IDTODAY NEWS – Untuk kesekian kalinya Mahkamah Konstitusi (MK) diuji oleh gugatan uji materi atau judicial review (JR) terkait ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold/PT Pilpres).

Gugatan PT Pilpres yang terbaru diajukan oleh Begawan Ekonomi. DR Rizal Ramli, yang menilai aturan yang ada di dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu tersebut telah merusak sistem demokrasi di Indonesia.

Baca Juga  Rizal Ramli: Ada yang Mau Niru Sistem Otoriter China, Kalau Salah Negara Bisa Ambruk

Pandangan yang sama disampaikan Margarito Kamis. Pakar Hukum Tata Negara ini menyatakan proses pencalonan presiden di pemilu yang diatur di Pasal 6A UUD 1945 tidak menyebutkan PT Pilpres sebesar 20 persen. Justru yang ada adalah membuka seluas-luasnya kesempatan bagi siapapun orang menjadi capres.

“Konstitusi itu tidak memberikan tempat kepada presidential threshold. Baik dalam perdebatan di BP MPR pada waktu itu atau saat bikin pasal 6A itu, maupun di dalam pasalnya sendiri, 6A itu. Tidak ada sama sekali pikiran untuk adanya presidential threshold,” ujar Margarito saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (5/9).

Oleh karena itu secara pribadi Margarito menilai PT Pilpres tidak masuk akal. Sehingga, gugatan JR yang dilayangkan Rizal Ramli (RR) menjadi pertaruhan peran MK dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.

“Dari dulu saya tidak pernah mau itu, barang satu itu (PT Pilpres). Karena bagi saya itu akal-akalan, tidak bisa dinalar,” ungkapnya.

Saya setuju dengan Pak RR. Sekarang taruhan bagi Mahkamah Konstitusi, apakah Mahkamah Konstitusi masih bermain-main, ataukah berpihak pada barang busuk ini?” demikian Margarito.

Baca Juga  Jokowi Kaget Impor Pangan, Rizal Ramli: Please Deh, Jangan Terlalu Banyak Drama

Sumber: rmol.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan