IDTODAY NEWS – Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Arteria Dahlan meminta agar publik melihat sisi lain dari polemik pengecatan pesawat kepresidenan dari warna biru menjadi warna merah putih yang merupakan warna bendera nasional Indonesia.

“Jangan sampai publik terbawa permainan politik pihak-pihak yang merasakan ‘post colour syndrome’ yang merupakan pelesetan dari postpower syndrome. Atau sindrom pascakekuasan yang terjadi karena tak bisa melepaskan diri dari kekuasaan yang sudah hilang,” ujarnya di Jakarta, Rabu (3/8/2021).

Menurut Arteria, tak ada yang salah dengan pengecatan pesawat kepresidenan menjadi warna merah putih.

Dalam hal ini, justeru kalau mau menghadirkan perdebatan yang harusnya dipermasalahkan pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebab warna cat pesawatnya berwarna biru.

“Warna bendera negara kita kan merah putih, bukan warna biru. Justru kita bertanya, kok dulu tak sejak awal pesawat itu diwarnai merah putih? Lalu apa yang salah dengan warna pesawat kepresidenan jika diubah menjadi merah putih sesuai warna bendera negara kita?” kata Arteria Dahlan, dalam keterangannya, Rabu (4/8/2021).

Baca Juga  Tak Diizinkan Polisi, PA 212: Sejak Kapan Demo Pakai Izin?

Dalam hal ini, Arteria memberikan sejumlah catatan. Pertama, seperti sudah disampaikan oleh Sekretariat Negara bahwa pekerjaan ini sebenarnya sudah direncanakan pada tahun 2019.

Menurutnya pekerjaan ini merupakan satu paket pengerjaan pengecatan dengan Heli Kepresidenan Super Puma yang lebih dulu dikerjakan.

“Kalau terkait anggaran, kita ininkan negara hukum dan ada prosedur administrasi hukum yang telah dilalui dan bahkan disetujui oleh Partai Demokrat,” kata dia.

“Tentu saja anggaran untuk pengerjaan ini sudah dibahas dengan DPR, dan disetujui tahun 2019. Aneh saja kalau sekarang ada anggota DPR atau parpol di DPR yang mengkritiknya. Lah dulu saat dibahas, kenapa tak ditolak, bahkan mereka tidak ada mempermasalahkan sedikitpun kala itu?,” imbuhnya.

Catatan yang kedua, harus dipahami bahwa pengerjaan pengecatan itu dilakukan oleh kontraktor yang dibayar Pemerintah. Dan kontraktor ini memperkerjakan warga negara Indonesia juga.

Baca Juga  Ganjar Pranowo Makin Khawatir Covid-19, Meminta Pusat Tunda Pilkada

Artinya, negara justru menggerakkan perekonomian rakyat lewat pekerjaan pengecatan pesawat itu.

“Anggaran negara itu merupakan satu cara untuk menggerakkan perekonomian. Justru di saat pandemi dimana perekonomian susah, sangat baik ketika negara menggerakkan ekonomi masyarakat lewat anggaran yang riil begini,” ujarnya.

Catatan ketiga, jika ada pihak yang mengkritik bahkan memprovokasi bahwa seharusnya anggaran pengecatan ini untuk membeli beras untuk rakyat, justru patut dipertanyakan pengetahuan yang bersangkutan. Sebab Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk hal itu.

Dalam hal ini, Arteria merinci dan mengutip pernyataan Kementerian Keuangan bahwa Presiden Jokowi sudah memerintahkan pengetatan dan menaikkan anggaran program pemulihan. Untuk penanganan Covid-19 tahun 2021, ditingkatkan dari Rp 699,4 triliun menjadi Rp 744,75 triliun.

Untuk bantuan sosial sendiri, total anggaran disiapkan mencapai Rp 187,84 triliun. Digunakan untuk berbagai bantuan dari yang sifatnya tunai hingga bantuan beras Bulog premium kepada 28,8 juta keluarga.

Baca Juga  Usai Pernyataan Ngasal Saleh Daulay, DPR Diminta Tak Beri Contoh Perilaku Membangkang

Untuk anggarannya sendiri berasal dari realokasi anggaran kementerian dan lembaga. Dalam hal ini, Setneg juga sudah ikut mengetatkan pinggang dan merealokasi anggaran demi memperkuat anggaran covid-19.

“Jadi dana covid sudah disiapkan oleh Pemerintah dan tak diganggu. Terkecuali dana covid tak disiapkan, bolehlah ada yang marah-marah,” kata Arteria.

Lebih jauh, dia menilai masyarakat justru harus waspada jangan sampai terjerat dengan logika yang dibangun pihak tertentu yang tak bisa menerima warna bendera partainya tak lagi identik dengan warna pesawat kepresidenan yang lama.

Padahal, justru warna pesawat kepresidenan saat ini, merah putih, adalah perwujudan simbol negara sesuai warna bendera nasional Indonesia.

“Mari berhati-hati dengan yang post power syndrome. Mungkin saja ini nanti jadinya post colour syndrome hanya karena tak bisa menerima bahwa warna pesawat kepresidenan tak lagi sama dengan warna bendera partainya,” pungkasnya.

Sumber: jitunews.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan