Mahfud soal Transaksi 300 T di Kemenkeu: Pencucian Uang Lebih Besar dari Korupsi

Menko Polhukam Mahfud MD dalam konferensi pers yang disiarkan YouTube Kemenko Polhukam, Jumat (10/3/2023)/suara.com

IDTODAY NEWS – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyinggung soal transaksi janggal senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kata dia, nilai dugaan tindak pidana pencucian dalam transaksi keuangan biasanya lebih besar dibandingkan korupsinya.

“Pencucian uang itu lebih besar dari korupsi, tapi tidak mengambil uang negara, apalagi mengambil uang pajak, tidak. Mungkin ambil uang pajaknya sedikit,” kata Mahfud kepada wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jumat, 10 Maret 2023.

Mahfud lantas membeberkan kasus eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo sebagai contoh. Rafael diketahui melaporkan harta kekayaan dalam LHKPN KPK sebesar Rp56 miliar.

“Orang laporannya ke KPK Rp56 miliar, mengagetkan kita karena (Rafael) hanya eselon 3. Lalu saya tanya ke PPATK, lalu dibuka, ada surat tahun 2013 ditemukan indikasi bahwa yang bersangkutan melakukan tindak pidana pencucian uang,” ungkapnya.

Padahal, keesokannya PPATK menemukan aliran uang Rp 500 miliar dari 40 rekening dari Rafael Alun yang diduga digunakan sebagai tindak pidana pencucian uang. Melihat itu, Mahfud mengatakan bisa saja dalam transaksinya ada dugaan korupsi. Namun, nilainya lebih sedikit dibandingkan dengan pencucian uang.

Baca Juga  Jokowi Tegaskan Mulus Lewati Pandemi Kunci RI Jadi Negara Maju

“Sudah gitu, besoknya ditemukan ternyata Rp500 miliar. Nah mungkin korupsinya itu sendiri sedikit, ya mungkin Rp10 miliar atau berapa, tetapi pencucian uangnya yang banyak,” sambung Mahfud.

“Kalau dia nerima uang misalnya korupsi Rp 10 miliar karena gratifikasi, kan itu kalau di dalam ilmu intelijen keuangan itu adalah di belakang dia anaknya punya rekening berapa, punya perusahaan berapa, uangnya dari mana, istrinya kekayaannya apa, kok sampai punya 6 perusahaan dan macam-macam itu,” jelasnya.

Libatkan 467 Pegawai Kemenkeu

Mahfud sebelumnya mengatakan sebanyak 467 pegawai Kemenkeu terlibat dalam dugaan tindak pidana pencucian uang Rp300 triliun. Kata dia, keterlibatan ratusan pegawai itu sudah terindikasi sejak 2009 silam.

“Terkait dengan isu transaksi mencurigakan karena pencucian uang yang melibatkan sekitar 467 orang pegawai di Kementerian Keuangan sejak tahun 2009 sampai 2023,” kata Mahfud kepada wartawan.

Baca Juga  DKI Percontohan Penanganan Covid-19, Gibran: Kerja Keras Pak Anies Luar Biasa

Meski telah terjadi sejak 2009 silam, Mahfud menegaskan tindak pidana pencucian uang itu tidak termasuk dengan korupsi. Bahkan, tak ada uang pajak yang terseret dalam tindak pidana pencucian uang itu.

“Transaksi mencurigakan di Kemenkeu dari laporan PPATK sejak 2009 sampai 2023 ini sebagai tindakan pencucian uang. Bukan korupsi,” jelasnya.

Lebih jauh, Mahfud meyakini Kementerian Keuangan tak akan tinggal diam usai menerima informasi ihwal tindak pidana pencucian uang tersebut. Terlebih, Menteri Keuangan, Sri Mulyani memiliki tekad kuat untuk memberantas korupsi.

“Bisa dibilang hampir sama, saya dan Menkeu punya semangat memberantas korupsi. Apa yang saya lakukan ini sebenarnya atas harapan dari Ibu Sri Mulyani dan dukungan saya kepada Ibu Sri Mulyani,” tegas Mahfud.

Diketahui, nama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali disorot. Ada informasi transaksi mencurigakan di kementerian tersebut senilai Rp300 triliun.

Informasi itu diungkapkan oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Kata dia, transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp300 triliun merupakan akumulasi sejak tahun 2009.

Baca Juga  6 Laskar Tewas Ditembak, Fahri Hamzah Desak Mahfud MD Bersikap

“Itu tahun 2009 sampai 2023. Ada 160 laporan lebih sejak itu, tidak ada kemajuan informasi, sesudah diakumulasikan semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu sehingga akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp300 triliun,” kata Mahfud di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Kaliurang, Sleman, Rabu, 8 Maret 2023.

Menurut Mahfud, laporan sejak 2009 terkait transaksi janggal itu tidak segera mendapat respons hingga akhirnya menumpuk.

Laiknya kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, kata Mahfud, kadang kala respons baru diberikan dan dibuka ke publik sesudah mencuat kasus di permukaan.

“Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus kayak yang Rafael. Rafael itu menjadi kasus lalu dibuka, lho ini sudah dilaporkan tapi kok didiemin gitu, baru sekarang bisa dibuka,” ujarnya.

Sumber: viva.co.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan