IDTODAY NEWS – Politikus Partai Demokrat Didik Mukrianto kaget dengan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Dalam temuannya, ICW mengungkap bahwa Pemerintahan Joko Widodo menggelontor anggaran cukup besar untuk membayar jasa influencer atau tokoh berpengaruh.

Tak tanggung-tanggung, ICW menyebut bahwa anggaran itu mencapai Rp90,45 miliar sejak 2014 lalu.

“Cukup mengejutkan apabila benar sebegitu besar uang rakyat dipergunakan oleh pemerintah untuk membayar influencer,” ucap Didik kepada jpnn.com, Jumat (21/8).

Ketua Departemen Hukum dan HAM DPP Demokrat ini lantas menyentil peran kehumasan, yang ada di berbagai instansi pemerintah.

Baca Juga  Tunjuk Sandiaga Sebagai Menparekraf, Jokowi: Semua Sudah Tahu

Sejatinya, kata Didik, mereka secara institusional baik perangkat dan sumber daya manusianya.

Punya tugas dan kapasitas yang lebih dari cukup untuk menyosialisasikan setiap kebijakan pemerintah.

“Lantas apa peran kehumasan yang ada di setiap kementerian dan lembaga, yang dimiliki pemerintah?” tanya Didik.

Dia menyebutkan, dengan sarana dan sumber daya yang sangat besar tersebut logikanya pemerintah mampu, dan tidak bisa dikalahkan oleh siapa pun.

Apalagi kalau kebijakan dan program pemerintah tersebut orientasinya untuk kepentingan rakyat, dan bukan sebaliknya tanpa influencer rakyat akan mengakses dengan sendirinya.

Baca Juga  Sambangi SMAN 2 Bandarlampung, Jokowi Nyaris Disambut Aksi Korban Asuransi

“Mestinya ukuran kebijakan dan program yang baik bukan seberapa capaian endorsemen influencer setiap produk pemerintah,”

“Tetapi seberapa banyak rakyat mengafirmasi dan merasakan manfaat atas kebijakan dan program tersebut,” tambahnya.

Sementara, Wakil Sekjen Partai Demokrat Jansen Sitindaon meneybut, temuan ICW menjadi bukti bahwa pemerintah selama ini menggunakan jasa buzzer.

“Semakin membuktikan kalau buzzer itu memang ada. Karena pakai uang negara,” kata Jansen kepada wartawan, Jumat (21/8/2020).

Atas temuan itu, Jansen mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turun tangan menelisik anggaran yang digunakan untuk membayar para buzzer.

“BPK audit serius soal ini. Agar tidak jadi gosip. Bagaimana penerima dan penggunanya,” katanya.

Menurutnya, buzzer harus menjadi perhatian lantaran langsung menyerang saat ada pihak yang tak sejalan dengan pemerintah.

“Karena makna buzzer ini sekarang bukan promosi kinerja pemerintah. Tapi nyerang dan bully orang-orang kritis di media sosial,” katanya.

Sumber: pojoksatu.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan