkah Airlangga. Menurut Kalla, donasi plasma konvalesen merupakan bentuk rasa syukur Airlangga sebagai penyintas Covid-19.

“Ini merupakan rasa syukur Pak Airlangga, di sini hadir untuk menyumbangkan plasmanya sebagai rasa syukur, bahwa telah sembuh (dari Covid-19),” ujar Kalla, dalam acara Pencanangan Gerakan Nasional Pendonor Plasma Konvalesen, Senin(18/1/2021).

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 Mandiri Dinilai Berpotensi Gagalkan Target Herd Immunity

Sumber: kompas.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan