IDTODAY NEWS – Di luar vaksin impor dari Sinovac asal China, yang masih menjalani uji klinis Bio Farma, Indonesia telah memiliki obat Covid-19 buatan dalam negeri.
Obat ini merupakan kerja sama TNI Angkatan Darat, Badan Intelijen Negara, dengan Universitas Airlangga.
Obat secara resmi selesai dibuat, setelah Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih menyerahkan laporan hasil uji klinis tahap III kombinasi obat anticovid-19.
Laporan itu diserahkan Nasih kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa dan Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN) Komjen Pol Bambang Sunarwibowo di Mabes TNI AD, Jakarta, dikutip dari Tribunnews, Sabtu (15/8/2020).
Jenderal Andika, yang juga Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ini mengatakan, dia telah melaporkan rencana penyerahan laporan uji klinis anticovid-19 tersebut kepada Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir.
Dia mengatakan Erick mendukung proses produksi dari obat tersebut.
Rencananya Andika akan melakukan pertemuan dengan Kepala BPOM pada Rabu pekan depan dalam rangka mempercepat memperoleh izin edar terhadap obat tersebut.
Acara penyerahan hasil uji klinis tahap III dari Universitas Airlangga itu disaksikan Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid, Direktur Utama PT Kimia Farma Verdi Budidarmo, Ketua Umum IDI Daeng M Faqih, Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy, serta perwakilan dari BPOM.
Ini Obat Covid-19 Bukan Tahu
Pembuatan obat Covid-19 ini ternyata menuai komentar miring. Pasalnya, tidak ada terdengar kapan pembuatannya, namun telah ada hasilnya.
Nasih mengklarifikasi mengenai kabar miring pembuatan obat Covid-19 ini.
“Kalau di luaran ada isu ini bikin obat kok kayak bikin tahu saja, itu tidak benar,” kata Nasih.
Karena menurutnya, pembuatan kombinasi obat ini sudah dimulai pada bulan Maret lalu, dan telah melewati proses yang sangat panjang dan berliku.
Uji klinis melibatkan TNI AD dan BIN ini dimulai Maret lalu hingga Agustus.
“Kami sudah mulai melakukannya pada bulan Maret dengan berbagai macam uji invitro kemudian diakhiri dengan uji doking dan seterusnya sehingga hasil sesungguhnya empat sampai lima bulan untuk sampai pada hasil ini,” tutur Nasih.
Seluruh proses uji klinis juga dilakukan sesuai dengan standar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
“Mulai dari metode uji klinis, termasuk bagaimana pada saat kita hilangkan nama obat dan seterusnya,” katanya.
Secara ilmiah, lanjut Nasih, proses penelitian ini sudah mengikuti berbagai macam aspek yang dipersyaratkan BPOM.
Meski telah menyelesaikan penelitian, namun produksi obat tersebut belum bisa dilakukan. Karena izin produksi harus menunggu izin edar dari BPOM.
“Obat ini belum akan diproduksi sepanjang belum ada izin BPOM,” ungkap Nasih.
Untuk itu ia berharap dukungan dari BPOM dapat mendukung agar obat segera diedarkan kepada masyarakat yang membutuhkan.
“Mohon dukungan, doa, dan mari bersama menggolkan satu hal yang akan jadi kebanggaan bangsa Indonesia yakni obat pertama Covid-19 di dunia ini,” kata Nasih.
Hasil Uji Klinis
Hasil dari uji klinis obat anticovid-19 ini, diklaim mampu mengobati pasien covid-19. Namun dikecualikan untuk penderita yang menggunakan ventilator dengan tingkat keampuhan minimal 90 persen.
Komposisi obat juga terbukti secara klinis menurunkan jumlah virus secara signifikan.
“Kemudian yang tidak kalah penting itu adalah PCR, PCR ini negatif dalam tiga hari itu 90 persen. Jadi minimal 90 persen. Ada yang 92, 93, 96, dan 98 persen,” kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell UNAIR selaku Ketua Tim Uji Klinis Kombinasi Obat Anticovi-19 dr Purwati.
Sumber: kompas.tv