Kategori
Politik

Prof Henri Subiakto Kecewa UU ITE Dipakai Secara Salah Dan Zalim

IDTODAY NEWS – Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof Henri Subiakto kecewa lantaran UU ITE sering digunakan secara salah dan zalim.

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum itu memberikan dua contoh penggunaan UU ITE yang salah dan zalim.

Dua contoh itu yakni penahanan dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi dan pemenjaraan ASN Kabupaten Karo, Syaripin Bangun.

Saiful Mahdi ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke penjara karena mengkritik proses penerimaan CPNS dosen Unsyiah, di group WhatsApp ‘UnsyiahKita’ dan ‘Pusat Riset & Pengembangan’.

Sedangkan Syaripin Bangun ditetapkan sebagai tersangka karena dinilai melecehkan warga empat desa di Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo melalui akun Facebook miliknya.

Syaripin Bangun dianggap melanggar pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19/2016 jo UU Nomor 11/2008 tentang Transaksi Elektronik.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe telah menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada Saripin Bangun.

“Pagi-pagi saya dapat keluhan. Perjuangan Saiful Mahdi di Aceh belum selesai, di Tanah Karo Saripin Bangun juga ditahan dengan dakwaan langgar UU ITE. Padahal jelas-jelas tidak menenuhi unsur-unsur,” kata Henri Subiakto, dikutip dari akun Twitter pribadinya, @henrysubiakto, Minggu (19/9).

Saiful Mahdi ditetapkan menjadi tersangka atas laporan civitas akademika Unsyiah) Banda Aceh. Sedangkan Saripin Bangun dipenjara atas laporan kepala desa di Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo.

“Lagi-lagi orang kuat di daerahlah yang menyeretnya pakai UU ITE secara salah dan dzolim, dengan mengabaikan SKB, duh sedih,” sambung Henri.

Ketua Subtim 1 Kajian UU ITE ini membalas komentar warganet yang menyebut Sairipin Bangun layak dipenjara karena menghina masyarakat kampung di Kecamatan Juhar.

“Lihat yang kayak gini ini yang sering nekan penegak hukum pakai ITE. Padahal tidak ada pasal di ITE terkait penistaan pada masyarakat kampung,” ucapnya.

“Akhirnya hukum dipaksakan karena orang-orang sensitif seperti ini. Kalau mereka diikuti, mayoritas netizen bisa terancam dihukum. Walau secara jelas tidak memenuhi,” tandas Henri Subiakto.

Sumber: pojoksatu.id

Kategori
Politik

Pembuat Mural Mengaku Takut UU ITE, Akhirnya Pilih Gambar Tembok

IDTODAY NEWS – Salah satu pembuat mural, Gusman Maulana Sidik bercerita alasan banyak orang membuat mural kritik terhadap pemerintah. Menurutnya, mereka takut dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Kenapa akhirnya bergeser di fasilitas publik, karena kita tahu ada UU ITE yang bikin kita takut juga. Ada beberapa aktivis, senior dan mahasiswa ini ditangkap,” ujar Gusman dalam diskusi virtual, Minggu (9/5/2021).

Gusman Maulana Sidik Foto: Tangkap layar video Youtube.

Gusman mengaku masih berstatus sebagai mahasiswa. Dia membuat mural kritik pemerintah di Jl Braga, Kota Bandung.

Gusman menyebut, banyak akun media sosial yang semula dijadikan wadah untuk berekspresi diretas oleh aparat. Jika terus bersuara di media sosial, mereka akan ditindak oleh petugas karena dinilai melanggar UU ITE.

“Pada akhirnya diretas, harusnya negara melindungi, malah diretas dan ditangkap. Ya karena di media pribadi ini sudah nggak aman, bisa di-tracking, pemerintah punya SDM dan teknologi bisa tracking itu. Rezim hari ini agak mirip rezim Orde Baru gitu,” katanya.

Mural yang dibuat oleh Gusman M Sidik di Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat. Foto: Wisma Putra

Menurutnya, alasan penghapusan mural karena dinilai provokatif dan mengandung ujaran kebencian tidak tepat dilayangkan pada karya seni mereka. Gusman bilang, aparat sendiri pun sempat gagal paham soal makna mural yang mereka buat.

“Kalau dianggap provokatif, kebencian, ini kan nggak juga, apalagi pemerintah sendiri gagal paham, itu lambang negara menurut pasal 36A dan pasal 2 UUD 45 lambang negara kan garuda pancasila, bendera, bahasa, Bhinneka Tunggal Ika dan lagu kebangsaan,” katanya.

Lanjut Gusman, pemerintah harusnya bisa melindungi suara masyarakat, karena demokrasi akan berjalan jika terdapat kritik di dalamnya.

“Pemerintah ini begitu takut terhadap kritik sehingga kita akan terus berjuang apapun caranya. Yang jelas, kritikan akan terus dilakukan, kita tidak bisa diam, hal ini harus terus disuarakan,” kata Gusman.

Sumber: detik.com

Kategori
Politik

Anggap Ucapan Rocky Gerung Telah Hina Jokowi, Prof Romli Atmasasmita Singgung SKB Penerapan UU ITE

IDTODAY NEWS – Tweet pengamat politik Rocky Gerung dianggap telah menghina dan mencemarkan nama baik Presiden Joko Widodo.

Demikian antara lain ditegaskan pakar hukum pidana Universitas Padjajaran Prof. Romli Atmasasmita kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (25/8).

Menurut Prof Romli, meskipun Tweet Rocky mengundang reaksi keras masyarakat, namun pihak kepolisian tidak bisa melakukan tindakan apa-apa.

“Mengapa? Disebabkan adanya SKB (Surat Keputusan Bersama) Polri, Kejaksaan Agung dan Kemenkominfo telah mengakibatkan ketentuan pasal 27 Jo pasal 28 UU ITE mandul,” tandas guru besar ilmu hukum pidana internasional ini.

Disisi lain, juga terdapat kekeliruan dari Mahkamah Konstitusi RI dalam menilai ketentuan pasal 27 dan pasal 28 UU ITE serta tidak mempertimbangkan ketentuan UUD45 pasal 28J yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat, akan tetapi jika negara boleh membatasi hak tersebut sepanjang melanggar norma-norma agama, kesusilaan, ketertiban dan keamanan.

“Jelas dengan pasal 28 J UUD45, dan ketentuan pasal 27 dan 28 UU ITE sudah benar on the right track,” ungkap Prof Romli.

Sebagaimana SKB tersebut mengatur bahwa pasal 27 ayat 3 UU ITE yakni, bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.

Hal tersebut menjadi delik aduan jika korban sendiri atau dalam hal ini Presiden Jokowi yang melaporkannya. Sementara dalam pasal 28 dalam SKB itu menyebut bahwa penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu atau kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.

Padahal menurut Prof Romli, pasal 27 dan 28 UU ITE justru negara mengakui asas universal terbatas atau asas HAM Partikularistik, bukan asas HAM Universal. Dimana asas HAM Partikularistik itu telah diakui dalam Bangkok Declaration of Human Right negara-negara Asean.

“Saran. Agar SKB bersama segera dicabut sehigga setiap orang yang mengeluarkan kata-kata kotor dengan sengaja diketahui umum segera diberangus karena bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, ketertiban dan keamanan,” pungkas Prof Romli Atmasasmita.

Sebelumnya, pengamat politik, Rocky Gerung telah mencuit tulisan “Pakaian adat dengan kelakuan biadab. Ya bernilai sampah” di akun Twitter pribadinya, @rockygerung_rg, 16 Agustus 2021.

Akibatnya, netizen pun ramai-ramai mendesak polisi untuk menangkap Rocky Gerung. Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya tagar #TangkapRockyGerung di tengah desakan mereka.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Belum Beres Jozeph Paul Zhang, Sudah Muncul Muhammad Kece, MUI Minta Umat Islam Tenang!

IDTODAY NEWS – Belum sembuh luka hati umat Islam atas hinaan Jozeph Paul Zhang, cercaan serupa kembali datang dari YouTuber Muhammad Kece. Polisi belum ada menangkap keduanya.

Hinaan dan cercaan yang kembali menerpa umat muslim Indonesia ini disayangkan oleh Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah.

Beberapa waktu lalu, Jozeph Paul Zhang yang mengklaim diri sebagai nabi ke-26 hingga kini belum juga ditangkap oleh aparat.

Dengan alasan dia kini berada di luar negeri.

Pengurus MUI Ikhsan Abdullah mengurai bahwa tindakan Jozeph dan Muhammad Kece bukan hanya intoleransi, akan tetapi juga sudah merupakan kejahatan.

Perbuatan Muhammad Kece merupakan tindak pidana yang dapat merusak kerukunan umat beragama di Indonesia.

“Mereka mengadu domba, menciptakan keresahan di masyarakat, dan menyemaikan benih-benih radikal yang potensial meletupkan disharmoni antar masyarakat dan pemeluk agama,” tegasnya kepada redaksi, Minggu (22/8).

Menurut Ikhsan Abdullah, Indonesia adalah negara hukum yang berketuhanan Yang Maha Esa.

Artinya, tidak ada tempat untuk orang seperti Muhammad Kece dan Jozeph Paul Zhang dibiarkan leluasa menghancurkan sendi-sendi agama.

Tindakan dan perbuatan yang bersangkutan dapat dikualifikasikan sebagai tindak Pidana Penistaan Agama yang dapat diancam dengan Pasal 156 huruf a Kitab UU Hukum Pidana,

menyebarkan kebencian yang dapat diancam dengan Pasal 28 ayat (2) UU 11/2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang telah diubah dengan UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik,

atau yang lebih dikenal dengan UU ITE dan Penetapan Presiden Republik Indonesia 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama.

Lebih lanjut, Pengurus MUI Ikhsan Abdullah yakin aparat kepolisian segera menangkap Muhammad Kece, dkk.

Karena POLRI pada suatu tindak pidana, apalagi ini kejahatan yang meresahkan masyarakat dapat melakukan tindakan hukum, tanpa menunggu pelaporan dari masyarakat.

Di satu sisi, MUI meminta umat Islam dan tokoh-tokoh ormas untuk tetap tenang dan tidak melakukan tindakan secara sendiri-sendiri.

“Kami telah berkordinasi dengan Polri dan telah direspons cepat untuk dapat segera menangkap Muhamad Kece dkk,” tutupnya.

Sumber: pojoksatu.id

Kategori
Politik

Akan Polisikan ICW Pakai UU ITE Dinilai Langgengkan Praktik Kriminalisasi, Moeldoko Disarankan Pakai UU Pers

IDTODAY NEWS – Koalisi masyarakat sipil menilai langkah hukum yang rencananya akan ditempuh Moeldoko kepada Indonesia Corruption Watch (ICW) tak perlu dilakukan.

Anggota koalisi masyarakat sipil, Erasmus Napitupulu, mengatakan, Moeldoko bisa menggunakan hak jawab untuk menanggapi pernyataan ICW.

“Tanpa mesti menempuh jalur hukum, Moeldoko dapat menyampaikan bantahan atas temuan ICW dengan menggunakan hak jawab sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 Angka 11 Undang-undang Pers,” kata Erasmus dalam keterangan tertulis, Jumat (30/7/2021).

Jika tetap polisikan ICW, katanya, Moeldoko artinya melanggengkan penggunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk praktik kriminalisasi.

Ia lantas mengungkapkan, berdasarkan data Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) selama 12 tahun terakhir UU ITE kerap digunakan untuk melaporkan masyarakat, aktivis, hingga jurnalis.

“Mirisnya mayoritas pelapor justru pejabat publik,” sambungnya.

Erasmus juga menilai, upaya hukum Moeldoko menandakan pejabat publik belum memiliki kesadaran untuk membendung kriminalisasi itu.

Sebaliknya, itu justru menunjukan adanya resistensi pejabat publik pada kritikan.

“Ini menandakan belum ada kesadaran penuh dari para pejabat dan elite untuk membendung aktivitas kriminalitas tersebut guna mendorong terciptanya demokrasi yang sehat di Indonesia,” terangnya.

“Tentu langkah ini amat disayangkan, sebab semakin memperlihatkan resistensi seorang pejabat publik dalam menerima kritik,” ucap Erasmus.

Ia melanjutkan, apa yang dikatakan ICW didasarkan dengan hasil penelitian dan pengawasan untuk mencegah tindakan korupsi terjadi di dunia farmasi yang berkaitan dengan kondisi pandemi Covid-19.

Sehingga, ungkap Erasmus, mestinya pemerintah justru menerima semua kritik dan masukan dari masyarakat.

“Semestinya pemerintah justru membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memberikan masukan dalam proses penanganan Covid-19,” paparnya.

Jika Moeldoko tetap memilih langkah hukum atas pernyataan ICW, artinya pemerintah menutup pintu dari masukan masyarakat.

“Moeldoko selaku bagian dari pemerintahan justru menutup celah tersebut dengan mengedepankan langkah hukum ketika merespon kritik dari ICW,” imbuh dia.

Diketahui kuasa hukum Moeldoko, Otto Hasibuan, yakin bahwa tudingan ICW sudah memenuhi unsur penghinaan dan pencemaran nama baik dalam UU ITE.

Sebelumnya ICW menyebut bahwa Moeldoko memiliki hubungan dengan produsen Ivermectin, PT Harsen Laboratories.

Saat ini pihak Moeldoko meminta agar dalam jangka 1×24, ICW segera menunjukan bukti atas tudingannya tersebut.

Jika hal itu tidak dilakukan Moeldoko meminta ICW segera melakukan permintaan maaf secara resmi dan dipublikasikan melalui media massa.

Ditanya soal pengajuan somasi itu, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menyampaikan bahwa pihaknya belum menerima surat resmi somasi tersebut.

Ia juga menegaskan bahwa ICW sebagai organisasi masyarakat sipil punya mandat untuk mengawasi pemerintah.

“Termasuk di dalamnya para pejabat publik, sehingga yang kami lakukan berada di mandat itu,” tegas dia.

Sumber: kompas.com

Kategori
Hukum

Pria Pengancam Gorok Leher Mahfud Md Dibui 16 Bulan, Ini Kronologi Kasusnya

IDTODAY NEWS – Pengadilan Negeri (PN) Sampang, Madura, Jatim, menjatuhkan hukuman 16 bulan penjara kepada Turmudi Badritamam alias Lora Mastur. Turmudi terbukti melanggar UU ITE karena mengancam akan menggorok leher Menko Polhukam, Mahfud Md.

Usai mendapat vonis itu, terdakwa mengaku menerima karena telah melanggar UU ITE. Lalu bagaimana kronologi kasus ancaman itu yang sempat viral di media sosial?

Kasus tersebut bermula dari sebuah video di YouTube berisi ancaman yang disebar lewat WhatsApp grup. Adapun video itu menampilkan Turmudi Badritamam yang akan mengancam akan menggorok Mahfud Md jika pulang ke Pamekasan, Madura.

Atas beredarnya video itu, Ditreskrimsus Polda Jatim menetapkan dan menahan 4 tersangka yang telah diduga melakukan ujaran kebencian, Desember 2020. Mereka yakni Muchammad Nawawi atau Gus Nawawi (38), Abdul Hakam (39), Moch Sirojuddin (37) dan Samsul Hadi (40) yang kemudian disidang di Pengadilan Negeri (PN) Bangil, Pasuruan.

Salah satu tersangka, Muchammad Nawawi atau Gus Nawawi mengunggah video ini melalui akun YouTubenya, Amazing Pasuruan. Kepada polisi, pria yang mengaku menjadi Wakil Ketua Bidang Organisasi FPI Pasuruan ini mengaku motivasinya mengunggah video karena berempati dan membela Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.

Meski telah menetapkan 4 orang sebagai tersangka ujaran kebencian, namun pelaku atau pengancam yakni Turmudi belum juga ditangkap. Hingga pada Senin (8/3/2021), Turmudi menyerahkan diri di Pendopo atau kantor Bupati Sampang.

Usai menyerahkan diri secara sukarela, Turmudi kemudian diserahkan dan ditahan di Polda Jatim. Sebelum menyerahkan diri, Turmudi juga sempat membuat video permintaan maaf ke Mahfud Md.

Dalam video berdurasi 2.18 menit itu, tampak Turmudi menyampaikan pernyataan maaf didampingi sejumlah orang sambil duduk bersila. Tak hanya meminta maaf, Turmudi juga menyampaikan penyesalan karena telah membuat video bernada ancaman kepada Mahfud Md.

Ia berharap masalah tidak dilanjutkan ke jalur hukum tapi diselesaikan secara kekeluargaan. Mendapat permintaan maaf itu, Menkopolhukam Mahfud Md secara pribadi dan keluarga telah memaafkan perbuatan Turmudi.

Sedangkan dalam pemeriksaanya kepada polisi, Turmudi sengaja membuat video ancaman kepada Mahfud karena sakit hati. Dia tidak terima saat Mahfud Md menyebut dengan kata kasar kepada Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.

Kasus Turmudi sendiri kemudian ditangani dan disidang di PN Sampang. Atas perbuatannya, Turmudi dijatuhi hukuman 16 bulan pidana penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara.

Saat dikonfirmasi, Humas PN Sampang Afrizal membenarkan majelis hakim telah menjatuhkan vonis 16 bulan pada Selasa (27/7) kemarin. Mendapat vonis itu, Turmudi mengaku menerimanya dan bersedia menjalani masa penahanannya.

“Iya, sudah divonis. Putusannya 1 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara. Terdakwa menerima dan tidak banding,” terang Humas Pengadilan Negeri Sampang Afrizal kepada detikcom, Rabu (28/7/2021).

Karena menerima putusan, lanjut Afrizal, terdakwa langsung menjalani masa sisa masa penahanannya hingga Agustus mendatang. Saat ini, terdakwa masih dalam penahanan Polsek Kota Sampang.

“Kalau penahanan sampai Agustus. Kalau dia terima berarti dia harus menjalani dan membayar denda subsider 6 bulan. Sekarang ditahan di Polsek Kota Sampang,” tutur Afrizal.

Putusan itu diketok oleh Ketua Majelis Juanda Wijaya dengan anggota Ivan Budi Santoso dan Agus Eman pada Selasa (27/72021). Putusan majelis lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 2 tahun penjara.

Sumber: detik.com

Kategori
Politik

Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas Prioritas, HNW Singgung Titah Presiden Jokowi

IDTODAY NEWS – Semangat untuk merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) demi melahirkan keadilan nyatanya hanya sebatas ungkapan seorang kepala negara.

Sebab semangat yang sebelumnya disampaikan Presiden Joko Widodo itu berbeda kenyataan saat dibahas pemerintah bersama Badan Legislasi DPR RI.

“Presiden Joko Widodo pernah nyatakan secara terbuka agar UU ITE direvisi untuk hadirkan keadilan. Tapi dalam raker dengan Baleg tadi siang, pemerintah malah tidak berinisiatif mengusulkan Revisi UU ITE ke DPR,” kata Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid di akun Twitternya, Selasa (9/3).

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya. Politisi Nasdem ini mengatakan, Revisi UU ITE sejauh ini tidak masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

“(Revisi) UU ITE belum masuk, karena masih oleh pemerintah,” kata Willy di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan bahwa UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) harus mengedepankan prinsip keadilan. Bila prinsip tersebut tak terwujud, maka pilihannya adalah melakukan revisi UU ITE.

“Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta ke DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini. Undang-Undang ITE ini,” kata Jokowi, Selasa lalu (16/2).

Baca Juga: Menjamu Amien Rais Dkk, Relawan: Jokowi Pentingkan Bangsa Dibanding Politik

Sumber: rmol.id