IDTODAY NEWS – Seorang pakar hukum tata negara, Refly Harun menanggapi pernyataan yang dilontarkan oleh tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin yang menilai mural mirip Jokowi telah melanggar pasal penghinaan.

Sebelumnya, Ngabalin mengatakan bahwa pelukis mural yang mirip wajah Jokowi (404: Not Found) telah melanggar pasal penghinaan yang terdapat di KUHP.

“Jokowi, dilukis. Ini ada pasal penghinaan di KUHP 310 (2),” ucap Ngabalin melalui akun Twitternya.

Selain itu, Ngabalin juga menyindir orang-orang yang membela pembuat mural tersebut dengan pernyataan menohok.

Ngabalin menganggap, bahwa banyak ‘kadal kadrun’ yang membela pembuat mural dengan dalih bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat.

“Tapi ada pengamat berwatak kadal kadrun bilang ini kebebasan berekspresi OMG,” tulis Ngabalin.

“Hanya warga negara kelas kambing yang tidak punya peradaban, menghina Kepala Negara,” pungkasnya.

Atas pernyataan Ngabalin, Refly mengatakan bahwa pasal penghinaan yang dimaksud olehnya sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga  Prabowo Diam Karena Ada Kepentingan Besar, Refly Harun: Pilpres 2024?

Menurutnya, apa yang diucap oleh Ngabalin bukanlah pasal penghinaan, melainkan pasal pencemaran nama baik yang bersifat delik aduan.

“Salahnya dia (Ngabalin) mengatakan bahwa itu adalah penghinaan kepala negara. Penghinaan terhadap kepala negara sudah dihapuskan pasal-pasalnya. Sudah dihapus oleh MK,” jelas Refly Harun, dikutip terkini.id, dari Channel Youtube Refly, via Fajar, Kamis, 19 Agustus 2021.

Ia pun menjelaskan bahwa pasal 310 ayat 2 yang disebut Ngabalin merupakan delik pencemaran nama baik yang bisa diadukan oleh Presiden sebagai warga negara.

Baca Juga  dr Koko Siap Bantu Jokowi Secara Gratis, Don Adam: Bismillah, Stafsus...

“Yang disebut dengan delik aduan. Presiden bisa mengadu tapi sebagai warga negara. Bukan sebagai presiden,” tuturnya.

Ia pun mengatakan bahwa saat ini, para pembantu presiden di istana sering kepanasan jika ada warga yang menyatakan ekspresi.

“Jadi yang jadi masalah dalam demokrasi kita adalah banyak sekali pembantu presiden blingsatan atas ekspresi warga negara. Padahal, jangan jangan presidennya biasa aja, tidak terlalu peduli,” pungkas Refly.

Sumber: terkini.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan